Uang bisa merubah segalanya, bahkan dengan uang kamu bisa membeli dunia dan segala isinya. Tidak hanya itu, dengan uang kamu bisa membungkam fakta dan mengkedepankan sebuah kebohongan. Uang mampu menjadi sumber kekuatan bagi orang-orang yang berkuasa dan menjadi musuh bagi orang-orang yang ditindas.
Dari gue, yang tidak memiliki uang.
Dimas.
●●●●●●●
Azka benar-benar tidak bisa fokus. Cowo itu sudah berulang kali salah memberikan resep obat. Pekerjaannya sampai harus dihandle Iqbal dan Aleta. Sementara Azka meremat kuat rambutnya, kepalanya pusing.
Aleta masuk ke dalam ruangan Azka setelah selesai menggantikan pekerjaan Azka. "Lebih baik lo pulang aja, Ka. Keadaan lo yang kayak gini justru ngebahayain orang lain. Salah memberikan resep obat kepada pasien adalah hal yang paling memalukan bagi seorang Dokter," ujar Aleta. Gadis itu tampak tidak segan-segan untuk memarahin Azka, karena baginya Azka bisa saja membuat nyawa orang melayang karena kecerobohannya.
"Lo sendiri yang bilang ke kita semua untuk fokus dan gak membawa masalah pribadi ke dalam pekerjaan. Tapi apa yang barusan lo lakuin, Ka?" tanya Iqbal berdiri di belakang tubuh Aleta.
Keduanya memancarkan raut wajah yang sama, kecewa. Mereka tidak pernah menyangkah bahwa seorang Azka yang dikenal dengan keprofesionalannya dan ketelitiannya bisa menimbulkan masalah yang membuat suasana rumah sakit menjadi sangat ricuh.
"Untung aja gak ada pasien yang kenapa-kenapa. Kalau sempat ada, bisa hancur reputasi dan karir lo, Ka."
Azka tidak bisa berkata apapun. Karena apa yang dikatakan Aleta dan Iqbal memang benar. Bahkan kata-kata yang diucapkan Iqbal barusan berhasil menampar harga dirinya.
"Semua orang punya masalah hidup yang berbeda, Ka. Di sini bukan cuma lo yang terluka. Banyak yang lebih menderita tapi mereka gak seberisik lo. Mereka gak menunjukannya di saat-saat seperti ini." Lagi, Iqbal kembali menghantam Azka dengan kata-kata pedasnya.
"Maaf, saya mengaku salah. Saya tidak bisa fokus," sesal Azka.
Iqbal menghela napas lelah. Dia memandang Azka yang terlihat sangat pucat. "Lo sakit?"
Azka mengangkat bahunya. "Gak tau. Mungkin iya, mungkin juga gak."
"Ini alasan kenapa gue selalu minta lo buat berbagi masalah ke gue. Gue bukan mau ikut campur masalah rumah tangga lo atau apapun itu. Gue cuma gak mau lo mendam semuanya sendiri dan berakhir jadi kayak gini. Lo kacau, lo menghancurkan semuanya. Lo gak punya tempat untuk melampiaskan apa yang lagi lo rasain. Itu fungsinya gue selalu minta lo untuk cerita sama gue, setidaknya lo punya tempat bersandar, Ka." Iqbal benar-benar mengeluarkan segala ungkapan yang selama ini selalu dia tahan. Kali ini Iqbal berharap Azka akan sadar dan tidak lagi memendam masalahnya sendiri.
Azka mengangguk. "Iya, sekarang saya paham apa maksud anda selama ini. Maaf, saya sering mengabaikan niat baik anda."
Aleta memandang Azka dan Iqbal bergantian. "Gue keluar dulu aja deh, kayaknya lo berdua perlu waktu."
"Ta," panggil Azka.
"Iya, Ka? Kenapa?"
"Kapan kamu mau ngasih tau aku?"
Aleta mengernyit. Dia tidak mengerti kemana arah pembicaraan Azka.
"Berapa lama lagi aku harus nunggu kamu yakin, Ta?"
Dan sekarang, Aleta baru menyadarinya. Dia tau apa maksud perkataan Azka.
"Aku---" Aleta menarik napas. "Aku gak yakin ini waktu yang tepat, Ka. Aku juga gak mau bikin kamu jadi semakin punya masalah."
KAMU SEDANG MEMBACA
PRICKLY FLOWER (END)
Teen FictionAzka Watson, seorang Dokter berusia 28 tahun yang dijodohkan dengan Ayana Azusenna, seorang mahasiswi berusia 20 tahun. "Boleh saya minta hak saya sebagai seorang suami? Tolong cium saya, peluk saya dan katakan kalau kamu tidak menyesal menikah deng...