"An, makan dulu yuk. Udah siang nih, udahan dulu kerjanya." Kak Mel masuk keruangan di mana aku sedang sibuk menyelesaikan rancangan busana terakhirku. Ruangan di mana terdapat beragam manekin yang mengenakan busana hasil rancanganku beberapa bulan ini.
Busana yang akan kuikutkan dalam lomba perancang muda berbakat Indonesia.
"Hujannya awet, banjir di mana-mana. Yang ke arah rumah kamu juga banjir! Udah, malam ini. Nginap aja di sini. Banyak kamar kosong. Gak akan ada kendaraan yang mau ambil resiko nerjang banjir begitu!"
Aku melihat keluar jendela, hujan turun lagi ternyata. Kak Mel mengeluarkan dua box makanan yang ia bawa. Dari kardusnya aku tahu, itu pecel pincuk madiun.
"Ayo, makan." Kak Mel memberikan satu box padaku, aku ikut duduk di depannya. Menerima box makanan itu. Saat kubuka kotaknya, ada seporsi nasi lengkap dengan pecel, sambel tumpang, rempeyek udang rebon dan empal daging dua potong.
"Michael mana, kak?"
"Di kamarnya. Paling main game."
"Kok gak ikutan kita makan?"
"Mana doyan dia sayuran begini. Anak itu kan gak doyan sayur. Tadi udah makan di KFC. Susah banget deh nyuruh dia makan sayur."
Aku mulai menyuap makananku, meski tidak berselera. Tapi demi menghargai Kak Mel, aku makan juga. Sambil mendengarkan ceritanya soal perjalanan dia tadi pulang dari gereja. Terjebak banjir dan hujan lebat.
"Apa cuma perasaanku aja, atau kamu memang tambah kurus, An? Gak selera makan, ya?" Pembicaraan Kak Mel kini malah melenceng keberat badanku. Ia menatapku prihatin. " Yah..sebenarnya wajar buat orang yang baru patah hati kayak kamu. Waktu kakak habis bercerai, berat kakak sampai turun sepuluh kilo!"
"Tapi kakak mohon sama kamu, jangan sampai masalah ini membuat kamu terpuruk. Kompetisi perancang muda berbakat Indonesia hanya tinggal hitungan hari. Kamu tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan ini."
"Kak Mel jangan khawatir, rancangan An sudah hampir seratus persen siap. Bukankah bekerja itu obat yang ampuh untuk orang yang sedang patah hati?"
"Apa kamu mau cerita?"
"Cerita apa? Kak Mel sudah tahu semuanya. Apalagi yang harus diceritakan?"
Kak Mel menghela napas panjang. "Aku tidak sangka Theo bisa sebodoh itu. Tapi beruntungnya kalian belum terikat pernikahan. Andai Liana datang setelah kalian menikah, aku tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya."
Aku terpekur mendengar kata-kata Kak Mel. Beruntung? Ya mungkin aku cukup beruntung. Setidaknya aku dan Theo belum menikah. Andai ia berselingkuh dengan Liana saat kami berdua telah berada dalam ikatan pernikahan. Mungkin aku akan benar-benar hancur.
Tapi meski begitu, kenapa hatiku masih merasakan sakit? Apakah ada perbedaannya sakitnya diselingkuhi saat kita belum menikah dan sudah menikah? Bukankah keduanya sama-sama sakit?
"Aku selalu berharap kamu gak akan pernah mengalami apa yang sudah aku alami. Dikhianati orang yang kita cintai itu menyakitkan, An. Terutama saat kita sudah menaruh kepercayaan dan harapan yang teramat besar padanya.
"Saat kamu tertawa bersama Theo, aku pikir ia akan menjadi pria yang akan membuatmu bahagia. Yang akan selalu menghiasi senyum di bibirmu. Karena semenjak lama, sejak ibumu meninggal kau jarang tersenyum. Tapi semenjak mengenal Theo, kamu terlihat begitu bahagia, begitu hidup.."
"Tapi siapa yang menyangka..hati manusia memang tidak bisa diduga. Akhirnya, apa yang aku takutkan terjadi juga."
Kak Mel lagi-lagi menghela napas panjang. Seakan ia bisa merasakan apa yang aku rasakan. Tapi bukankah memang begitu? Ia sudah pernah mengalami apa yang aku alami. Bahkan jauh lebih parah. Suaminya selingkuh dengan sekretarisnya sendiri, sampai hamil.
Kasus perceraian mereka bahkan sampai masuk infotainment. Aku ingat bagaimana banyaknya wartawan yang mengepung kediaman Kak Mel. Ingin mengetahui berita yang sebenarnya dari yang bersangkutan. Maklum, Kak Mel desainer terkenal dan mantan suami bajingannya pengusaha ternama. Tidak heran kalau wartawan sampai kepo.
Aku ingat waktu itu, Kak Mel sempat stress. Gak bisa tidur, tidak mau makan dan kondisinya kacau. Aku yang menghandle semuanya. Pesanan customer, handle karyawan, keuangan butik. Karena Kak Mel tidak bisa melakukan semuanya sendiri.
Mungkin beginilah hidup. Saat kau dan pasanganmu tidak diberi kecukupan materi, pertengkaran akan terjadi setiap hari karena masalah ekonomi. Yang terkadang berujung perpisahan juga. Dan bila kau dan pasanganmu diberi kelimpahan materi, maka kesetiaan akan menjadi ujiannya. Adanya orang ketiga yang menciptakan perselingkuhan dan berujung perceraian.
Ah, kenapa hidup begitu rumit? Ataukah memang pada dasarnya manusia yang tidak pernah puas?
"Pokoknya mulai sekarang, kamu harus fokus untuk lomba, An. Jangan pikirkan apa-apa lagi. Kamu harus menang dan jadi juara satu!"
"Kak An gak keberatan kalau nanti aku menang, pergi ke Paris dan punya brand sendiri? Gak takut kita bakal saingan?"
"Ngaco deh ngomongnya. Ya nggaklah, kakak malah senang. Kamu itu berbakat, An. Kamu juga masih muda. Baru dua puluh empat tahun tapi rancangannya sudah keren-keren begini. Kakak yakin, suatu hari nanti kamu bakal sukses. Kamu punya mimpi buat go internasional kan? Kakak yakin, kamu pasti bisa mewujudkan mimpi kamu itu."
"Kak Mel, terima kasih ya. Terima kasih untuk semua dukungannya, terima kasih sudah memberiku kesempatan besar sampai sejauh ini. Kalau dulu aku tidak bertemu Kak Mel, mungkin aku tidak akan pernah mendesain pakaian. Tidak akan pernah nyemplung ke dunia mode kayak gini. Aku beruntung bertemu orang sebaik Kak Mel."
"Itu semua karena bakat luar biasa yang kamu miliki, An. Bukan hanya karena aku."
"Tapi Kak Mel yang sudah ngasih aku kesempatan. Terima kasih, karena sudah menguatkan aku bahkan dalam kondisi rapuh seperti ini. Aku gak akan melupakan kebaikan Kak Mel."
"Kamu juga sudah banyak membantu aku saat aku sedang terpuruk karena perceraianku dulu, An. Dan sekarang, giliran kakak yang menguatkan kamu. Itu gunanya sahabat kan?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Love Is Blue (END)
Fiksi UmumDua tahun lamanya Anjani bertunangan dengan Theo. Meski ada perbedaan jurang yang sangat besar dalam status sosial mereka, tapi Anjani berusaha menutup mata dan telinganya atas segala cemooh yang datang dari orang-orang disekelilingnya. Dari keluarg...