21+++

2.9K 44 3
                                    

Tekan tanda ⭐ dipojok kiri bawah untuk bisa melanjutkan part ini!!!

************************************

Reyn membawa Raline kesebuah villa milik temannya yang sudah lama tak berpenghuni. Sengaja Reyn membawanya kesana untuk menghindari mata-mata sang ibu yang disebar dimana-mana.

Untuk kali ini, biarkan Reyn menyelesaikan masalah percintaan tanpa campur tangan orang tua.

Raline menghela nafas kasar saat sampai di ruang tamu. Kedua matanya menatap sekeliling dimana tempatnya sangat sejuk dengan pepohonan mengelilingi vila.

Uhuk...

Reyn berdehem, dia sudah berdiri di pembatas antara ruang tamu dengan kolam. Langkahnya pun mendekat.

"Mau minum atau langsung ke inti permainan?"

"Langsung." Ucap Raline.

Dia ingin segera menyelesaikan janjinya agar bisa kembali ke rumah sakit menemani sang ayah.

Reyn mengikis jarak, membelai lembut pipi merah merona itu. Wajahnya tampak berbeda ketika mengenakan makeup. Perlahan sapuan lembut turun ke leher dan berhenti di telinga.

"Stop!"

Raline memprotes, sekuat tenaga dia menahan rasa geli.

"Why?" Ucap Reyn tepat di telinga.

"Aku ada satu permintaan sebelum ke inti permainan."

"Katakan." Ucap Reyn lagi dengan desahan.

"Kita hanya melakukan satu kali, setelah semua selesai mari saling menjauh dan anggap tidak saling mengenal."

Reyn menjauhkan tubuh, "Syarat macam apa ini! Disini aku yang mengaturnya Raline."

"Jika kau tidak mau terserah, aku tidak memaksa."

Reyn menyeringai, "Jadi seperti ini cara kerjanya? Oke. Aku juga bisa kapan saja menyuruh pihak rumah sakit untuk menghentikan penanganan terhadap ayah mu."

Raline terdiam, dari sudut mata terlihat Reyn tidak main-main dengan ucapannya. Reyn lalu duduk menaruh kaki diatas meja.

Raline tidak mau kalah, dia tidak akan terprovokasi ucapan Reyn. Kedua matanya melirik arloji dimana dalam waktu lima menit ayahnya akan mulai dioperasi. Jadi kemungkinan pihak rumah sakit membatalkan tindakan sangatlah sulit.

"Silahkan saja, tapi aku tetap akan pada pilihan ku."

Dengan penuh percaya diri, Raline melangkah keluar. Namun tiba-tiba Reyn bersuara. Ditangannya sudah ada ponsel terdengar dering panggilan menggema dan tak lama terdengar suara karena Reyn sengaja mengaktifkan loud speaker.

"Hallo,"

"Saya ingin membatalkan administrasi atas nama Michael Joozher."

"Me-membatalkan? Ma-maksud anda?"

"Batalkan atau karier mu tamat!"

"E-em ba-baik tu-tuan. Saya akan melakukannya sekarang."

Raline pun menoleh mendengar suara pihak rumah sakit.

"Aku tidak pernah main-main dengan ucapan ku Raline," tekan Reyn

Dia mengambil rokok menyalakan korek lalu menghisapnya.

"Masih ada waktu dua menit untuk berfikir."

Otak Raline benar-benar blank, dia tidak bisa berfikir apa pun. Yang ada dalam otaknya adalah kemungkinan-kemungkinan pahit nyawa sang ayah tidak bisa tertolong.

TogetheRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang