39. Teori Konstipasi

19K 1.1K 69
                                    

Sudah ternista masih juga dikerjain, harga diri Alec hancur lebur berserakan di tanah. Biasanya Jully itu pasif, sekalinya aktif kenapa bisa begini menjengkelkan. Dengan malas kembali dia meraih celana yang semula tergeletak di atas sofa, sudah terlanjur on tapi harus berhenti di tengah jalan, ya meriang. Bisanya malah disuruh jepitin pintu, bukan klimaks lecet iya. Sudah tahu Jully itu seperti itu, kenapa lagi-lagi Alec terlena.

Dendam ini masih belum habis dan ternyata kekesalannya masih harus ditambah dengan kepulangan anaknya yang masih sore. Kencan model apa baru 08.30 sudah kembali ke rumah. Rasanya jadi menyesal sudah menyuruh Aleccia segera kembali dan jangan kencan hingga larut malam. Penderitaan Alec kali ini begitu lengkap dan tidak tertolong, pokoknya setelah ini mau ngambek saja. Memangnya laki tidak boleh ngambek, ya boleh dong. Enak saja.

"Mommy Daddy ... Aleccia pulaaaaang ...!" teriak anaknya begitu masuk.

"Cuci tangan dulu Aleccia," jawab Jully yang sedang membereskan vacuum cleaner.

Riang Aleccia memasuki ruang tengah dengan sebuah kebab yang masih utuh di tangan. Meski singkat tapi kencannya menyenangkan, baginya bisa jalan-jalan dan makan saja sudah cukup. Bahagia itu memang terkadang sederhana. Sayangnya begitu masuk dia disambut dengan wajah bapaknya yang kucel mengalahkan kain lap yang sudah tidak layak pakai.

"Lho, Daddy kenapa?" tanya Aleccia.

"Mama abis periksa Daddy tadi," jawab Jully.

Mata Aleccia membulat kaget, bagaimana bisa bapaknya sakit secepat itu. Bukannya tadi masih juga kelihatan sehat, mampu mengomeli mbak Ami di telepon. Bertemu dengan Jovian juga mampu berceramah PxLxT hingga telinga menjadi gatal. Bapaknya ini sakit apa?

"Daddy sakit?" tanya Aleccia perhatian.

"Iya sakit," jawab Alec sewot.

"Woahh, sakit apa?" tanya Aleccia heran.

"Sakit hati," jawab Alec yang semakin sewot.

"Waduhhh, gawat Mommy." Aleccia panik.

"Emang gawat itu, ati-ati jangan deketan makanya." Jully menyahut.

"Kasian banget bapaknya Aleccia, sini Aleccia bantuin pake kaosnya biar gak tambah sakit." Aleccia segera mengambilkan kaos bapaknya.

"Udah sakit, sakitnya tuhh ... di sini nih ... !" seru Alec.

"Wuahhh, sakit beneran. Sakit hati itu kayak hepatitis, trus sirosis itu ya Mom? Pernah denger uncle Clark ngomong sama temennya." Aleccia bertanya.

"Bukan yang itu Aleccia," jawab Jully tertawa.

"Eh bocah, kenapa udah pulang?" tanya Alec berusaha menumpahkan kekesalannya.

"Daddy gimana sih? Kan katanya gak boleh pulang malem." Aleccia menjawab sambil membuka bungkus kebab.

Jully kembali tersenyum dan berkata, "udah biarin Aleccia ngalah aja ama orang sakit. Apalagi Daddy itu lagi sakit ati, repot tuh mana di dalem kan ya gak bisa kasih hansaplast. Ke atas aja yok biar Daddy sendirian aja istirahat." Jully melerai pertengkaran yang sudah hampir dimulai.

"Udahhh, pergi saja semua. Pada gak sayang semua kok." Alec menggerutu.

"Udah cuekin, Daddy lagi tantrum." Jully berbisik.

Alec segera mendelik, tantrum katanya. Memangnya Alec bayi?

***

"Kenapa? Kayak nyawanya abis terbang trus gak bisa balik lagi." Sara bertanya.

Jully menghempaskan tasnya di atas meja dan duduk di dekat lemari tempat Sara yang sibuk menata banyak barang. Mau pulang tapi nyatanya dia lebih suka menghabiskan waktu barang sebentar di sini, di rumah pasti sudah ada Aleccia juga bapaknya, rame memang dan selalu menyenangkan, tapi justru itu yang dia hindari atau sekali lagi hatinya tertawan oleh prajurit populasi bernama Alec Andreas.

Mommy, Please Say Yes !Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang