dance floor

518 25 1
                                    

Tekan tanda ⭐ dipojok kiri bawah untuk bisa melanjutkan part ini!!!

************************************

Alana bergegas memasuki coffe shop setelah memarkirkan mobil, tanpa sadar ia bertemu dengan Dave di depan pintu.

Alana hanya tersenyum sekilas sebelum akhirnya masuk. Sedang Dave hanya bisa mengangkat bahu menatap punggung kecil itu menghilang.

Keduanya sudah sama-sama duduk tetapi tidak ada yang berniat memesan minuman, mereka sibuk menata hati masing-masing hingga akhirnya ponsel Dave berdering.

Nama Reyn muncul dalam layar yang membuat Dave mengerutkan kening, bocah itu tidak pernah menghubungi lebih dulu jika tidak dalam keadaan kepepet.

Alana yang menaruh curiga mendengus kesal, mengambil ponsel untuk ajang balas dendam.

"Hallo Reyn,"

Reyn?

Kedua bola mata Alana mencuri pandang melalui tatapan kaca meja.

Alana yang berniat menelfon seseorang ia urungkan mendengar Dave menyebut nama adiknya. Ia memasang telinganya lebar-lebar untuk mendengarkan percakapan.

"Emm iya aku lagi sama Alana,"

Dave celingukan seperti mencari seseorang hingga tangannya melambai ke arah pintu.

Ternyata memang benar Reyn ada disana, pria itu telah mengganti seragam sekolah dengan kaos oblong berwarna hitam celana pendek.

Tanpa basa-basi Reyn menarik kursi dan bergabung dengan Dave dan Alana. Menarik buku menu memanggil pelayan.

"Caramel macchiato, lemonade, matcha green tea."

"Ada lagi?"

"Cukup."

Reyn menghela nafas pelan memperhatikan Dave dan Alana yang masih saling tutup mulut. Terkadang mereka berdua saling mencuri pandang dengan raut berbeda yang membuat Reyn harus menghidupkan suasana.

"Kalau ada masalah di bicarakan jangan saling diam." Sindir Reyn memainkan ponsel.

Alana memprotes dengan menginjak kaki Reyn hingga pria itu nyengir menahan sakit.

"Alana, tentang masalah kemarin dia..."

Sebelum melanjutkan ucapan, Dave melirik Reyn yang sibuk dengan ponsel.

"Maksud ku wanita yang bersama ku kemarin. Dia adalah sekretaris perusahaan tempat ku bekerja."

Reyn yang sedari tadi tidak peduli, mendadak berhenti bermain ponsel menatap Dave meminta penjelasan.

"Sejak kapan kau bekerja?"

Dave tidak menghiraukan keberadaan Reyn, dia kembali menjelaskan pokok masalah yang membuat Alana salah paham.

"Kenapa tiba-tiba menjelaskan siapa wanita itu? Lagi pula tidak ada hubungannya dengan ku."

Suasana mulai memanas, Reyn menatap Alana berganti Dave. Mereka berdua sama-sama memasang wajah kurang enak di lihat.

"Aku ke toilet dulu." Ucap Reyn memberi privasi pada keduanya.

Setelah Reyn tidak lagi terlihat batang hidungnya, Dave memajukan wajahnya bicara sangat pelan dengan tujuan Reyn tidak akan mendengar.

"Aku dan Vania hanya sebatas rekan kerja. Aku menggunakan dia sebagai alat untuk mengetahui sumber dana yang selama ini di dapat David."

Alana mematung, bibir yang semula tertutup jadi menganga. Ia terlampau marah melihat ada wanita yang menggandeng tangan Dave  sehingga tidak memberi Dave waktu untuk menjelaskan.

TogetheRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang