61. Pasien Bandel.

2.5K 318 40
                                    

"Kenapa lagi ini sih Nak?" suara wanita setengah tua itu kembali terdengar.

"Bocah kok hobi banget berantem, yakali kagak benjut," tambah Andre Tjiawidjaya berkacak pinggang.

Alec cuma mampu jawab dengan mesem, tapi dalam hati maki-maki. Ami dan Mita memang minta dipecat, sudah tahu ini adalah rumah sakit milik emak bapaknya mantan kok ya masih dibawa kemari. Untung Lea sedang berada di Jerman, coba dia ada di sini dan melihat. Pasti segera akan mencibir, penak jamanku tho? Dan kedua orang ini berceramah seakan mau ikut kampanye pilpres, Alec yang napas saja sudah sakit masih harus menyahuti sepasang manusia yang sudah menganggapnya seperti anak sendiri ini.

"Biasalah Ma, cowok," jawab Alec.

"Anakku yang sulung dan bungsu juga cowok, tapi Alfred dan Aldo gak pernah gelud kayak kamu!" seru Andre tidak terima.

"Dikeroyok lagi? Mau mama buat laporan ke polisi?" tanya Katya.

"Gak usah Ma, urusan pribadi aja kok." Alec mengelak.

Yakali itu Finn dilaporkan ke polisi. Jully yang sudah sulit ditaklukkan malah jadinya kabur. Kalau sudah begitu bagaimana dengan Aleccia, Alec tidak akan pernah sanggup berpisah dengan anak gadis meski dia biang rusuh.

"Sampe begini ini lho," kata Andre kembali geleng kepala.

"Urusan cewek lagi?" tanya Katya menembak langsung ke sasaran.

Alec mesem, aelah ketahuan. "Iya Ma," jawabnya pelan.

"Sudahlah, gimana lagi emang udah kelakuan." Andre bergumam.

"Leeec, kapan sih mau tobat? Kamu udah dewasa. Maen cewek sama berantemnya berhenti ya Sayang," kata Katya kembali berceramah. Bingung mau bicara apa lagi.

Rasanya Alec ingin menghela napas panjang, tapi dadanya dipakai untuk menarik napas juga menghembuskannya terasa sakit. Dan kedua orang ini menceramahinya seperti biasa, ya seperti orang lain yang juga selalu menganggapnya brengsek, pemain wanita juga tukang berantem. Label itu melekat erat layaknya sebuah tato, Alec sudah tidak ingin membela diri lagi, percuma. Bukankah semua pandangan orang kepadanya memang begitu, cinta tanpa syarat hanya diterima dari Aline juga Robin Andreas. Sayangnya mereka berpulang terlalu cepat, meninggalkan Alec sebatangkara di dunia. Ada sih paman, si siluman labi-labi itu. Dia tidak perlu dihitung.

"Kami punya dokter spesialis yang handal, kamu istirahat saja gak usah kuatir," kata Andre.

"Bener, Mama pergi dulu ya? Oya, Lea perlu Mama kasih tau gak?" tanya Katya meminta persetujuan.

Alec menggeleng lemah, "Gak usah Ma," jawabnya.

Sepasang orang tua itu mengangguk dan berpamitan setelah Katya mencium keningnya sebentar. Dua orang ini, menganggapnya sudah seperti anak sendiri. Mereka ingin Alec segera meminang Lea, sayangnya cinta ini tersangkutnya hanya kepada Jully. Sebenarnya wanita itu bukanlah satu-satunya alasan, dari kesemuanya itu adalah si anak gadis. Alec menyayanginya, bocah tengil yang merupakan darah dagingnya itu baru mampu dipeluknya setelah ratusan purnama. Demi Aleccia tentunya, siapa lagi.

"Dokter Anggi, tolong lebih perhatikan dia ya, pasien kamar ini agak nakal," terdengar suara Katya dari sana.

Alec mendesah pelan memegangi dada, masih belum pergi juga mereka.

***

Mata Alec terbelalak lebar, pantas saja nama itu terdengar familiar meski otaknya tidak sampai ke sana. Masih juga tergolek di atas ranjang dia menatap ke arah seorang wanita berambut pendek yang memakai jas putih lengan panjang. Sial apalagi ini namanya, kenapa bisa bertemu lagi mana situasi seperti ini. Namanya juga kota kecil, muter di mana aja ya ketemu orang juga itu saja. Tapi tidak seperti Alec, wanita itu hanya tertawa saja ketika tahu pasiennya adalah seorang Alec Andreas.

Mommy, Please Say Yes !Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang