BAB 16

982 72 18
                                        

JANGAN LUPA KLIK VOTENYA.

Bagas terus menarik tangan Nala hingga mereka keluar dari restaurant. Bodohnya seperti sedang terhipnotis Nala tetap saja mengikuti kemana Bagas membawanya pergi. Padahal selama ini ia sudah menekankan pada dirinya kalau ia tidak akan lagi terlena dengan laki-laki yang pernah menolak lamarannya waktu itu. Namun seperti sedang menjilat ludahnya sendiri Nala malah tanpa adanya penolakan ia berjalan dengan secara sadar mengikuti kemana Bagas membawanya. Sampai lah di sebuah taman kecil yang ada di sebelah restaurant. Langkah kaki mereka terhenti disana, cahaya remang-remang yang terpancar dari lampu taman membuat suasana menjadi semakin romantis saja.

Setelah langkah kaki mereka terhenti keheningan melanda. Tidak ada sepatah dua patah kata terucap dari bibirnya Bagas. Hal itu membuat Nala mengerutkan keningnya karena bingung.

"Jadi buat apa drama tadi kalau ujung-ujungnya diem doang begini.." gumam Nala di dalam hatinya.
Bagas masih saja diam dan terus bersikap salah tingkah.

"Maaf ya kak.. Nala harus ke papa.." ujar Nala sambil berbalik arah.

"Eh.. tunggu dulu Nal.." ujar Bagas mencegah Nala pergi.

Nala menghentikan niatnya untuk meninggalkan Bagas. Ia pun berbalik arah menghadap Bagas lagi dengan tatapan sedikit kesal.

"Sebenernya kakak mau apa?" Tanya Nala yang mulai kesal.

"Aku... emmm.. aku..." jawab Bagas terbata-bata.

"Aku.. aku.. aku.. dari tadi cuma jawab aku mulu.. kalo memang gak ada yang mau di bahas.. udah ya kak.. aku mau ke papa.. permisi.." ujar Nala segera pergi meninggalkam Nala.

"Eeehhhhh... Nala..." teriak Bagas juga sontak berlari mengejar Nala dan menarik tangannya Nala.

"Sebentar Nala.. kakak mau ngomong sesuatu.." ujar Bagas.

"Lepaskan tangan putri saya..." ujar Pak Revan dengan suara baritonnya.

Nyali Bagas langsung ciut sesaat mendengar suara yang sangat ia kenali itu. Suara bariton dari seorang rektor dimana ia kuliah dulu.

"Mampus gue.." gumam Bagas panik di dalam hatinya.

Pak Revan langsung berjalan mendekati putrinya dan menarik tangannya Nala dari genggaman Bagas.

"Kamu ini ya kenapa tidak punya etika sama sekali.. bisa-bisanya kamu menculik putri saya di hadapan saya papanya.. kamu fikir putri saya tidak punya harga diri? Kalau kamu tidak mau di jodohkan dengan gadis siapa itu saya tidak perduli.. tolong jangan jadikan putri saya tameng untuk kamu.. mengerti!!" Ujar pak Revan ngedumel hebat karena melihat dengan mata kepalanya sendiri putrinya di tarik paksa oleh anak dari laki-laki yang selalu ia anggap rivalnya.

"Maaf.. maaf pak Revan.. maafkan putra saya.." ujar Dewa yang tidak enak hati. Dewa langsung menyenggol lengan putranya agar langsung meminta maaf kepada pria paruh baya yang energinya masih seperti anak muda itu.

"Iya oom.. maaf oom.. saya tidak bermaksud seperti itu oom.." ujar Bagas panik.

Nala cukup syok melihat papanya yang marah-marah namun Nala berfikir papanya terlalu berlebihan jika mengartikan kejadian tadi adalah sebuah penculikan.

"Pah.. uda dong.. jangan marah-marah.. lagian semua gak seperti apa yang papa bayangkan.. Nala gak di culik pah.. gak mungkin juga kak Bagas culik aku.. buat apa sih.. gak mungkin kan pah.. udah ayok kita pulang aja.." ujar Nala sambil menarik lengan papanya.

"Kamu bilang gak mungkin sayang? Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini.. kamu itu putri satu-satunya papa, kalau kamu gak bisa mengerti papa bersikap begini.. harus papa jelasin seperti apa lagi Nala.." ujar Pak Revan.

RUN ON YOU [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang