Tekan tanda ⭐ dipojok kiri bawah untuk bisa melanjutkan part ini!!
************************************
Selesai makan siang, Raline dan Reyn memilih berjalan kaki menuju sekolah. Menolak ajakan Dave yang ingin mengantar mereka kembali ke rumah.
Mereka berdua berjalan bergandeng tangan sambil bernyanyi lagu favorit masing-masing. Terkadang keduanya berlari adu kecepatan untuk bisa sampai di sekolah.
"Oke oke aku nyerah." Ucap Reyn melambaikan tangan mencondongkan tubuh mengatur nafas.
Tangannya memegang dada yang tiba-tiba nyeri setelah berlari cukup jauh.
Reyn memilih duduk di kursi baja di pinggiran kota, mengambil sisa botol air yang ia beli di jalan.
"Huh payah kau Reyn." Ejek Raline dengan suara kerasnya.
Gadis itu berbalik menyusul Reyn yang duduk mengadahkan kepala sambil memegang dada. Ia mengambil botol yang ada di sebelah meneguk setengah dari isinya.
"Masih kuat tidak? Atau perlu ku gendong?" Raline terkekeh meletakan kembali botol di sebelah Reyn.
Mendengar nada ejekan membuat Reyn merasa tertantang. Ia kembali berdiri merenggangkan tangan berpura-pura tidak merasa kelelahan.
"Let's go."
Pria itu lebih dulu berlari meninggalkan Raline yang masih duduk dengan wajah jengkel.
Raline berfikir jika Reyn benar-benar merasa kelelahan setelah berlarian ternyata pria itu hanya sedang mengerjainya.
Raline menyusul dengan berlari cepat, untung saja kemampuannya tidak diragukan. Reyn tersalip dan posisinya saat ini di belakang masih memegang dada.
"Lihat saja, aku bisa mengimbangi kemampuan berlari mu." Teriak Reyn dengan suara ngos-ngosan.
"Yes. Aku lah pemenangnya.".
Raline mengangkat botol minum sebagai tanda kemenangan. Dia mengacungkan ibu jari terbalik dan menjulurkan lidah sebagai tanda ejekan.
"Ish!" Reyn yang merasa tidak terima langsung merangkul dan membekap menggunakan tangan berototnya.
Raline berteriak merasa pengap karena seluruh wajah berada di ketiak, tetapi hal aneh tiba-tiba di rasakannya saat menghirup aroma maskulin.
Parfum Reyn benar-benar bisa membius seluruh sensor kerja sarafnya.
"Unhgggg." Raline menghirup oksigen sebanyak-banyaknya mengibaskan wajah setelah berhasil keluar dari ketiak.
Keduanya duduk di bangku yang letaknya berada di depan lobi sekolah. Kepalanya sama-sama menengadah merenggangkan kedua kaki masing-masing.
Hening... Hanya suara nafas saling berlomba mendapatkan kadar oksigen.
Mereka berdua sibuk menikmati udara serta cerahnya awan pada sore hari.
"Jadi ke toko buku?"
Reyn bertanya masih dengan posisi semula sedang Raline sudah duduk dengan nyaman.
Dia melirik arlojinya yang sudah menunjuk diangka empat. Jika mereka pergi ke toko buku kemungkinan akan kembali malam hari dan tidak memiliki waktu istirahat sebelum berangkat kerja.
"Besok aja, sebaiknya kita pulang."
Reyn mengubah posisinya menatap seseorang di samping.
"Oke. Bagaimana kalau kita balapan lagi? Yang menang harus traktir."
"Apa! Terus yang kalah ngapain?"
"Menggendong yang menang. Deal?"
Raline ragu, matanya melirik tubuh Reyn yang lebih besar darinya. Raline tidak mungkin menggendong bayi gorila sebesar ini, pikirnya dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
TogetheR
Teen FictionRaline Joozher seorang anak yang lahir dari kesalahan kedua orang tua membuat masa depannya terbebani. ia harus tinggal di lingkaran keluarga berada dengan bekal pengalam minimum. hingga suatu ketika bertemu pangeran berwatak iblis yang mengubah se...