47. Jiwa Muda Raga Jompo

2.4K 323 29
                                    

Merasa menang banyak Alec tersenyum saja sejak sore. Kesal sudah pasti ada ketika mengetahui mobilnya yang belum berulang tahun yang pertama itu baret panjang sekali. Tapi mobil bisa dimasukkan  bengkel dan dia akan kembali kinclong. Bagaimana dengan hati, mau dibengkelkan kemana. Tapi mungkin bisa dibawa ke dokter, iya itu dokter cinta yang namanya dr. Jully yang galaknya minta ampun, suka marah juga demen nampol.

Sebenarnya, Jully juga merasa senang. Tapi karena gengsi adalah sifat khas emak-emak jadi sebisa mungkin dia menutupinya dan bersikap sebiasa mungkin. Image yang sudah susah payah dia bangun sejak awal mereka bertemu lagi ini bisa berantakan kalau Alec dibuat gampang. Dia ini adalah penjahat wanita dan apabila Jully menampakkan sikap lemah bisa saja adeknya Aleccia lahir setiap tahun.

Alec berjalan melewati Jully dan menyempatkan mampir menyindir, "dih tampang jutek amat, asem."

"Berisik," sembur Jully seketika.

Diomeli bukannya kapok malah Alec tangannya mencolek pipi, "jangan galak-galak," katanya.

Jully segera mendelik, "jangan colek-colek!" serunya.

"Dih galaknya," goda Alec.

"Bodo amat," sahut Jully.

"Jully sayang." Alec mencolek pipi lagi.

"Jangan colek-colek, colek lagi bayar!" serunya.

"Oh bayar, berapa?" tanya Alec makin senang.

Jully membulatkan mata kesal, bagaimana mungkin sikap kekanakannya ini masih menempel kepadanya seperti ini. Dia sudah dewasa dan masih tetap saja suka menggoda. Dan lagi kenapa senyumnya itu terlalu menggoda, semakin lama juga kenapa semakin tampan saja. Jully menguatkan batin agar tidak lagi tergoda oleh manusia yang mengaku sebagai prajurit populasi ini. Jully memasang gengsi saja dia tidak peduli dan menerobos masuk, bagaimana kalau tidak. Alec akan semakin tidak tahu diri.

"Mahal," jawab Jully jutek.

"Mahal juga gak apa-apa, duidku banyak." Alec membuka dompet.

"Sombong," gumam Jully.

"Aku memang sombong sejak lahir Jul, waduh gak ada cash." Alec memandangi dompetnya dengan merana.

"Miskin aja belagu," gumam Jully.

"Enak aja miskin, Alec Andreas kok miskin," kata Alec nyoba nyolek dagu Jully lagi.

"Bayar," teriak Jully kesal.

"Terima kartu gak? Gopei kosong," kata Alec menempelkan kartu di jidat Jully yang mana hidungnya segera kembang kempis emosi.

"Plaaaakkkkk ... !"

***

Cukup sudah rasanya dipermainkan oleh Alec setiap hari, orang itu semakin lama semakin kurang ajar. Pulang ke rumah rasanya menjadi semakin malas kalau tidak ingat ada anaknya yang menunggunya setiap hari. Sengaja pulang terlambat dan Jully melihat ada sebuah city car putih yang belum pernah dia lihat sebelumnya, mobil siapa. Jully perlahan memarkirkan mobilnya dan tanpa permisi masuk ke dalam rumah.

Kehadirannya disambut dengan pemandangan dua orang wanita dengan setelan formal dan keduanya sama cantiknya, mereka berdua menghadap laptop dan Alec hanya menceramahinya seperti orang galak. Jully sempat melongo heran, rupanya dia bisa galak dengan wanita dan terlihat serius. Sepanjang sepengetahuan Jully, Alec itu ketika ada yang cantik pasti jelalatan. Bagaimana lagi, dia kan memang pleiboi cap kadal.

"Ada tamu?" tanya Jully sekedar menyapa.

"Oh, sudah pulang. Ya ada tamu, aku pinjam ruang tamumu." Alec kembali serius menghadap laptopnya sendiri.

Mommy, Please Say Yes !Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang