57. Talk about Pride.

16.2K 1K 67
                                    

Tawanya segera terdengar renyah bahagia, yang berada di depan matanya adalah sosok yang dirindukan sejak lama. Uncle Finn menapakkan kakinya juga di Indonesia, sejak kedatangannya di negara ini Aleccia praktis tidak pernah lagi bersua dengan pamannya ini. Tanpa banyak bicara lagi dia menghambur dalam dekapan pria yang ikut merawatnya sejak lahir. Baginya uncle Finn juga sudah seperti ayahnya sendiri, di kala dia tidak tahu lahir dari benih siapa.

Berbeda dengan mata putrinya, Alec yang hanya berdiri saja di dekat pintu menatap semuanya. Orang ini datang dengan tiba-tiba tanpa pemberitahuan, dan lagi mereka bertemu di saat yang seperti ini. Masih teringat jelas pertemuan terakhir mereka di Melbourne, ketika Alec masih belasan tahun bahkan belum lulus SMP. Mereka berdua saling hajar hingga sama babak belur. Itu terjadi sebelum dirinya mengantongi beberapa medali memenangkan turnamen. Pertemuan kali ini, akan seperti apa.

Finn memeluk erat keponakannya, bocah yang belasan tahun lalu masih berupa seorang bayi kecil yang gendut menggemaskan kini sudah menjadi gadis periang yang cantik. Sayang sekali semakin lama bentuk fisiknya semakin mirip bapaknya. Anak ini menanggung semua karena keributan orang dewasa, memang tidak adil tapi bagaimana lagi. Finn menyayanginya sepenuh hati bagai putrinya sendiri. Tangannya membelai rambut lembut itu dan menciuminya, bukan lagi aroma bubble gum seperti ketika dia masuk kindergarten. Tentu saja, Aleccia sudah tumbuh besar.

Sudut matanya melirik ke sana, darahnya segera mendidih entah kenapa. Manusia itu meski tidak berjumpa belasan tahun lamanya dirinya tidak akan pernah lupa. Bule Londo itu, kenapa dia ada di sini. Sejak dahulu Jully berkata kalau dia sangat membenci Alec, terutama sejak pertengkaran itu dan adiknya memutuskan minggat dan meminta cerai. Tapi si brengsek ini tidak mau menandatanginya. Finn mendekap keponakannya dengan erat, hatinya bergemuruh menahan emosi. Pria yang memporak-porandakan adiknya berada di sini.

"I miss you Uncle Finn," kata Aleccia manja.

Finn memandangi wajah keponakannya dan membalas, "look at you, so pretty. And this smile, oh I love it."

"Thank you Uncle, where is Lianna?" tanya Aleccia menengok sekeliling.

"We broke up," jawab Finn singkat.

"Aaaah, sayang sekali, I love Lianna," gumam Aleccia.

"Sudahlah sayang, so where is your Mom?" tanya Finn mencolek hidung Aleccia.

"Clinic, as usual," jawab Aleccia.

Alec memandang kebersamaan itu dari tempatnya berdiri, Finn terlihat berbeda ketika bersama Aleccia. Pemandangan itu begitu menyenangkan untuk dilihat, Alec tahu memang Finn pastinya menyayangi Aleccia sedemikian rupa. Pikirannya campur aduk, hatinya juga demikian. Di rumah dia hanya bersama putrinya, Jully belum pulang bekerja. Dan sekarang ada Finn di sini, ujung dari cerita ini akan bisa diprediksi sebelumnya. Alec menunduk, dia tidak sedang ingin berkelahi dan memperburuk semua.

"Aleccia," panggil Alec.

"Ya Daddy," jawab Aleccia riang.

"Aunt Lana telpon, katanya abis beli es krim banyak. Buat Aleccia juga ada, kamu disuruh datang." Alec merangkai kebohongan.

"Oyaaaa?" tanya Aleccia dengan mata berbinar.

"Sebaiknya Aleccia cepat, aunt Lana mau ke butik," tambah Alec yang berusaha keras mengusir anaknya.

"Ada uncle Finn Daddy," balas Aleccia dilema.

"Sebentar saja, dapat es krimnya nanti kembali pulang." Alec mengusir lagi.

"Oki doki Daddy, Uncle Aleccia pergi dulu sebentar. Bye Uncle," pamit Aleccia yang segera melesat pergi.

Finn menatap Alec dengan beringas, kemarahannya tidak lagi bisa ditahan.

Mommy, Please Say Yes !Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang