42

23.8K 1K 4
                                    

Mencintai tanpa dicintai, lalu dikhianati selama beberapa bulan dan berakhir dengan rasa sakit yang begitu besar.

Terima kasih untuk lukanya.

Azka Watson.

●●●●●●

Ayana telah menceritakan semuanya kepada Azka, semua yang telah terjadi dengannya dan Dimas, semua perilaku Dimas pada Ayana.

Ekspresi Azka berubah-ubah setiap mendengar cerita Ayana, terkadang sorot wajahnya menunjukan rasa marah, kadang juga kecewa, dan tidak jarang menunjukan raut kesedihan.

Ayana benar-benar menepati perkataannya pada Jasmine, dia tidak akan menutupi apapun kepada Azka lagi, tidak akan pernah.

Ayana sudah menyiapkan diri dengan kata-kata yang akan Azka lontarkan kepadanya. Namun perasaan Ayana terbalut dengan rasa takut.

Apa sekarang kejujuran ini akan membantunya atau justru semakin membuatnya berantakan.

Azka menatap perempuan yang sangat dia cintai, perempuan yang sudah dia janjikan untuk dibahagiakan seumur hidupnya, dan perempuan yang menjadi tempat Azka pulang.

"Saya tidak tau harus mengatakan apa, Na. Saya bingung."

Ayana masih setia menunduk, dia sama sekali tidak mempunyai keberanian untuk mengangkat wajahnya dan bertatap muka dengan Azka.

"Saya marah dan kamu tau itu," ujar Azka. "Tapi rasa sakit saya jauh lebih besar," lanjutnya.

"Kenapa baru sekarang kamu mengatakannya?" tanya Azka namun Ayana masih sama, diam.

Azka kembali teringat pada kejadian Ayana menangis di dalam kamar mandi lalu tertidur di dalam pelukannya.

"Jadi penyebab kamu histeris waktu itu karena Dimas mencoba untuk menyentuh kamu, benar?"

Ayana mengangguk membenarkan. "Aku udah berusaha menghindarin dia, t-tapi gak bisa."

Azka mencoba meredam emosinya. Amarahnya kini sudah mulai menguasai dirinya. Azka takut dia tidak bisa mengontrolnya dan malah melukai Ayana atau membuat perempuan itu takut padanya.

"Kamu mau jujur semuanya sama aku, kan?" tanya Azka dengan datar.

"Iya, semuanya."

"Kalau begitu kasih tau aku dimana tempat tinggal cowo tidak tau diri itu."

●●●●●●

"Dokter Iqbal beneran beliin ini untuk aku?" tanya Jasmine. "Gak lagi bercanda, kan?"

Iqbal menggeleng, tawa husky miliknya terdengar begitu indah.

"Buat kamu, buat Jasmine," ujar Iqbal menekan kalimat akhirnya.

"Kamu suka?"

Jasmine mengangguk antusias. Senyum yang terpatri di bibirnya sama sekali tidak hilang justru semakin membentuk senyum lebar.

"Suka, aku suka banget. Kalungnya indah. Dokter Iqbal pintar milihnya," puji Jasmine.

"Thanks, Ta." batin Iqbal.

"Mau aku pasangin?"

"Ha?" tanya Jasmine mendadak telmi.

"Kalungnya," tunjuk Iqbal dengan dagunya. "Mau aku pasangin di leher kamu."

"Emang gak pa-pa?"

"Ya gak pa-pa. Emangnya kenapa?"

"Aduh, aku gak enak. Aku gak ada ngasih Dokter Iqbal hadiah," ucap Jasmine.

PRICKLY FLOWER (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang