Seumur hidup, aku belum pernah menonton pertandingan sepak bola secara live di stadion. Di televisi saja tidak pernah, apalagi di stadion sepak bola asli sebesar San siro.
Kalau di GBK sih pernah, itu juga cuma di luarnya. Waktu diajak Kak Mel lari sore di sana. Bertiga dengan Michael sambil jalan-jalan.
Larinya cuma satu putaran, sisanya buat ngobrol sama cuci mata. Pulangnya malah mampir makan pizza. Gagalah acara lari sore yang inginnya bakar kalori.
Dan sekarang, saat aku mendapatkan tiket gratis yang dikirim markas besar AC Milan atas nama Lessandro, untuk menyaksikan pertandingan fase grup. Aku cuma menatap tiket di tanganku sambil bengong.
Itu tiket VIP. Nontonnya saja di tribun terpisah. Pertandingan fase grup hari pertama. AC Milan versus Sporting Lisbon. Pertandingannya akan berlangsung di stadion San siro, Milan.
"Wah..tiket sepak bola pertandingan AC Milan!" Seru Paulina, yang entah datang darimana langsung merebut tiket di tanganku. "Anjani, kok kamu bisa dapet tiket pertandingan AC Milan? Aku aja gak dapet! Ih, kamu kok jahat sih. Punya tiket pertandingan gak bilang-bilang!"
"Itu dikasih.."
"Hah? Dikasih siapa?"
"Orang tersayangnya Anjani." Tiba-tiba Miuccia muncul dan langsung merebut tiket dari tangan Paulina. Dikembalikannya tiket itu padaku. "Jangan sok mau tahu jadi orang! Ini tiket special, bisa ngamuk pangerannya kalau tiket ini kamu ambil!"
"Siapa orang tersayangnya Anjani? Sampai bisa ngasih tiket pertandingan sepak bola kelas VIP?"
"Kan aku bilang jangan suka mau tahu urusan orang, gak paham ya? Hush, hush, udah sana." Miuccia dengan seenaknya menggebah pergi Paulina, yang berlalu dengan wajah dongkol. Aku cuma senyum geli dalam hati. Miuccia memang suka galak juga kalau ada orang yang suka kepo, padahal sendirinya juga kepo. Tapi gak nyadar dia.
"Kita pergi bareng nanti pas pertandingan." Miuccia mengeluarkan tiket yang sama denganku sambil senyum lebar. "Lihat, aku gak perlu merampok tiketmu buat lihat AC Milan bertanding. Pablo juga memberikannya padaku. Ternyata diam-diam, dia sudah mengakui aku sebagai pacarnya."
"Aku belum setuju mau nonton kok. Kok kamu sudah ngajakin bareng?"
"Pokoknya kamu harus dateng nonton, An. Lessandro sudah wanti-wanti sama aku! Bisa marah besar dia kalau kamu gak dateng!"
"Memang ada bedanya aku dateng nonton apa nggak? Aku aja gak ngerti soal sepak bola."
"Gak perlu ngerti kalau cuma buat nonton. Kamu dateng kan bukan buat nonton jalannya pertandingan. Tapi buat kasih semangat sama Lessandro," ucap Miuccia seenaknya. "Untungnya kamu punya aku. Signorina Miuccia Borselinno. Si ahli sepak bola dan pria tampan."
Apa sih hubungannya sepak bola dan pria tampan? Menurutku gak ada. Tapi Miuccia bersikeras ada. Karena menurutnya, olah raga di dunia ini yang banyak pria tampannya ya sepak bola. Bukan cuma tampan, tapi mereka juga seksi dan terkenal.
Dan sebagai ahli dari keduanya, Miuccia tidak keberatan memberi pelajaran singkat padaku.
Jadi di piala champion ini diikuti tiga puluh dua klub sepak bola paling bergengsi di Eropa. Dan mereka dibagi lagi menjadi delapan grup. Satu grup terdiri dari empat tim.
AC Milan masuk di grup B. Bersama Sporting Lisbon dari Portugal, Borrusia Dortmund dari
Jerman dan Ajax Amsterdam dari Belanda.Setiap klub akan memainkan satu laga kandang dan satu laga lawan masing-masing klub. Klub yang memenangkan satu pertandingan mendapatkan tiga poin, seri satu poin dan kalah nol poin.
Setelah menang di fase grup, mereka akan masuk enam belas besar. Atau fase knock out. Lalu akan ada perempat final, semi final dan final.
Masih banyak yang dijelaskan Miuccia soal sepak bola dan peraturan pertandingan di liga champion ini. Sayang kepalaku keburu pusing. Tidak bisa menyerap semua keterangan yang diberikan Miuccia.
Bagiku yang perlu aku tahu cuma satu: siapa saja tim yang menciptakan gol paling banyak, itulah juaranya. Simple kan?
*********
Aku menyaksikan lautan manusia yang datang ke stadion San siro untuk menyaksikan laga perdana AC Milan versus Sporting Lisbon.
Stadion yang mampu menampung delapan puluh ribu penonton ini, sudah dipadati ribuan orang. Yang terlihat semangat sekali ingin menonton tim kesayangan mereka bertanding.
Suasananya begitu meriah, ramai dan penuh semangat. Meski banyak penonton yang mengenakan jersey hijau putih, khas warna jersey Sporting Lisbon. Tapi yang mendominasi tetap warna merah hitam. Warna khas jersey AC Milan.
Berdiri di sebelahku Miuccia. Terlihat begitu seksi dengan jersey AC Milan yang ia kenakan, yang sengaja ia beli dua nomor lebih kecil dari ukurannya. Hingga jersey itu terlihat ketat dan seksi di tubuhnya. Menampilkan lekuk tubuhnya yang aduhai. Di hidungnya bertengger kaca mata hitam seharga tiga ribu euro merek Monelo.
Miuccia memang cantik dan seksi. Tinggi dan berat tubuhnya serasi. Berbeda denganku. Tinggi saja tidak sampai seratus enam puluh, kurang dua senti. Tidak seksi, terlalu kurus.
Aku juga mengenakan jerseynya AC Milan. Atas paksaan Miuccia tentu saja. Tapi aku menolak menggambar pipiku dengan bendera Italia dan AC Milan, seperti yang dilakukan Miuccia. Cukup memakai jerseynya saja.
Rambut panjangku dikuncir kuda. Memakai kaca mata hitam juga seperti Miuccia. Gunanya untuk menghalau terik matahari.
Kami duduk di tribun yang tidak terlalu jauh dari lapangan. Bisa melihat dengan jelas tanpa terhalang para penonton lain. Kursinya pun lebih empuk. Dan di sekelilingku para wanita cantik dan seksi yang tidak kalah dari Miuccia. Apa hari ini panennya gadis-gadis cantik?
"Mereka para WAGS," bisik Miuccia saat dilihatnya aku mengedarkan pandangan kearah kursi penonton lain. Tidak ada pria di sini. Keren juga, batinku.
Tentu saja aku tahu apa itu WAGS, berkat kursus singkat dari Miuccia. Tapi tidak mengerti kenapa Lessandro menempatkanku di tempat para WAGS berada? Mana mereka cantik-cantik lagi. Duh, mindernya.
"Gak usah minder, kamu sendiri cantik. Cuma kurang tinggi aja." Kata Miuccia seenaknya. "Tapi gak masalah, tipe Lessandro mungkin yang mungil kayak kamu."
"Pernah ditimpuk sepatu? Mau nyoba sekarang?" tanyaku pura-pura pasang tampang galak. "Enak aja ngatain orang pendek, kalian yang keterlaluan tingginya!"
"Makanya rajin minum susu, biar tinggi. Eh, tapi gak ngaruh sih kalau di ranjang. Bukan tinggi badan kalian yang berpengaruh, tapi nafsu yang bicara."
Ingin rasanya menyumpal mulut Miuccia pakai sepatu, kalau saja saat itu tidak ada keriuhan yang menandakan kedua tim sudah memasuki lapangan. Dan otomatis, semua perhatian penonton tertuju ke lapangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Is Blue (END)
Fiction généraleDua tahun lamanya Anjani bertunangan dengan Theo. Meski ada perbedaan jurang yang sangat besar dalam status sosial mereka, tapi Anjani berusaha menutup mata dan telinganya atas segala cemooh yang datang dari orang-orang disekelilingnya. Dari keluarg...