53. Trapped.

2.2K 329 39
                                    

Percakapan dengan asisten pribadi Alec tak ayal membuatnya sedikit tercenung. Si penjahat wanita itu pernah tinggal bersama dengan seorang wanita selama satu bulan di apartemennya, belum termasuk yang silih berganti hadir di kehidupannya. Kalau begitu kenapa sikapnya seolah dia adalah pria yang paling nelangsa di muka bumi karena kehilangan anak dan istri. Untungnya, katanya masih belum pernah ada yang hamil di antara mereka. Entah karena dia sudah pintar atau Alec sudah disteril layaknya kucing.

Jully mendesah pelan, tapi ada yang menggelitik hati. Bagaimana mungkin seorang Alec yang sudah mencicipi hampir separuh wanita di kota ini bisa tidak mengencani bawahannya. Apakah memang dia sebegitunya memegang prinsip. Lihatlah Mita, asisten pribadi itu melayani kebutuhannya mencakup semua kecuali urusan ranjang. Bisa saja dia memanfaatkan semuanya dan menidurinya sesekali. Alec tidak jelek apalagi dia adalah darah ras campuran.

Awalnya Jully mengira, Alec si playboy cap kaki kadal itu asal embat dan tidak pernah memilih. Asal cantik atau bagaimana, gas saja. Entah ini kabar bahagia atau kabar buruk. Yang pasti orang yang sedang sakit perut di atas itu membuatnya cemas sekali. Dia bahkan menelpon klinik tempatnya bekerja dan bilang hari ini absen karena ada urusan penting. Tapi sepertinya Alec masih saja keras kepala, kenapa tidak menyerah saja. Apakah si brengsek itu tidak percaya kalau dirinya ini dokter beneran, menjengkelkan.

Setelah beberapa kali terdengar flush dari dalam kamar Jully tidak bisa menahannya lagi. Tanpa permisi pintu yang tidak terkunci itu dibukanya, laptop juga smartphone tergeletak di atas lantai dan obat yang tadi pagi itu belum juga tersentuh, bandel amat. Untunglah air yang berada di botol itu sudah berkurang setengahnya, paling tidak Alec masih mau minum meski makanan yang masuk sepertinya hanya satu sendok saja dan dia meletakkannya kembali.

"Lec," sapa Jully ketika orang itu keluar dari kamar mandi.

"Ya," jawabnya malas.

"Kamu, gak apa-apa?" tanyanya kuatir.

"Kamu, gak bisa lihat?" tanya Alec balik.

"Ke rumah sakit yok," ajak Jully setelah mendekat, Alec berkeringat tapi sepertinya bukan hal baik.

"Gak usah," gumamnya lemah.

"Kenapa kemarin nekat sekali?" tanya Jully penasaran.

"Kan kamu yang suruh, lupa?" tanyanya.

Jelas Jully tidak akan lupa, tapi ayolah dia hanya bercanda. Harusnya Alec hanya tertawa bukannya segera mengambil sendok dan memakan hampir separuh makanan pedas itu. Jully jadi agak heran, itu ngambek apa doyan. Sebenarnya yang bodoh di sini siapa, yang sedang menyiksa diri itu siapa. Kalau cuma hanya mencari perhatian baiklah Alec akan mendapatkannya, tapi tetap saja bukan dengan ini caranya. Apa dia tidak tahu kalau dirinya bisa sampai dehidrasi berat, bandel.

"Kalo itu bahaya bagi diri sendiri, kenapa kamu tetep lakuin?" tanya Jully.

"Kalo tau itu bahaya, kenapa nyuruh?" tanya Alec balik.

"Aku becanda," gumamnya.

"Kamu gak tau? Seorang ayah, seorang suami, akan melakukan apapun untuk menyenangkan anak istrinya. Jadi ... apa aku sudah bisa membuat kamu senang?" tanya Alec mendekat ke arah Jully.

"Aku, tidak senang," gumam Jully perlahan.

"Sulit sekali nyenengin kamu," cibir Alec menatap Jully.

"Caranya gak begini Lec," terang Jully.

"Apa aku dapat perhatian kamu?" tanyanya.

"Sedikit," jawab Jully.

"Apa aku harus lebih parah lagi?" tanya Alec serius.

"Alec, cukup," jawab Jully tidak tega tapi tidak bisa bicara.

Mommy, Please Say Yes !Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang