Bab 15

10K 847 9
                                        

Aku yang masih asyik menikmati gelatoku dikejutkan dengan dering suara ponsel. Ternyata ponsel Miuccia yang berbunyi.

Yap, aku berada di kafe outdoor ini memang bersama temanku, Miuccia. Seorang perempuan sebayaku yang bekerja di bagian divisi humas untuk Monelo.

Aku mendengar Miuccia berbicara di telpon dalam bahasa Italia yang cepat. Aku tidak ingin menguping. Jadi masih asyik memandangi 'fashion show' di depanku.

"Kita harus kembali," kata Miuccia mengusik keasyikanku yang sedang menikmati pemandangan. "Franscesco bilang, Simonetta ada kabar gembira. Ia berkali-kali menghubungi ponselmu. Tapi tidak bisa."

"Ponselku mati." Aku melihat ponselku sambil meringis, melihat layarnya yang menghitam karena kehabisan daya baterai. "Ia tidak akan marah padaku kan?"

"Mungkin ia akan mencekik kita berdua jika dalam lima belas menit tidak kembali." Miuccia masih bergurau. "Ayo, kembali. Aku ingin tahu kabar gembira apa yang akan disampaikan Simonetta."

Aku juga ingin tahu.

Untunglah kafe tempat kami makan siang barusan letaknya tidak terlalu jauh dari kantor pusat Monelo. Jadi dalam waktu sepuluh menit saja kami sudah sampai.

Kantor pusat Monelo terletak di kawasan prestisius dan strategis di Milan. Gedung delapan lantai yang juga dilengkapi butik dan restoran yang masih anak perusahaan Monelo.

Dan seperti umumnya bangunan di Italia, gedung ini dibangun dengan sangat artistik. Kabarnya sudah berusia dua ratus tahun. Hanya dipugar menjadi gedung yang lebih modern tanpa mengubah desain lama yang benar-benar klasik.

Italia memang gudangnya bangunan tua dan klasik. Apartemen yang aku tinggali saja bergaya abad delapan belas. Kadang suka merinding membayangkan, apa gedung apartemenku itu ada 'penunggu' nya. Pikiran konyol tentu saja.

Di dalam kantor Simoneta sudah ada Franscesco dan asistennya, Paulina. Mereka sepertinya memang sedang menungguku dan Miuccia.

"Ah, ini dia orang yang kita tunggu." Kata Simoneta melihatku dan Miuccia.

"Ada apa?" tanyaku. "Kudengar ada kabar gembira yang ingin anda sampaikan, signora."

"Bukan hanya kabar gembira, tapi luar biasa!" Simoneta nampak berseri-seri wajahnya. Ia memberi isyarat agar aku duduk, Miuccia bahkan sudah duduk dari tadi tanpa disuruh.

Di Monelo, tempatku bekerja. Batasan antara atasan dan bawahan memang tidak terlalu dipermasalahkan. Simoneta memperlakukan kami setara. Karyawan lain bahkan tidak memanggil boss padanya, tapi cukup namanya saja.

Tapi aku yang terbiasa dengan sopan santun di Indonesia, merasa tidak enak kalau hanya memanggil Simoneta atau atasanku yang lain seperti Franscesco dengan namanya saja.
Jadi aku tambahkan dengan panggilan Signor atau signora.

Dan sepertinya baik Simoneta maupun Franscesco tidak peduli itu. Mau dipanggil Simoneta atau tambahan Signora, terserah. Bebas saja.

"Kalian tahu, aku baru saja bertemu dengan petinggi dari Ac Milan. Dan kalian tahu tidak? Mereka ingin para pemain Ac Milan mengenakan rancangan jas dari brand kita, saat foto bersama untuk liga Champion tahun ini!"

Aku nyaris tuli saat mendengar pekikan nyaring dari Franscesco, Paulina dan juga Miuccia.

Oke, aku tahu siapa itu Ac Milan. Salah satu klub sepak bola raksasa dan terkenal di Italia. Ah, sebenarnya bukan cuma Italia. Bahkan para penggila bola di dunia, mustahil rasanya bila tidak tahu Ac Milan. Bahkan penggila bola di pelosok kampung di Indonesia, juga tahu Ac Milan.

Tapi aku baru tahu kalau Simoneta dan ketiga orang yang masih bertingkah 'lebay' ini, ternyata juga pecinta klub Ac Milan. Atau sebutannya Milanisti?

Di Italia, sepak bola memang merupakan agama kedua bagi penduduknya. Tidak heran bila tua muda, besar kecil, lelaki maupun perempuan menjadi penggila sepak bola.

Apalagi dalam euforia piala champion yang akan segera berlangsung beberapa bulan lagi. Suasana kental para penggila bola sudah terasa.

Hal ini mungkin bukan hanya dirasakan di kota Milan, yang salah satu klub besar miliknya masuk dalam laga piala champion. Tapi juga para penggila bola lainnya di seluruh dunia.

Meski aku bukan penggila bola dan tidak mengerti dengan permainan itu, tapi aku cukup senang melihat kegembiraan orang-orang di sekelilingku.

Wajah Franscesco yang biasanya tertekuk kini berseri-seri. Wajah Simoneta seperti pancaran lampu neon terang benderang. Sedangkan Miuccia dan Paulina masih berpelukan sambil berjingkrakan tidak karuan. Sepertinya cuma aku yang masih bersikap normal di sini.

"Dan aku sudah memutuskan. Anjani yang akan merancang jas untuk semua pemain Ac Milan tersebut."

Eh????


*************

Ac Milan itu Klub kesayangan misua, jadi sengaja saya pakai latar klub sepak bola Italia tersebut di sini.😁

Saya juga tahu, Ac Milan terakhir memenangkan laga piala champion di tahun 2007.

Tapi ijinkan saya untuk membuat Ac Milan menjadi klub tak terkalahkan di eropa, jadi tidak ada latar tahun berapa piala champion ini berlangsung.

Dan maaf kalau ada ungkapan di dunia sepak bola yang saya kurang paham atau kalian bisa kasih masukan mengenai dunia persepak bolaan ini.

Terima kasih semuanya

Salam sayang,

Eykabinaya

Love Is Blue (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang