Lana yang sedang memulung adonan untuk cookies dan mau disimpan di freezer terheran melihat ada bocah yang datang tak dijemput dan tiba-tiba muncul. Mana kalau datang sudah pasti langsung membongkar kulkas dan mencari es krim, lali berceloteh bercerita kalau bapaknya sedang sakit gara-gara habis makan seblak punya emaknya
"Dia orang itu, udah pada gede kenapa masih aja tetep bego, trus kamu pula ini kenapa kemari?" tanya Lana melihat si bocah sudah membawa sendok. "Eh mana udah nemu pula es krim, jangan banyak-banyak nanti mules aku lagi kena omel emak kau, ya kali kagak galak," ucap Lana tapi si bocah cuma mesem dan makan.
"Aunty Lana itu mau apa?" tanya Aleccia dengan masih membawa es krim.
"Mau bikin ayam goreng, kenapa? mau juga?" tanyanya.
"Mau," balasnya dengan polos.
Lana mendesah kasar, "Lec kamu dikasih makan gak sih sama mereka? Kok kasihan aku lihatnya? Kamu lapar?" tanyanya prihatin. Dan Aleccia cuma mengangguk.
Entah siapa yang salah di sini, Lana tidak tahu. Dasar dua orang itu punya anak bikinnya saja yang demen, giliran sudah keluar dan gede begini malah ditelantarkan. Dan ini sudah menjelang malam tapi malah berada di sini, emak bapaknya ada di mana. Jangan saja mereka lagi mesra-mesraan lalu anaknya dilupakan, memang minta ditabok.
"Mau nasi gak?" tanya Lana trenyuh menatap anak semata wayang dari sahabatnya.
"Mau ayam saja Aunty," jawabnya tanpa rewel.
"Iya deh iyaa, tunggu mateng paling bentar lagi," jawab Lana dan duduk di dekat Aleccia. Sesekali melirik ke arah airfryer yang mana timer masih menunjukkan waktu yang panjang. "Itu, emak bapak pada kemana?" tanyanya, curiga.
"Mommy Daddy lagi sibuk Aunty, Aleccia gak mau ganggu makanya kemari aja." Aleccia mengulum lagi sendok es krim yang masih dipegangnya.
"Sibuk ngapain?" tanya Lana penasaran.
"Mmmmm," gumam Aleccia mikir. "Tadi, mommy ajak Daddy ke kamar, dan sisanya Aleccia gak tau," jawabnya ngeles.
"Trus kamu diusir gitu suruh kemari?" tanya Lana rasanya mau mengamuk.
"Aleccia gak diusir Aunty, tapi kabur." Aleccia mengaku, tapi tidak bilang kalau gara-gara dia nge-trap bapaknya.
Lana mengelus dada, lalu memijit kepala. Seandainya dirinya sudah menikah tentu saja akan diadopsi saja anak ini dari pada terlantar. Baik Jully dan Alec kenapa sudah gede masih saja bego. Dan itu pergi ke kamar berdua ngapain, mana anaknya pakai kabur segala. Jangan saja habis ini adeknya Aleccia nongol, ya Gusti ngurus satu saja sampai kelaparan ngungsi kemari, nambah satu lagi bentuk bakal kayak apa. Ya masa akhirnya Lana yang kudu menampung semua.
"Aunty ayamnya sudah belum?" tanyanya begitu mencium aroma wangi.
"Iya sebentar, sudah lapar ya sayangnya Aunty?" tanya Lana dengan hati campur aduk. Apalagi ketika keponakan cantiknya mengangguk polos.
Nanti kalau kembali harus diantar, sekalian mau mengomel. Punya anak kok dibiarkan kelayapan sendirian, mana ini malam. Digondol kolong Wewe tau rasa.
"Aleccia yang sabar ya sayang, itu Momi dedi emang sesat. Lain kali tuker tambah ajalah kalo Aleccia kagak kuat. Apa loakin sekalian, kesel akutu, jengkel."
Dan Aleccia cuma melongo. Aunty Lana kenapa?
***
Sebenarnya yang seperti ini yang diharapkan oleh Aleccia, emak bapaknya rukun berdua tanpa cekcok. Alec itu rese sedangkan Jully itu galak dan kalau kesenggol sedikit sudah seperti macan. Aleccia terkadang pusing melihatnya, makanya tadi dengan akal licik sengaja kedua orang itu dipersatukan saja lalu dia kabur dengan segera. Kenapa gengsi itu selalu disangga, apa tidak berat. Padahal mereka itu saling peduli.
"Kenapa diam saja, takut?" tanya Jully yang sedang sibuk.
"Enggak, cuma ngerasain itu ... sakit," jawabnya melihat ke arah lengan yang baru saja ditusuk sesuatu.
"Jangan gerak makanya, kan kalo meleset harus diulang." Jully memastikan benda yang dipasangnya itu tepat.
"Tadi kaget," jawab Alec beralasan.
"Maaf, aku gak kasih tau dulu." Jully memasang benda dan cairan merah mengalir memenuhi sebuah tabung kecil.
"Itu buat apa?" tanya Alec melihat bingung.
"Bawa ke lab, takut kalo ada infeksi lain," jawabnya.
"Ahhhh," rintihnya perlahan begitu Jully memasukkan obat.
"Cuma beberapa cc Alec, apa kamu bakal menjerit kayak bocah?" tanya Jully sinis.
"Perih," gumamnya.
"Kamu cari perhatian?" tanya Jully setelah memasang selang dan mengatur laju tetesannya.
"Ya," gumam Alec memandang lengannya, sebuah selang kecil menyembul dari beberapa plester putih yang ditempelkan.
"Dehidrasi kamu lumayan, benda itu gak akan aku lepas sampe beberapa hari." Jully mengemasi peralatannya.
Alec menghela napas dalam, yang dirasakannya memang buruk sekali. Lemasnya sudah tidak karuan belum termasuk mulas juga pusingnya. Tapi mengakuinya di depan seorang dokter galak yang sulit sekali menaklukkan hatinya. Dan sekarang mereka berdua di sini, tadi Jully memeriksanya dengan teliti, meletakkan stetoskopnya itu entah di mana saja dan berulangkali mencubit kulitnya dan mengatakan tingkat dehidrasi yang dialaminya separah apa.
Hingga akhirnya dia kembali dengan kantung yang berisi entah apa saja dan mulai mengikat lengannya. Ada rasa senang ketika orang yang dicintainya memperhatikan hingga sedemikian rupa, merawatnya entah pakai cinta ataupun hanya sebatas kewajiban belaka. Cinta ini berayun indah apalagi ketika melihat bulu mata lentik itu terlihat dari dekat dan berkedip mencari pembuluh darah mana yang akan menjadi korbannya.
"Pake begini, gak bisa kelayapan dong?" tanya Alec.
"Jangan kelayapan dulu, kalo butuh apa-apa bilang saja," kata Jully yang mau bilang jangan memanggil Mita tapi hanya tersangkut di tenggorokan.
"Gak ngelatih Aleccia taekwondo lagi dong?" tanya Alec.
"Iya Alec, jangan dulu ya." Jully pelan membalas.
Pria yang sedang tergolek lemah karena kebodohannya ini, entah kenapa pesonanya masih ada terpancar menyilaukan matanya. Padahal dahulu Jully sudah pernah berkata dan menyatakan kalau dirinya membenci Alec hingga ke sum-sum tulang, tapi kenapa rasanya sekarang dia menjadi sering melemah. Seperti sekarang ini, padahal Jully susah payah tidak ingin terjebak pada kesalahan yang sama, tapi bagaimana.
"Aku bakal cepet pulih kan?" tanya Alec.
"Iya Alec," jawab Jully dengan senyum.
"Kalo dehidrasi baikan, benda ini dicopot, kan?" tanya Alec mengangkat tangannya.
"Iya Alec," jawab Jully lembut.
"Selama masih sakit, kamu mau temenin aku di sini, kan?" tanya Alec menatap wajah Jully, ayu.
"Iya," jawab Jully yang entah kenapa luluh terbawa suasana.
"Kamu, mau menikah denganku lagi, kan?" tanya Alec menatap tajam Jully di hadapannya.
"Iya," jawabnya dengan polos.
"Yesss ... !" sahut Alec girang.
"Eh apa?" tanya Jully gelagapan.
"Gak ada apa-apa, berarti mau ya," jawab Alec cuek.
"Apanya? Mau apa?" tanya Jully bingung.
"Itu tadi," jawab Alec yang tiba-tiba merasa badannya bugar.
"Apanyaaaa ... ?!" tanya Jully sewot.
"Pokoknya aku anggep iya, makasih Jully sayang," balas Alec tertawa penuh kemenangan.
"Alec apaaaa ... ?!" tanya Jully bingung.
"I love you Jully," jawab Alec bahagia.
"Alec, ngaku gak? Apa?!" tanya Jully yang benar tidak paham. Tadi dia mengiyakan apa.
"Kepo ... !"
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Mommy, Please Say Yes !
RomanceProses terbit. Red Diamond Publisher. Open PO, Oktober 2024. * * * * * Mencicipi dosa ketika masih di bangku SMP menjadikan Alec dan Jully menjadi orang tua di usia yang masih belia. Pernikahan terlalu dini yang digelar tidak menyelesaikan masalah...