"Apa ... ?" tanya Jully terperangah tidak percaya.
Bagaimana tidak tersentak kaget mendengar pertanyaan Alec barusan, ayolah siapapun tahu bagaimana pria itu juga sepak terjangnya, seorang penjahat wanita yang sering berganti pasangan. Memang mereka pernah menikah, sekali, dan itu dulu sekali ketika mereka masih berusia belasan tahun. Pernikahan yang terpaksa mereka lakukan karena Alec sudah menitip benih dalam rahim Jully dan mulai berkembang menjadi janin.
Tapi mereka juga terpisah lama sekali, setelah pertengkaran itu Jully meninggalkan Alec dan tidak mau bertemu dengannya lagi apapun alasannya. Bahkan selama ini pun Jully berpikir bahwa pernikahan itu sudah tidak ada karena banyak alasan. Bisa saja karena Alec murka, lelah, mungkin juga alasan lain. Mungkin saja tanpa sepengetahuannya Alec mengucap kata cerai, bisa saja hal itu terjadi. Tapi kenyataannya, begini.
"Aku gak pernah menceraikan kamu Jully," gumam Alec.
"Ke ... napa ... ?" tanya Jully dengan suara patah.
"Gak semua pertanyaan perlu dijawab. Sampe sekarang aku masih suamimu," ucap Alec.
Hati Jully kembali luluh lantak, sama sekali tidak ada dalam pikirannya kalau Alec bisa sedemikian baik. Sudah belasan tahun lamanya tapi status itu masih ada dan dia sama sekali tidak tergantikan meski puluhan mungkin ratusan wanita hilir mudik mencoba mengisi hatinya. Ada tempatnya di sana, di hati Alec yang mana tidak pernah Jully sangka sebelumnya. Selama ini dia menyangka bahwa kehadiran orang ini hanya untuk Aleccia.
"Aku tau, ya aku tau aku sejenis bad boy. Bertualang dengan banyak wanita ketika kamu gak ada." Alec berucap dengan Jully yang masih berada di hadapannya, di antara kedua tangannya.
"Kamu memang bad boy Alec," sahut Jully.
"Aku kesepian Jully, lama aku menahan perasaanku. Anakku di mana aku ingin melihatnya, kamu di mana aku juga gak tau." Alec mulai mengungkapkan isi hatinya sementara Jully hanya diam dan menunduk. "Aku mencari kalian, gak terhitung aku terbang ke Aussie temui Finn. Tapi si brengsek itu hanya diam dan malah menyodorkan surat cerai." Alec menambahkan.
"Aku, memang gak di sana." Jully menjawab.
"Sayangnya aku gak bisa terus nyari kamu, ibu sakit dan aku harus kembali. Aku juga masih sekolah," ucap Alec dengan pedih dan menatap ke arah wanita yang terdiam di hadapannya. Wanita yang sempat menguras hatinya hingga kering kerontang, dan dia masih tampak begitu innocent seperti dulu. "Setiap memandang ada bayi perempuan, kau tau gimana rasanya? Napas ini rasanya sesak, di mana bayiku, juga ibu dari anakku." Alec menyuarakan pilunya selama ini.
"Kau lupa? Bukankah kamu yang dulu ingin kami pergi?" tanya Jully dengan dingin.
"Aku ... memang mengusir kalian, ketika kepala ini masih dipenuhi oleh marah juga kebodohan. Tapi aku sadar, aku nyusul kalian hanya beberapa jam setelah kamu pergi. Where were you? Kamu gak ada di mana pun." Alec kembali mengungkap masa lalu. "Bahkan aku belum sempat meminta maaf, maafkan aku." Alec menunduk dengan raut wajah tidak karuan.
"Aku ... udah maafin kamu," ucap Jully.
Alec menyandarkan kepalanya di pundak Jully, menahan segala perasaan yang ada di dalam pikiran juga hatinya selama belasan tahun. Beban itu dia tanggung sendirian tanpa tahu harus membaginya dengan siapa, ibunya pergi dan ayahnya terlalu sibuk dengan pekerjaannya hingga akhirnya dia pergi juga menyusul istrinya, meninggalkan putra tunggalnya sendirian di atas bumi ini sementara dia masih belum bisa keluar dari nestapa.
"Aku udah menciptakan kesengsaraan, buat kamu juga Aleccia," ucap Alec tanpa berkata lagi bahwa dia sebenarnya juga sengsara. "Beri kesempatan aku menebus semuanya, terima aku lagi. Kita mulai lagi semua dari awal." Alec memohon sekali lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mommy, Please Say Yes !
RomanceProses terbit. Red Diamond Publisher. Open PO, Oktober 2024. * * * * * Mencicipi dosa ketika masih di bangku SMP menjadikan Alec dan Jully menjadi orang tua di usia yang masih belia. Pernikahan terlalu dini yang digelar tidak menyelesaikan masalah...