Stress di rumah menghadapi Aleccia yang semakin hari semakin ngaco, Lana dan Jully hangout. Nasib Aleccia bagaimana? Titipkan saja kepada uncle Finn, beres. Bersama orang itu Aleccia pasti jinak tidak berani bertingkah. Memang sejak dahulu cuma Finn yang bisa mendisiplinkan Aleccia si anakan singa. Dia sudah seperti bapak kedua setelah uncle Clark yang membesarkannya. Bapaknya sendiri waktu itu entah ada di mana.
Fruit punch segar ada di hadapan Jully juga sebuah cheese cake dengan topping blueberry spread. Kali ini dia ingin sesekali menikmati hidup setelah beban yang menghimpit dadanya luruh. Pergumulan batin yang melelahkan jiwa raga itu berakhir sudah meski sedikit memaksa. Ratusan purnama masalah yang diam membeku itu telah mencair, memang itu terlalu lama karena memang semuanya perlu waktu.
"Ada yang baru nih," sindir Lana.
"Apaan? Kamu abis beli apaan?" tanya Jully bego. Biasa Lana gemar shopping dan kali ini dia mengkode mau flexing? Bisa jadi.
"Bukan aku lah ... ! Kamu kali Jul," omel Lana yang lalu menggerutu.
"Baru apaan ... ? Mobil ... ? Dah sejak kapan aku pake, punya Alec tuh." Jully masih juga tidak nyambung, mobil itu sudah lama ke apa masih saja bilang baru. Mungkin Lana matanya rabun.
"Bukan mobil ya ampun," gumam Lana, mau jitak kok ya sudah gede.
"Terus apaan?" tanya Jully cuek, kembali menikmati makanannya dengan tenang. Memang seharusnya begini, perasaan yang begitu indah dan nyaman setelah semuanya bisa diurai.
Jully memotong cheese cake nya, unbaked cheese cake ini memang best. Milky, cheesy, syeger dan sudah lama tidak bisa menikmati desert sambil santai begini, ada Aleccia yang sulit untuk ditinggal pergi, ada Alec dengan segala jejak masalah peninggalan masa lalu yang terus saja menggumpal besar tidak tahu harus diapakan.
"Ngomong muter-muter kamu," gumam Jully dengan pelan, santai.
"Yang di jari kamu itu berapa duit beli ... ?" tanya Lana meraih tangan, cincin kecil dengan sebutir benda berkilau, Jully bukan orang yang gemar memakai perhiasan mewah, ya beli juga pakai uang siapa. Gaji dipakai hidup dan menghidupi bocah yang jajan melulu itu sudah pas-pasan. Tapi apa mungkin dia sedang ingin berinvestasi dalam bentuk perhiasan? Entah. Investasi itu emas batangan yang kalau gelud bisa dipakai untuk nimpuk.
"Kepo." Jully masih sibuk dengan cheese cake, tapi bibirnya kembali tersenyum, entah sampai berapa kali tidak terhitung.
"Diamond?" tanya Lana menatap sahabatnya.
"Mungkin." Jully tetap cuek, bahagia sampai tidak ingin membahasnya lagi.
"Kamu belinya gimana sih?" Lana mulai emosi, ruwet sekali.
Jully malah mesem dan menjawab, "Kepo."
"Gede ye gaji dokter bisa beli gituan." Lana menyindir.
"Berapa sih gaji dokter....? Apalagi aku ga buka praktek sejak ada Aleccia." Jully berkilah tapi tetap tidak mau jujur.
Kalau bukan teman pasti sudah kehilangan kesabaran, ayolah tinggal menjawab saja kenapa malah berputar macam komidi putar. Sejak bertemu tadi memang Jully selalu saja semringah bahagia bagai habis memenangkan lotere emas satu truk. Apa yang membuatnya begitu bahagia, entahlah.
"Terus?" tanya Lana mengejar, sabar.
Jully semakin mesam-mesem. "Dikasih Alec," jawabnya kalem tapi sukses membuat Lana bagai disambar petir.
"Apa ... !" teriak Lana kaget.
Lana bengong beberapa saat. Seriusan orang ini kalau bicara? Sepertinya tidak sedang tidur jadi tidak mungkin kalau sedang ngelindur. Temannya ini sepertinya sehat walafiat kecuali bibirnya yang memang terus menerus tersenyum bagai orang gila.
Temannya ini, bukan lagi keselek tidak pula lagi ngelindur atau lagi kepleset lidahnya? Ya Tuhan Lana merasa hampir gila.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mommy, Please Say Yes !
RomanceProses terbit. Red Diamond Publisher. Open PO, Oktober 2024. * * * * * Mencicipi dosa ketika masih di bangku SMP menjadikan Alec dan Jully menjadi orang tua di usia yang masih belia. Pernikahan terlalu dini yang digelar tidak menyelesaikan masalah...