Maaf karena sudah gagal menjadi sahabat yang baik untuk kamu.
Jasmine.
●●●●●●
Jasmine hanya bisa mengusap lembut punggung Ayana, sudah nyaris hampir 2 jam Ayana menangis. Mereka juga bolos pelajaran dan berujung berada di roofthop.
Ayana sudah menceritakan semuanya pada Jasmine, dan Jasmine tidak bisa menutupi bahwa dia menyesal karena tidak memaksa Ayana untuk mengatakan kejujuran itu lebih cepat.
"Na, maafin gue ya. Maafin gue banget," ujar Jasmine.
Ayana menghapus sisa-sisa air matanya. Jujur saja, Ayana sudah lelah jika harus menangis lagi. Matanya sudah bengkak karena semalaman dia menangis dan sekarang Ayana yakin kalau kedua matanya sudah bertambah bengkak.
Ayana tersenyum tipis "Lo gak salah apa-apa, Mine. Lo bahkan udah sering kali ngingatin gue tapi emang dasarnya aja gue yang keras kepala gak mau denger omongan lo."
"Kita gak usah masuk kuliah aja ya, lagian dengan keadaan lo yang kayak gini gue gak yakin lo bisa belajar dengan fokus," ujar Jasmine menatap sedih ke arah sahabatnya.
Ayana mengangguk. "Mine," panggilnya. "Gue boleh tidur di rumah lo malam ini?"
"Lo yakin? Kalau kak Azka tambah marah gimana?"
"Gak akan," jawab Ayana.
"Lo gak mau mencoba untuk memperbaiki hubungan kalian? Setidaknya lo usaha dulu, Na. Jangan langsung nyerah gitu aja," ujar Jasmine memberi saran.
Ayana menggeleng pelan. "Gak, gue gak bisa, Mine. Mas Azka udah kecewa banget sama gue bahkan mungkin rasa kecewa itu udah berubah jadi benci." Ayana tersenyum tulus, gadis itu mencoba memberi kekuatan pada dirinya sendiri. "Selama ini gue udah terlalu sering nyakitin mas Azka. Jadi biarin sekarang gue ngelepasin mas Azka ya, gue juga mau lihat mas Azka bahagia."
"Na---"
"Mine," potong Ayana cepat. "Jangan pernah kasihanin gue ya, gue baik-baik aja. Kan ada lo di samping gue."
Jasmine tersenyum tulus, tanpa ragu Jasmine mengangguk. "Gue gak akan pernah ninggalin lo, Na. Apapun keadaannya lo tetap sahabat gue."
"Yaudah, sekarang bisa kita cabut? Mumpung gak ada yang jaga gerbang tuh," ujar Ayana melihat ke bawah, lebih tepatnya ke arah gerbang yang sedang tidak dijaga oleh satpam.
"Tapi kita ke rumah lo dulu ya, biar pun keadaan lo sama mas Azka lagi gak baik-baik aja. Tapi lo tetap harus minta izin sama dia, sekalian ambil baju ganti. Dan lagi, kalian belum resmi bercerai, Na. Jadi seperti apa kata lo sama Dimas tadi pagi kalau mas Azka tetap masih menjadi suami lo," ujar Jasmine membuat Ayana terdiam membeku.
●●●●●●
Aleta dan Iqbal tidak dapat berkata apapun. Mereka sama sekali tidak menyangka dengan tindakan yang dilakukan Azka. Mereka tau bahwa Azka terluka, tapi mereka tidak sampai berpikir kalau Azka akan memilih jalan seperti ini untuk hubungan pernikahannya dengan Ayana.
"Lo serius, Ka? Gak lagi bercanda, kan?" ujar Aleta, speechlas. Karena Aleta tau bagaimana sayangnya Azka pada Ayana.
"Ka, lo jangan ambil keputusan di saat lo lagi marah karena itu cuma hanya akan merugikan diri lo sendiri," nasihat Iqbal pada Azka. "Coba tenangin diri lo dulu, Ka."
"Iya, Ka. Iqbal bener," sambung Aleta. "Bukannya lo sayang sama Ayana? Lo gak mungkin biarin pernikahan lo berakhir kayak gini, kan?"
Iqbal menyandarkan tubuhnya pada kursi. Dia melipat kedua tangannya di depan dada. Hembusan napas kasar terdengar dari mulut Iqbal. Cowo itu menatap Azka dengan tatapan tidak percaya.
"Gue tau lo kecewa. Gue tau lo marah. Tapi gue juga tau kalau lo sama Ayana belum bicara berdua, kan? Kalian belum bicara dari hati ke hati." Perkataan Iqbal sangat benar, Azka merasa tertohok mendengarnya.
"Tadi pagi gue ke rumah jasmine," lanjut Iqbal.
Aleta yang mendengar perkataan Iqbal hanya bisa tersenyum tipis. Hatinya merasa sakit, tapi dia tidak tau apa penyebabnya.
