Si tukang ngambek sudah masuk kamar setelah sepulang sekolah mewek hingga malam. Jully melihat anaknya bingung tak karuan, dia tak pernah begini sebelumnya. Aleccia anak yang kuat, sangat kuat malah. Tapi dia kalah kali ini dan Jully sangat paham. Hari ini puncaknya, anak itu selain menangis juga marah besar. Juga tak mau makan.Tidak bisa juga Jully menyalahkan Finn, karena bagaimana pun dia paham kemarahan kakaknya itu. Semuanya kini terasa sangat memberat, ada Aleccia yang membutuhkan bapaknya, ada Finn yang tak terima ada Alec yang berada di sini, ada hatinya juga yang akhirnya lelah dengan semua.
"Si brengsek itu gak datang kan?!" tanya Finn sinis.
"Sejak kejadian itu memang dia belum pulang," jawab Jully.
"Sayang anak dari mana? Baik dari mana? Dia tahu Aleccia seperti itu?" tanya Finn.
"Bukan tak mau datang, tapi tak bisa." Jully pelan menjawab."Kenapa?" tanya Finn.
"Dia di rumah sakit, kamu mematahkan tulang iganya," jawab Jully pelan.
"Oh," jawab Finn tertawa bahagia.
"Syukurlah hanya patah," gumam Jully.
"Kenapa cuma patah? Tau gitu aku tendang lebih keras," sahut Finn.
"Kalo kamu tendang lebih keras, tulang itu bisa menusuk paru-parunya, mungkin jantungnya, dia bisa mati," balas Jully memandang kakaknya.
"Itu maksudku, kenapa dia tidak mati saja?" tanya Finn.
Jully menengok ke atas yang sudah tak ada suara, semoga anak itu tak mendengar semuanya. Jully sudah cukup pusing mendengar Omelan juga tangis anak itu selama beberapa hari. Kalau sampai dia juga mendengar kalimat uncle Finn kesayangannya barusan, tak terbayang akan seperti apa patahnya anak itu.
"Kamu lihat keponakanmu?" tanya Jully.
"Aku lihat," jawab Finn.
"Hanya ditinggal seminggu sudah seperti itu, bagaimana kalo bapaknya mati?!" tanya Jully emosi dan Finn diam saja. "Kalau kamu ... mau bunuh Alec, bunuh Aleccia juga sekalian ... !" kata Jully tak kuasa membendung emosi.
"Kalian semakin tidak waras," balas Finn.
"Aleccia anaknya Alec Finn, kenyataan itu sama sekali gak bisa diubah. Mau kamu rubah namanya darah Alec tetap mengalir di tubuhnya. Mau kamu cuci bersih darahnya, tetap saja ada daging Alec di tubuhnya," kata Jully emosional.
"Kita ... memang tak bisa mengubahnya Jully," gumam Finn perlahan.
"Aku dulu benci dengannya, benci banget malah. Aku bawa dendam itu hingga dewasa." Jully menggumam pelan.
"Aku tau Jully," jawab Finn.
"Tapi, sejak Aleccia bertemu kembali dengan Alec. Aku melihat dia sudah berbeda, Alec sudah banyak berubah." Jully menjelaskan.
"Dosanya masih melekat Jully," kata Finn.
"Hanya Tuhan yang berhak menghakimi dosa Finn, aku hanya manusia," gumam Jully.
"Kamu, mau kembali dengannya?" tanya Finn.
Jully beranjak, kembali matanya melihat ke atas. Kamar Aleccia masih juga senyap. Semoga anak itu akhirnya bisa tidur juga setelah drama berjilid yang diciptakannya. Jully lelah, menghadapi anaknya, menghadapi hatinya. Mau jawab apa lagi nanti bila Aleccia bertanya.
"Aku ingin, meski aku takut. Tapi aku tak mau membatasi kedekatan ayah dan anak," jawab Jully.
"Dia bisa memperdaya kamu lagi Jully, aku kakakmu. Hatiku sakit tiap melihatmu, aku tak akan bisa memaafkan si brengsek itu," kata Finn.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mommy, Please Say Yes !
RomanceProses terbit. Red Diamond Publisher. Open PO, Oktober 2024. * * * * * Mencicipi dosa ketika masih di bangku SMP menjadikan Alec dan Jully menjadi orang tua di usia yang masih belia. Pernikahan terlalu dini yang digelar tidak menyelesaikan masalah...