25

27.2K 956 13
                                    

Kamu diam, mereka bergerak.
Kamu diam, mereka berjuang.
Kamu diam, mereka berproses.
Kamu diam, mereka berhasil.

Diam-mu tidak  akan membawa dampak apapun selain penyesalan.

Dari aku, untuk aku.

●●●●●●

Azka tidak bisa tidur. Dia terus memikirkan perkataan Aleta. Apa maksud dari ucapan gadis itu?

Azka tahu bahwa Aleta menyembunyikan sesuatu darinya. Tapi apa?

"Mas Azka, kamu kenapa?"

Azka menoleh, dia menatap dalam kedua mata Ayana.

"Hei... mas Azka. Kamu kenapa?"

Azka tersenyum lembut. Tangannya terulur mengelus lembut pipi Ayana. "Saya gak pa-pa, Na."

"Tapi dari tadi aku perhatiin mas Azka melamun terus. Ada masalah di rumah sakit?"

Azka menggeleng. Dia menepuk bantal dengan pelan, menyuruh Ayana untuk meletakan kepalanya di atas bantal tersebut.

Ayana menurut, perempuan itu langsung mengambil sikap tiduran. Azka pun juga menyusul Ayana, dia berbaring di samping tubuh istrinya.

"Apa mas Azka mikirin perkataan Mama sama Papa?" tanya Ayana hati-hati. Di takut melukai perasaan Azka. Ayana tidak mau memulai keributan lagi dengan suaminya. Mereka baru saja berdamai.

"Nggak, Na. Saya gak mikirin soal itu meskipun memang saya sedikit mencemaskannya," jawab Azka.

"Saya bingung, Na. Sampai kapan kita harus menunda hal itu? Seharusnya hubungan itu kita lakukan di malam pertama kita menjadi sepasang suami istri. Tapi sampai detik ini pun saya belum mendapatkan hak saya sebagai seorang suami. Dan kamu juga terlihat sangat enggan untuk memberikannya," ujar Azka mengeluarkan semua kegelisahan di hatinya.

Ayana mengerti, dia paham dengan kata-kata yang dilontarkan Azka. Meskipun Azka bisa saja memaksa Ayana untuk melakukan hubungan suami istri tapi Azka tidak pernah melakukan itu. Dia tidak mau membuat Ayana tertekan dengan pernikahan mereka.

Ayana memeluk tubuh Azka dari samping. Dan perlakuan itu sanggup membuat degup jantung Azka berdetak lebih cepat. Azka melirik Ayana dari ekor matanya.

"Maafin aku ya, mas Azka. Aku tau kalau mas Azka pasti udah sangat bosan dengerin permintaan maaf aku," ujar Ayana menahan isakan lolos dari mulutnya.

Azka mengelus lembut pergelangan tangan Ayana, dia juga memberikan ciuman singkat di pipi Ayana. "Saya selalu sabar menunggu kamu membalas perasaan saya, Na. Saya tidak pernah bosan untuk menunggu hal itu."

"Kenapa mas Azka selalu baik sama aku? Padahal aku udah berulang kali nyakitin mas Azka," lirih Ayana.

Azka mencolek hidung Ayana. "Berapa kali harus saya bilang kalau rasa sayang saya ke kamu sangat besar, Na?"

"Sesering mungkin."

"Kamu suka denger saya berkata seperti itu?"

Tanpa sadar Ayana mengangguk. Di semakin memeluk erat tubuh Azka.

"Kamu kenapa? Kok kayaknya manja banget hari ini."

"Emang iya?"

"Iya," jawab Azka kalem. "Kamu seperti takut kehilangan saya. Buktinya saya dipeluk terus sampai rasanya napas saya mau berhenti."

Ayana mendelik, dia mencubit perut Azka membuat cowo itu mengaduh dengan tawanya.

"Nyebelin," gerutu Ayana.

PRICKLY FLOWER (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang