Bab 16

9.5K 795 8
                                        

Aku? Merancang jas untuk semua pemain Ac Milan? Aku ternganga tidak percaya. Ini seperti mimpi di dalam mimpi.

Ac Milan itu klub sepak bola terkenal! Tidak main-main ketenarannya. Dan ditaburi pemain bintang. Sedangkan aku? Aku hanya desainer baru yang bahkan baru enam bulan bergabung dengan brand dunia sekelas Monelo!

Bagaimana bisa, Simoneta justru mempercayakan rancangan jas yang akan dikenakan semua pemain Ac Milan itu padaku? Ia tidak sedang bercanda kan?

"Monelo sudah memutuskan, ini akan menjadi publikasi yang sangat penting bagi brand kita. Bayangkan, para pemain Ac Milan yang tampan-tampan dan berkharisma, dalam konferensi pers mereka. Akan mengenakan jas hasil rancangan Anjani dari rumah mode Monelo. FANTASTICO!"

"KYAA..!!!"

Oke, aku benar-benar kaget dan nyaris tuli mendengar teriakan histeris Miuccia dan Paulina! Semoga Tuhan masih menyanyangiku agar jantungku aman di tempatnya. Tapi lagi-lagi aku tercengang melihat ekspresi Franscesco yang mirip pemain opera dalam lakon roman.

Jangan bilang dia juga ikut lebay! Apa mereka berempat tidak pernah dengar istilah jaga image? Tapi sepertinya tidak, ekspresi wajah mereka seperti sedang membayangkan wajah-wajah tampan pemain Ac Milan. Fix, mereka memang penggemar sejati Ac Milan!

"Sono innamorato dei rossoneri!" Seru Franscesco dengan mata berkaca-kaca, yang sukses membuatku ternganga. Serius, kepala desainer Monelo yang biasanya begitu berwibawa bisa meneriakan kata-kata seperti itu?

Aku jatuh cinta pada rossoneri? Yap, benar. Rossoneri adalah julukan untuk Ac Milan. Sesuai dengan warna seragam tim mereka, merah hitam.

"Ehmm...signora Simoneta..anu..aku.."

"Aku akan mendampingi Anjani bertandang ke markas besar Ac Milan. Untuk mengukur semua pemain." Simoneta sepertinya tidak mendengar kata-kataku atau melihat ekspresi wajahku yang sedang bersusah payah ingin menolak tugas seberat ini. Ia sedang tenggelam dalam euforia kebahagiaan karena berhasil menjadikan Ac Milan sebagai klub ambasador Monelo!

"Tidak, tidak bisa. Itu tugasku, Simoneta! Aku yang akan mendampingi Anjani. Aku kepala desainer di sini."

"Tapi aku Bossnya dan pemilik dari Monelo!"

"Hah! Kau mau mengancamku dengan kekuasaanmu? Aku tidak takut! Pokoknya aku yang akan mendampingi Anjani ke markas besar rossoneri!"

"Enak saja, kau Franscesco! Apa mentang-mentang kepala desainer, kau bisa berlaku seenaknya? Aku yang lebih berhak! Simoneta Monelo!"

"Tentu saja aku lebih berhak dari kau!"

"Aku!"

"Aku!"

Sekarang giliran aku, Miuccia dan Paulina yang menonton pertengkaran dua petinggi Monelo itu. Seperti anak kecil! Mereka bertengkar karena Ac Milan! Astaga!

Belum juga apa-apa, satu rancangan saja belum dibuat. Tapi mereka berdua sudah bertengkar. Bagaimana bila aku sudah mulai merancang? Aku tidak dapat membayangkan!

****************

Dan akhirnya, pemenang dari perdebatan itu adalah Franscesco. Pada hari H nya, Simoneta harus pergi ke New York karena cabang Monelo di sana butuh kehadirannya.

Tentu saja Franscesco sangat bahagia. Aku bisa melihat senyum tidak pernah putus dari bibirnya. Tanpa perlu usaha ia berhasil menyingkirkan Simoneta! Dan menjadi pendampingku ke markas besar Ac Milan.

Yang bahagia bukan cuma Franscesco, tapi juga Miuccia. Sebagai juru bicara dari Monelo, ia juga ikut mendampingiku. Dan aku tidak heran bila melihatnya berdandan habis-habisan, hanya untuk bertemu para pemain Ac Milan!

"Hanya kau bilang? Hanya? An, kita itu akan bertemu para dewa lapangan hijau! Dan kau mau mengenakan celana jeans dan kemeja bulukmu ini?" Miuccia histeris melihat penampilanku sesaat sebelum kami berangkat.

"Apa yang salah dengan penampilanku?" tanyaku heran. Ini celans jeans Calvin Klein dan kemeja seharga seratus lima puluh euro terbaikku! Kemeja ini dibilang buluk? Kurasa Miuccia memang lebay!

"Penampilanmu tidak mewakili Monelo, signorina!"

Dan Miuccia menggeretku, memaksaku berganti pakaian dengan gaun seksi keluaran Monelo yang merupakan bagian dari wardrobe, yang memang tidak untuk dijual. Hanya untuk sample.

Memaksa mendandaniku dan membuat ikal-ikal cantik di ujung rambut.

"Kau harus tampil cantik untuk bertemu para Dewa!" Katanya puas dengan hasil kerajinan tangannya pada wajah dan rambutku. "Apa kau lupa ini Milan? Dan fashion is number one."

Oke, sekarang ia mulai memakai ungkapan dalam bahasa Inggris. Bahasa yang kerap malas ia gunakan, kecuali dalam event-event penting.

Kupikir hanya Miuccia yang berlebihan. Ternyata Franscesco juga sama! Ia juga berdandan rapi dan memakai pakaian terbaiknya. Ayolah, ia pria bujangan yang sudah berusia empat puluh tahun. Apa ia harus juga bertingkah seperti abg yang mau bertemu para Dewanya?

Tapi aku cuma bisa berkata seperti itu dalam hati. Mana berani aku mengatai penggemar fanatik sepak bola terutama Ac Milan seperti mereka berdua? Aku masih sayang leherku!



Love Is Blue (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang