Mita kembali membawakan cairan elektrolit untuk bosnya yang duduk lemas, pekerjaan di kantor kali ini tidak banyak tapi begitu menguras tenaganya. Sakit perutnya sedikit membaik tapi dia sudah terlanjur kehilangan banyak cairan, bukankah tadi Jully mengatakan kalau Alec sudah dalam fase dehidrasi sedang. Seharusnya pria ini sekarang berada di rumah sakit bukannya malah di kantor dan bersiap memimpin meeting.
"Pak Alec, sebaiknya pergi ke rumah sakit saja. Meeting biar saya gantikan." Ami sang sekretaris teladan kembali datang ke ruangan.
"Gak lah, gak usah ke rumah sakit, anakku di rumah sapa yang jagain." Alec berucap dengan menyandarkan tubuhnya.
"Saya bisa kok Pak, temani Aleccia." Mita segera menawarkan diri.
"Gak usahlah," gumam Alec.
"Bapak sudah lemes kayak begini, masih mikir jagain anak. Jangan seperti suami terdzolimi gitu dong Pak Alec, kan saya lihatnya jadi kasian." Ami menyerocos seperti biasa.
"Mi, bosen kerja sama aku?" tanya Alec galak.
"Gimana lagi Bapak, anda juga diurusnya susah bener. Udah tau sakit itu istirahat malah ngantor." Ami kembali bicara.
"Ami," panggil Alec.
"Eh iya, maaf Pak." Ami baru menyadari kalau bosnya mulai agak ngamuk.
"Bunyi lagi, pecat." Alec berseru dengan sisa tenaga.
Ami mengangguk, sebaiknya menurut saja. Pak Bos kalau sehat saja galaknya minta ampun apalagi kalau sakit, sudah galak masih juga plus rewel, salah sedikit saja sudah bisa membuat bumi gonjang-ganjing mengalahkan seperti habis tertabrak asteroid. Tanpa berpamitan Ami melangkah pergi meninggalkan ruangan dengan pak Bos yang sedang tergolek lemas.
"Lho Mi, kok sopan banget kamu pergi gak pake pamit?" tanya Alec kesal, sekretaris tidak punya sopan santun.
"Bapak gimana sih, kan tadi katanya bunyi lagi pecat. Ya saya gak bunyi, gak pamit." Ami membela diri.
"Sekretaris gak sopan," gumam Alec.
"Mbak, sabar Mbak," kata Mita sambil mengelus punggung Ami, menenangkan.
"Iya Bapak Alec Andreas, saya pamit mau pimpin meeting gantiin Bapak. Permisi ya Bapak." Ami menahan segala kesabaran.
"Nah gitu kan cakep, jadi sekretaris berapa lama gak pinter-pinter juga," gumam Alec dengan memegang perutnya lagi, mulas.
Ami meremas ujung dokumen sampai lecek sedikit sobek, kesabarannya selama bekerja bersama CEO bernama Alec Andreas ini begitu diuji. Pak Boss yang waktu pembagian akhlak mungkin sedang sibuk menggoda wanita, jadi dia hanya kecipratan saja sedikit. Kelakuan seperti ini kenapa banyak yang tergila dan mau saja menghabiskan malam bersama bahkan tinggal berdua hingga satu bulan lamanya.
"Ta, nyantet orang sekarang tarifnya berapa ya?"
Mita hanya bengong.
***
"Daddy ayok maen," ajak Aleccia begitu melihat bapaknya pulang dari kantor dan segera tergolek di sofa.
"Daddy pulang cepat, itu mau istirahat sayang. Lagi gak enak badan." Alec mengambil bantal dan menaikkan kaki.
"Daddy sakit ya? Ya udah kita di rumah aja, tapi minggir Aleccia juga mau di situ." Aleccia segera mendorong tubuh bapaknya dan mencari posisi yang enak.
Alec tidak mempunyai pilihan lain, putrinya segera menempel dan bersandar. Sesekali bercerita tentang kegiatan juga kesehariannya di sekolah, sepertinya dia sudah cukup puas ketika Alec hanya membalas sesekali ucapannya. Tangan Alec terulur merangkul, putrinya kini berada dalam pelukannya, perlu menunggu belasan tahun hingga akhirnya dia berada sedekat ini dengannya. Dia sudah sebesar ini dan masih sangat manja, Alec tidak keberatan, ini malah menyenangkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mommy, Please Say Yes !
RomansaProses terbit. Red Diamond Publisher. Open PO, Oktober 2024. * * * * * Mencicipi dosa ketika masih di bangku SMP menjadikan Alec dan Jully menjadi orang tua di usia yang masih belia. Pernikahan terlalu dini yang digelar tidak menyelesaikan masalah...