52. Terancam Karam.

2.2K 336 49
                                    

Hanya bisa mondar-mandir saja sesekali mengintip, apakah dia baik-baik saja. Dan lagi Alec sama sekali tidak turun ke bawah padahal biasanya jam segini dia akan sibuk dengan laptop dan mengganggu putrinya, sekarang rasanya senyap hanya terdengar celoteh Aleccia saja yang bicara tiada henti. Kembali matanya menatap ke atas, pintu kamarnya juga tidak terdengar terbuka, bagaimana kabarnya dia. Penasaran ini terlalu gengsi untuk dilenyapkan dengan tanya.

Hingga malam menjelang pada akhirnya telinganya menangkap langkah kali pelan, itu langkah Alec yang sedang menuruni anak tangga dan menuju dispenser. Dari inspeksinya saja sudah terlihat kalau kondisi Alec sudah buruk, wajah itu apalagi bibirnya sudah memucat dehidrasi. Jully hanya bisa menelisik dari pandangan mata saja karena sudah pasti dia akan menolak kehadirannya, entah maksudnya apa.

"Alec," panggilnya.

Dan pria itu hanya memaksa senyum saja sebelum berlalu kembali ke ke kamar dengan segelas air. Memangnya mau menjawab apa, tubuhnya terasa lemas bahkan bicara saja sudah tidak ingin. Lebih baik merebahkan diri kembali ke kamar beristirahat, juga menyambi dengan melihat progress pekerjaan anak buahnya sampai mana. Memang Alec tahu akan seperti ini, tapi entahlah. Permintaan Jully yang cuma candaan itu sangat sulit diabaikan.

"Aleccia, mama mau ke apotik ya," pamit Jully setelah meraih kunci.

"Ikut Mommy," teriaknya seketika.

"Kamu di rumah, jaga Daddy," jawab Jully yang kabur secepat kilat.

Untungnya putrinya paham dan tidak merajuk, dalam hati Jully bersyukur karena dia sendiri adalah seorang dokter yang mana untuk mengurus orang itu bisa dilakukannya sendiri. Tidak terbayang kalau harus membawanya ke rumah sakit, mungkin mereka akan cekcok terlebih dahulu karena siapapun tahu Alec itu sulit di atur. Satu kantung penuh berisi obat-obatan juga cairan sudah didapatkannya, dia harus segera kembali untuk memberikan pertolongan pertama.

Dan baru saja mobilnya masuk kembali ke pekarangan dia melongo, delivery makanan dari sebuah resto sudah menanti. Jully menutup pintu mobilnya perlahan dan berpikir, siapa yang memesan ini semua. Aleccia bukan tipe bocah yang menggunakan smartphone untuk jajan, dia lebih suka berteriak dan meminta emaknya saja. Apa mungkin ini ulah dari manusia yang sedang sakit perut itu di sana, siapa lagi.

"Pesanan pak Alec Andreas," kata kurir itu.

"Ya benar," jawab Jully mengangguk.

"Sudah dibayar," tambah si kurir ketika Jully mengeluarkan dompet.

"Oh baiklah, makasih," jawab Jully yang memberi uang tip.

Sebuah box dari sebuah restoran masakan Indonesia itu dibawanya ke dalam, dalam hati rasanya ingin tertawa tapi bagaimana. Dia sedang sakit bahkan membawa badan saja sudah sedikit oleng tapi masih menyempatkan diri memesan makanan untuk dirinya juga Aleccia. Pria itu, apakah tanggung jawabnya sudah mulai tumbuh dan sikapnya mendewasa, entahlah. Kalau benar begitu baguslah, setidaknya Jully tidak harus selalu kuatir apabila putrinya bersamanya.

Dan pintu kamarnya pun tidak tertutup dengan rapat, setelah meletakkan box itu dan Aleccia segera menerimanya dengan suka cita Jully memang segera naik ke atas. Alec terlihat serius di depan laptop, sesekali mengomel dengan smartphone yang berada di tangannya. Memang, wajah itu sudah demikian pucat tapi bibirnya tidak berhenti bersuara dan mencela banyak hal. Setidaknya dia masih punya tenaga yang banyak tersisa, omelannya masih kencang.

"Alec, minum obatnya," kata Jully menyodorkan satu cup berisi beberapa butir pil.

"Taruh saja di meja," jawabnya tanpa menoleh.

"Minum dulu," paksa Jully.

"Nanti," jawabnya dengan cepat.

Sebenarnya Jully kesal, dia susah payah keluar membelah jalan hanya untuk obat yang diberikan ini tapi Alec hanya menanggapinya seperti itu. Masih saja dengan laptopnya dia terlihat sok sibuk dan raut mukanya terlihat menjengkelkan. Cup itu diletakkannya di atas meja berikut dengan air putih itu. Matanya menangkap gelas air yang hanya berkurang separuh. Kalau dia hanya minum sedikit sementara terus bolak-balik ke kamar mandi tidak akan lama dehidrasinya akan parah.

Mommy, Please Say Yes !Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang