Restoran yang dipilih Lessandro adalah restoran kelas atas yang harga semua menunya selangit.
Meskipun begitu, herannya yang mau makan di restoran ini rela antri dalam daftar tunggu yang bahkan bisa berminggu-minggu bahkan hitungan bulan.
Karena itu cukup mencengangkan Lessandro bisa memesan meja di restoran ini, tanpa ada kesulitan. Apa yang sudah ia lakukan?
Tapi saat kutanya ia cuma tersenyum sambil berkata itu adalah rahasia. Menyebalkan sekali jawabannya.
"Sekarang, usiaku sudah dua puluh dua tahun. Hanya berbeda dua tahun darimu. Jadi tidak ada alasan lagi kamu menolakku gara-gara perbedaan usia."
"Tapi beberapa bulan lagi aku juga berulang tahun, yang kedua puluh lima. Itu artinya usia kita tetap berbeda tiga tahun kan?"
"Aku capek kalau perbedaan umur yang kamu jadikan alasan untuk menolakku." Lessandro bertopang dagu menatapku. " Itu alasan yang terlalu dicari-cari menurutku."
"Lessandro, kamu tahu persis alasan apa aku menolakmu." kataku sambil membolak balik buku menu yang semuanya tertulis dalam bahasa Prancis. Kenapa dia tidak ikut melihat buku menu? Apa dia tidak berniat memesan?
"Karena kamu belum bisa melupakan si bastardo itu?"
"Bukan. Tapi karena aku tidak mau terluka lagi. Aku ingin mencari pria yang benar-benar serius ingin menjalin hubungan denganku. Bukan sekedar iseng. Tapi seseorang yang tidak akan pernah menganggap aku sebagai selingan dalam hidupnya. Yang setelah dia bosan, maka bisa dibuang begitu saja."
"Kamu pikir aku hanya menjadikanmu sebagai selingan dalam hidupku?"
"Aku tidak tahu. Cuma hati kamu yang tahu, apa yang sebenarnya kamu inginkan dariku."
"Tapi hatiku bilang bahwa ia menginginkanmu. Bukan sekedar selingan, bukan sekedar iseng." Lessandro meraih tanganku dan menggenggam tanganku erat. Aku berusaha menarik tanganku kembali tapi genggamannya begitu kencang.
"Tesoro, saat pertama kali melihatmu, aku sudah tertarik padamu. Tahukah kamu, setiap melihatmu. Bukan hanya sosok seorang perempuan cantik yang kulihat? Tapi sosokmu, membuat ku merindukan seorang istri..."
Aku menatapnya tidak mengerti. Apa yang dibicarakan Lessandro? Sosok diriku, membuatnya merindukan seorang istri? Seriusan dia ngomong begitu?
"Hallo, Anjani. Daritadi aku memperhatikanmu, kupikir itu bukan kamu. Mau negur takut salah, ternyata memang benar kamu."
Tiba-tiba sebuah suara yang sudah lama tidak pernah kudengar kembali terdengar menyapa gendang telingaku. Menginterupsi pembicaraanku dengan Lessandro.
Kepalaku cepat menoleh, terlalu cepat malah hingga akhirnya aku membeku melihat sosok yang kini berdiri di belakangku.
Theo!
Pria yang baru saja menyapaku itu Theo! Kejutan apalagi ini?
***********
Ada terlalu banyak kejutan yang kuterima hari ini. Pertama kedatangan Lessandro yang secara mendadak ke hotel tempatku menginap. Yang segera membawaku pergi ke restoran termahal di Paris dengan alasan merayakan ulang tahunnya.
Dan yang kedua, pertemuanku yang tiba-tiba dengan Theo! Pertemuan yang tidak pernah aku inginkan dalam hidupku.
Diantara jutaan tempat di dunia, dengan banyaknya negara di bumi ini. Kenapa aku harus bertemu Theo di tempat ini? Di kota ini? Dan di sebuah restoran yang akan menjadi tempat terakhir dalam pikiranku, tempat yang secara kebetulan aku bertemu Theo!
Ini mustahil! Pikirku melirik Theo yang masih berdiri di hadapanku. Di dekat meja kami, menatapku dalam tanpa peduli dengan pandangan mata Lessandro yang jelas-jelas tidak suka melihatnya!
Jika ini Jakarta, dan aku secara kebetulan bertemu Theo. Mungkin aku tidak akan sekaget ini. Tapi ini Paris, yang jaraknya ribuan mil dari Jakarta. Bagaimana mungkin kami bisa kebetulan bertemu di sini? Ini sangat-sangat mustahil!
"Hei, Bung. Bisa tidak kau melihat gadisku biasa saja? Kau sudah terlalu lama melihatnya. Itu tidak sopan, kau tahu?"
"Gadismu?" Theo melihat tanganku yang masih erat digenggam Lessandro. Belum dilepaskan. Dan sepertinya kehadiran Theo malah membuat Lessandro makin enggan untuk melepaskan genggaman tanganku. Alis Theo nampak mengernyit. "Maaf, aku hanya gembira karena bertemu teman lama di kota yang asing ini. Aku tidak bermaksud mengganggu kalian. Maafkan aku."
Sejenak, aku tertegun melihat kesopanan Theo. Apa ini benar Theo? Jadi benar kami cuma secara kebetulan saja bertemu di sini? Kalau begitu sepertinya kecurigaanku sama sekali tidak beralasan.
"Maaf aku mengganggu kalian. Kalau begitu aku akan pergi dulu. Anjani, senang bertemu denganmu." Theo mengangguk sopan lalu segera pergi dari situ.
Dari awal kedatangannya sampai kepergiannya, aku tidak bersuara sedikitpun. Aku hanya diam. Selain karena terlampau kaget dengan kejutan yang aku terima, juga karena aku sibuk dengan pikiranku sendiri dan segala kecurigaanku.
Tapi sepertinya aku yang mungkin terlampau curiga. Terlampau berburuk sangka. Buktinya Theo pergi begitu saja setelah menyapa dengan sopan. Tanpa berbuat apa-apa. Sikapnya memang mencerminkan sikap seseorang yang baru saja bertemu kenalan lama di tempat asing.
Tanpa sadar aku menarik napas lega.
"Merasa lebih baik?"
"Eh?"
"Sekarang..kamu mau cerita siapa pria itu? Apa dia si bastardo yang sulit kamu lupakan itu? Pria yang sudah melukai hatimu begitu dalam?"
Bagaimana Lessandro tahu kalau itu adalah Theo?
"Tubuhmu membeku saat melihatnya untuk pertama kali. Wajahmu pucat, dan kamu tidak bisa menyembunyikan rasa legamu setelah dia pergi. Jadi benar dugaanku, dia itu si bastardo?"
*************
Sayangku, maaf ya untuk beberapa hari ke depan kayaknya saya gak bisa update dulu. Karena bocil saya sedang SAS. Nanti begitu selesai Insha Allah bakal saya update banyak chapter, mungkin sampai cerita ini tamat. He..he.. bercanda😁.
Tapi beberapa hari ini saya break dulu ya sampai si bocil selesai ulangan.
Terima kasih Bestie untuk pengertiannya.
Salam sayang,
Eykabinaya
Jakarta, 28 november 2022

KAMU SEDANG MEMBACA
Love Is Blue (END)
Ficción GeneralDua tahun lamanya Anjani bertunangan dengan Theo. Meski ada perbedaan jurang yang sangat besar dalam status sosial mereka, tapi Anjani berusaha menutup mata dan telinganya atas segala cemooh yang datang dari orang-orang disekelilingnya. Dari keluarg...