DEMIAN WIJAKSA

0 0 0
                                    

Lelaki itu terdiam berdiri di depan sebuah pintu ruangan besar nan megah, Berdirinya disini untuk meyakinkan dirinya untuk apa yang akan di hadapinya nanti. Di dalam sana ada Ayahnya, Lelaki tegas, Gengsi setinggi langit.

Dia membuka pintu besar tersebut, Melangkah dengan langkah lebarnya menuju meja kerja Ayahnya.

Juandra mendudukkan dirinya di salah satu sofa yang berada di dekat meja kerja Ayahnya, Ia menatap Ayahnya dan bertanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Juandra mendudukkan dirinya di salah satu sofa yang berada di dekat meja kerja Ayahnya, Ia menatap Ayahnya dan bertanya. "Kenapa Juandra diminta kesini?" Tanya Juandra sembari menatap sang Ayah.

Demian Wijaksa, Lelaki berkepala tiga itu mengangkat pandangannya dan menatap putra tertuanya. "Adikmu mana?" Lagi, Pertanyaan yang selalu Demian tanyakan jika Juandra berjumpa dengannya.

"Juan telepon nih--" Wajah Demian seketika berubah panik, Belum siap berbincang secara baik baik bersama anak bontotnya.

"Eh jangan - jangan! Kamu ini ya! Suka sekali buat Ayah panik, Jangan di telepon. Ayah bingung mau ngomong apa nanti sama itu bocil." Cemooh Ayah Demian, Begitu bawel Ayah Juandra ini, Sedangkan Juandra sendiri pendiam. Kedua orang tuanya cerewet, Adiknya pun sama halnya.

"Dih, cemen." Ejek Juandra, Kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku celana.

"Adikmu masih kamu jagain baik baik kan? Awas kalau sampai luka bontotnya Ayah!" Demian memperingati, Menunjuk Juandra dengan penuh ancaman.

"Gak akan kenapa - kenapa kalau sama Juan." Balas Juandra.

Ayahnya mendelik. "Ayah gak yakin ah! Nanti Ayah sewa bodyguard lagi buat jagain kalian berdua, Takut di culik nanti." Ucap Demian.

"Yah, Juandra sama Jiandra udah gede, Bisa jaga diri sendiri. Gak perlu pakai segala bodyguard gak jelas gitu, Adanya mereka juga gak menjamin 100% keamanan Juandra sama Jiandra kan?" Juandra berdiri dari duduknya, Kini ia berdiri tepat di depan meja kerja Ayahnya.

"Kamu bawel." Demian membalas, Setelahnya berdehem.

"Dengar Ayah ya, Bundamu dulu menitipkan Kalian sama Ayah jikalau suatu saat bunda pergi untuk selamanya dari dunia, Bunda gak mau sampai anak anaknya yang dia jaga sedari kecil terluka dan kenapa - kenapa, Ayah kayak gini juga mengkhawatirkan kalian, Nak." Demian berucap Serius, Menatap Juandra yang kini juga menatapnya dengan tatapan yang sulit Demian Artikan.

"Walaupun iya, Ayah sama bundamu berpisah karena kita berdua sudah merasa tidak cocok, Tapi Ayah sadar setelah bunda benar - benar pergi untuk selamanya dan ninggalin anak anaknya, Ayah sadar, Diwaktu itu Ayah hanya stress dan digilakan oleh perkerjaan, Hingga rasa bosan dengan bundamu kian muncul semakin hari semakin bertambah, Setelah kepergian bunda, Ayah menyesal. Itu semua hanya rasa bosan sementara yang tiba tiba muncul."

"Jadi sekarang, Ayah mau nepatin satu satunya hal yang bunda titipkan sama Ayah, Yaitu jaga dan urus anak anaknya," Demian menarik nafas panjang lalu menghembuskannya, Rasa sesak penuh penyesalan itu tiba tiba muncul lagi membuatnya kesulitan untuk bernafas.

NARIEL [ENDING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang