Punggungnya bersandar pada dinding lift yang dingin, satu persatu lantai dilewati dengan senyap. Akhirnya Alec kembali ke sini, di sebuah unit apartemen yang sunyi dan sepi. Wanita yang dicintainya itu tadi mengusirnya bahkan tanpa bertanya bagaimana keadaannya. Rasanya yang terluka tidak hanya raga tapi juga jiwa, ketika masih tertatih membuktikan cinta itu ada tapi sekarang malah sudah terhantam kenyataan duluan. Kisahnya apakah harus berakhir seperti ini.
Alec memegangi dadanya yang terasa sakit apalagi ketika mengambil napas, mungkin hatinya ini yang sedang sakit. Entahlah, dia sudah tidak tahu lagi. Ratusan purnama menanti pertemuannya dengan anak istrinya, tapi rupanya yang terjadi hanya begini saja. Berapa ribu hari sudah dilewati sendiri dengan memendam kerinduan akan putrinya yang entah seperti apa, bukan tidak mungkin setelah ini dengan mudah Alec akan kehilangan mereka lagi.
Cinta itu, entah sekarang ada di mana. Bahkan keberadaannya saja seperti sulit teraba, berkali penolakan tapi Jully juga pernah hanya pasrah, apa itu masih bisa disebut dengan cinta, entahlah. Gontai langkah kakinya menuju sudut ruangan, sebuah wastafel juga cermin di dinding. Dari pantulannya jelas sekali terlihat, seorang CEO tampan sepanjang masa sekarang babak belur. Memar juga robekan kecil ada di beberapa bagian wajahnya, juga yang berada di dalam mulutnya ini juga sepertinya tidak berhenti mengalir meski tidak banyak.
Tangannya menggenggam erat pinggiran keramik berwarna putih itu, wastafel yang begitu dingin seperti hatinya kini. Pakaiannya kusut sana-sini juga beberapa noda tampak antara debu juga usapan darah. Alec meludah sekali lagi, akhirnya dirinya yang babak belur. Dia tidak ingin berkelahi, tapi membiarkan tubuhnya digebuki tentu bukan pilihan. Kebanyakan yang dilakukannya hanyalah membela diri dan melindungi bagian tubuhnya yang vital, memar tampak memanjang di lengannya, sudahlah sebaiknya jangan lagi menghitung luka.
Alec duduk diam di sisi ranjang, di sini akhirnya dia berada sekarang. Dengan kekecewaan yang ditelannya tanpa ada pilihan, juga sendirian tanpa cinta. Apa makna dari penantian selama berapa ratus purnama itu, tidak tahu. Masih terbayang wajah cantik dan panik itu, tadi Alec kaget meski gembira, ada Jully yang semoga membelanya. Tapi ternyata salah, yang harus pergi adalah dirinya. Wanita itu bahkan tidak mendengar pembelaannya, hanya menyuruhnya pergi saja.
"Ta, tolong kemari ... aku habis berkelahi," ucap Alec lirih pada smartphone di tangannya.
Kepada siapa lagi mau meminta tolong, Jully memang seorang dokter, tapi dia sekarang pasti lebih sibuk mengurus kakaknya daripada memikirkannya. Terbukti juga dari dering yang tak juga berbunyi, padahal itu adalah hal yang sangat diharapkannya. Suara Jully yang menanyakan kabar dan bagaimana kondisinya. Cukup begitu saja Alec akan bahagia. Semua orang menghakiminya atas kenakalan yang pernah dilakukannya. Berusaha sekeras apapun sepertinya memang tidak ada guna. Yang brengsek tetap saja akan terus dianggap brengsek.
Sekali lagi Alec memegangi dadanya yang terasa nyeri, mungkin di situ ada memar sebesar tapal sepatu milik Finn yang entah terbuat dari apa. Yang terasa sakit ini, entah hati atau yang lainnya.
***
Finn babak belur tapi tidak parah, beberapa bagian wajah dan tubuh memar. Jully mengobatinya tanpa banyak bicara, dia mencoba mengerti semuanya termasuk kenapa perkelahian itu terjadi. Kakaknya tidak akan semudah itu memaafkan Alec yang menurutnya adalah badjingan sejati. Sedangkan Alec tidak mungkin diam saja ketika seseorang menggebukinya. Tidak ada yang ingin diucapkannya sekarang, kecuali segera meminta kakaknya agar segera pulang saja ke rumah mama. Jully penat dan ingin sendiri saja, lagipula ada Aleccia.
Sebisa mungkin Aleccia harus tetap di rumah Lana hingga Jully mengijinkannya pulang, anak itu tidak perlu tahu semua. Cukup beban yang ditanggungnya, dia tidak akan memahami permasalahan orang dewasa juga dendam yang belum tuntas belasan tahun lamanya. Bagaimana pun putrinya masih terlalu belia untuk dipaksa memahami, kedua orang tuanya memang begini adanya. Jully hanya kuatir, pemikiran sederhana Aleccia belum mampu menerima semuanya.
"Mommy, uncle Finn mana?!" teriak Aleccia begitu sampai di rumah dengan Lana membuntutinya di belakang. "Mooom, where is Daddy?!" teriaknya lagi.
Aleccia sudah pulang, Lana mengantarnya seperti biasa. Jully baru menelponnya dan berkata semua sudah dibereskan dan para pria berotak reptil itu sudah diusir semuanya. Sejak sampai di halaman bibir mungilnya sudah berteriak nyaring mencari paman juga bapaknya, berharap mereka masih di sini dan dia akan menghabiskan waktu bersama. Finn bagaikan ayah bagi Aleccia, dan Alec sudah seperti kekasih yang nyata, keduanya sangat dicintai Aleccia.
"Pulang sayang, Aleccia lama gak pulang-pulang sih," jawab Jully beralasan.
"Bukannya Aleccia gak mau pulang Mom, tapi aunt Lana nih nakal. Masa disuruh motongin buntut toge udah kecil mana banyak pula." Aleccia mengeluh.
"Pintar ya, pasti capek. Naik saja ya sikat gigi dulu baru tidur. Kok sudah ngantuk sih?" tanya Jully.
"Mommy, itu mata keringetan apa nangis?" tanya Aleccia.
"Abis ngupas bawang Aleccia, buat masak Daddy besok, sarapan," jawab Jully mengelak.
"Daddy mana?" tanya Aleccia menyadari bapaknya ilang.
"Ada urusan, pergi sebentar." Jully kembali berkilah.
Lana menggeleng, dasar yang namanya anak itu kalau dikibulin emaknya sudah pasti percaya. Apa itu kupas bawang? Jully tidak kenal bumbu dapur apalagi memasak, mencari alasan kenapa tidak pintar. Dan sekarang rasanya ada di antara penasaran juga jengkel. Enak sekali anak dititipkan semena-mena, tadi kerepotan sekali menahan anak itu biar tidak pamit pulang. Untung saja ingat dia punya toge sebaskom, lumayan buat jadi alasan biar Aleccia ada kegiatan. Padahal Lana mau kepala mau buntutnya toge semua dihap.
"Keknya runyem?" tanya Lana tapi Jully malah menyeretnya keluar. "Yaelah pake dikeluarin segala kek jemuran," omelnya.
"Nanti Aleccia denger," bisik Jully.
"Da apaan sih?" tanya Lana semakin bingung.
"Finn tadi ke sini, ketemu Alec pula," bisik Jully.
"Wah Abang ganteng ke sini, kangen akutu. Trus ... doi mana?" tanya Lana girang.
"Mereka berantem," gumam Jully menunduk.
"Looohhhh, trus nasib Abang ganteng gimanaaa? Mati?" tanya Lana heboh.
"Idup, saling hajar mereka tadi. Tapi Finn cedera ringan kok, memar aja tadi dah aku periksa," jawab Jully lemah.
"Weeee kagak mungkin, Jully Bu dokter terhormat yaaa ... anda jangan lupa kalo Alec itu ban item, taekwondo ajib bener itu medali deret-deret. Kalo gelud lawannya kalo kagak remuk ya koid," sambar Lana.
"Luka ringan Na, udah aku cek," jawab Jully.
"Gak mungkin, kalo Alec hajar beneran Finn dah sekarat Jul," kata Lana.
"Ya gak tau juga, beneran Finn gak parah. Luka dalem juga gak kalo aku liat," jelas Jully.
"Gak ngerti Alec taekwondo udah tinggi?" tanya Lana.
"Tau, sabuk item. Napa emang?" tanya Jully pusing.
"Aneh aja sih," gumam Lana.
"Tau ah, dah gak usah teka-teki segala, aku pusing mana Finn tadi marah-marah." Jully mengurut kening.
Lana menggeleng, semakin runyam memang. Begini lah contoh nyata dari pernikahan yang terlalu dini ini, hamil duluan lalu terpaksa dinikahkan padahal keduanya masih sama bloonnya. Anaknya lahir keduanya masih sama bocahnya, masalah itu tetap ada hingga mereka dewasa. Dosa mereka tercetak dalam bentuk bocah cantik yang tidak tahu apa-apa, yang mana akhirnya pasti akan menanggung yang ini juga. Lana mengedarkan pandangan ke sekeliling, bekas keributan tidak banyak meninggalkan jejak. Kecuali seperti ludahan darah di dekat pintu.
"Jul, nasib Alec gimana tau kagak?" tanya Lana ingin tahu.
"Gak tau, tadi kusuruh pulang aja. Gak jelas liatnya udah panik duluan aku," gumam Jully.
"Tadi Finn katanya gak parah, kok di lante ada bekas darah?" tanya Lana ngelirik.
"Mana?" tanya Jully panik.
"Noh deket pintu," tunjuk Lana.
"Finn gak berdarah kok Na," jawab Jully.
"Lha trus darah siapa? Aku juga gak lagi mens,"
Ya kali mens sampai menetes di lantai, yang bego siapa.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Mommy, Please Say Yes !
RomanceProses terbit. Red Diamond Publisher. Open PO, Oktober 2024. * * * * * Mencicipi dosa ketika masih di bangku SMP menjadikan Alec dan Jully menjadi orang tua di usia yang masih belia. Pernikahan terlalu dini yang digelar tidak menyelesaikan masalah...