"Ayolah, Ta. Fokus, kita lagi bahas Azka dan Ayana. Bukan lo dan Iqbal," batin Aleta.
"Terus?" tanya Azka, ingin mendengar lebih lanjut apa yang akan dikatakan Iqbal.
"Jasmine bilang ke gue kalau Ayana punya niat buat jujur sama lo tentang hubungan dia sama teman kampusnya itu, Dimas. Ayana mau mengakhirin hubungan itu dan kembali sama lo, Ayana mau belajar jadi istri yang baik untuk lo, Ka. Tapi ternyata di sini kita udah dengar lebih dulu dari Aleta sebelum Ayana ngomong sama lo tentang semuanya," ujar Iqbal menjelaskan.
Aleta menatap Azka dengan raut wajah bersalah. "Maaf, Ka. Seharusnya aku gak ngomong."
"Mau denger dari siapa pun rasanya tetap sama, sakit." Azka beranjak dari duduknya. Cowo itu menepuk pelan punggung Aleta. "Gak salah kamu, Ta. Jadi jangan pernah merasa bersalah."
●●●●●●●
Aluna tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya. Gadis itu memeluk erat leher Dimas, seakan melalui pelukan itu dia ingin Dimas dapat merasakan bagaimana senangnya Aluna saat ini.
"Lo serius, mereka bakal cerai?" tanya Aluna di samping telinga Dimas, berbisik.
Dimas mengangguk, dia melepaskan pelukan Aluna yang hampir membuatnya kehilangan napas. "Lepas ya, gue tau lo senang tapi gue gak bisa napas."
Aluna hanya terkekeh kecil, dia mundur beberapa langkah. "Sorry, gue terlalu semangat."
Dimas tersenyum maklum. "Gak apa. Gue tau lo lagi bahagia."
"Mau gue kasih saran?" tanya Dimas menaik-turunkan alisnya.
Aluna mendongak, menatap Dimas yang lebih tinggi darinya. "Datang ke rumah Azka. Di saat kayak gini Azka pasti butuh teman cerita. Hal itu bisa lo manfaatin buat ngambil hatinya kembali."
Aluna bertepuk tangan, tidak menyangka bahwa Dimas bisa sepintar ini. Tidak sia-sia dia mengeluarkan banyak uang untuk Dimas.
"Lo pintar banget! Gue senang punya sepupu kayak lo," ujar Aluna mencium pipi Dimas.
Dimas sempat tertegun, lalu senyum paling tulus dia pancarkan untuk Aluna. "Apapun buat lo, Lun. Apapun."
●●●●●●
Azka belum kembali ke rumah. Cowo itu masih terdiam di dalam mobilnya, di parkiran rumah sakit.
Azka belum mengurus surat perceraian mereka ke pengadilan agama. Azka tidak yakin dengan pilihannya, Azka ragu apakah setelah ini dia akan mendapatkan kedamaian atau justru penyesalan.
"Saya senang kamu mau menerima lamaran saya," ujar Azka mengacak gemas rambut Ayana.
Gadis yang duduk di samping Azka tidak memberikan respon apapun. Melihat itu Azka menghela napas, dia meletakan kepalanya di bahu Ayana membuat sang empu berjengit kaget.
"Saya tau kalau kamu belum mempunyai rasa yang sama seperti saya, tapi saya gak akan putus harapan. Saya akan selalu berusaha untuk membuat kamu mencintai saya seperti saya mencintai kamu."
Ayana memicingkan matanya. Menunduk memperhatikan Azka yang tampak nyaman bersandar di bahunya. "Emang yakin bisa lakuin itu?"
Dengan mata yang masih tertutup Azka tertawa kecil. "Yakin, saya tidak pernah main-main dengan ucapan saya."
Tangan Ayana bergerak mengelus lembut pipi Azka. "Kalau gitu aku tunggu usahanya, calon suami."
Azka membuka matanya, merasakan tangan yang begitu halus menyentuh wajahnya. "Kamu semakin terlihat cantik di bawah langit malam, Na."
Tanpa sadar Azka mengulas senyum tipis, dia kembali mengingatnya, mengingat kebersamaan sederhananya bersama Ayana. Saat itu mereka baru saja melakukan lamaran, lalu Azka membawa Ayana untuk duduk berdua dengannya di halaman belakang rumah gadis itu.
"Na, apa saya harus meminta maaf sama kamu karena saya tidak bisa membuktikan perkataan saya?"
●●●●●
Kalian mau mereka berpisah atau kembali bersama?
KAMU SEDANG MEMBACA
PRICKLY FLOWER (END)
أدب المراهقينAzka Watson, seorang Dokter berusia 28 tahun yang dijodohkan dengan Ayana Azusenna, seorang mahasiswi berusia 20 tahun. "Boleh saya minta hak saya sebagai seorang suami? Tolong cium saya, peluk saya dan katakan kalau kamu tidak menyesal menikah deng...