Tekan tanda ⭐ dipojok kiri bawah untuk bisa melanjutkan part ini!!!
************************************
"Re-Reyn?" Lirih Raline
Tatapan mereka beradu, namun Raline segera mengalihkan pandangan. Tubuhnya bergetar, lidahnya kelu, Raline benar-benar tidak siap kembali bertemu dengan Reyn.
Apalagi dengan posisi mereka saling berdekatan membuat degub jantungnya berdetak tidak beraturan.
"Ku pikir kau hilang ke dasar bumi, nyatanya aku masih bisa menemukanmu." Ucap Reyn dengan intonasi mengejek.
Reyn menatap Raline dari ujung kaki hingga kepala, tatapan berhenti di bagian wajah. Tangannya meraih dagu mencengkeramnya kuat.
"Kenapa kau terus menunduk?"
Raline pun memberanikan diri menatap Reyn.
"Jawab dengan jujur, kenapa kau pergi?"
Karena aku mengkhawatirkan keadaan mu.
Ucapan yang hanya mampu sampai di tenggorokan. Raline benar-benar tidak bisa mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi.
"Kenapa diam!"
"Maaf saya banyak pekerjaan, jika tidak ada hal yang lebih penting, saya permisi."
"Tidak penting? Ck!"
Reyn langsung mencegah lengan saat Raline akan pergi.
"Dulu kau yang meminta agar aku tidak menjadi pecundang. Tapi kenapa sekarang berbalik huh?"
Raline melirik sekilas lengan yang dicekal oleh Reyn. Itu sangat sakit bahkan akan membiru keesokan harinya.
"Ku pikir kau berbeda dengan wanita lain, nyatanya kau sama!"
"Ya aku memang sama dengan mereka! Apa lagi yang ingin kau lakukan!"
"Jadi benar huh, kau menerima uang yang diberikan oleh mama?"
Raline terdiam masih berusaha meloloskan diri.
"Cukup! Kamu ingin tahu kenapa aku meninggalkan mu?" Ucap Raline. Dia merasa jengah harus kembali dihadapkan dengan situasi seperti ini.
"Ya."
"Lepaskan tangan ku!"
Reyn masih memegang lengan haya saja cengkeramannya sedikit mengendor.
"Reyn!" Peringatan Raline untuk kedua kali.
Reyn pun melepaskan tangannya, perlahan Raline melirik wajah yang sepertinya menunggu jawaban.
Namun bukannya menetap, Raline justru kabur. Kesempatan digunakan dengan baik saat Reyn sedikit lengah.
"Shit!" Umpatan yang tidak sengaja melihat Raline telah menipunya
Untung saja kecepatan langkah Reyn bisa menghentikan pintu. Reyn menutup dengan keras lalu menguncinya. Kunci tersebut di simpan dalam saku.
Reyn menyeringai, melangkah lebih dekat lalu mengunci pergerakan dengan memepetkan tubuh Raline ke tembok. Bunyi benturan tangan nyaris membuat Raline kaget.
"Aku tanya sekali lagi, kenapa kau pergi disaat aku dalam keadaan kritis!"
Raline masih bungkam, berbicara pun percuma karena tidak akan ada yang percaya.
"Jawab!" Suaranya meninggi.
Semakin Raline bungkam semakin Reyn naik pitam. Habis sudah kesabarannya. Raline pun digeret paksa hingga tubuhnya jatuh di sofa.
KAMU SEDANG MEMBACA
TogetheR
Teen FictionRaline Joozher seorang anak yang lahir dari kesalahan kedua orang tua membuat masa depannya terbebani. ia harus tinggal di lingkaran keluarga berada dengan bekal pengalam minimum. hingga suatu ketika bertemu pangeran berwatak iblis yang mengubah se...