Satu hal yang aku sadari, meski kita sedang patah hati, meski hati kita sedang berdarah karena putus cinta. Tapi hidup terus berjalan, dunia terus berputar dan matahari bakal terus terbit dari timur.
Aku tidak bisa terus meratapi kisah cintaku, tidak bisa terus melamun dengan hati hampa. Masih banyak yang harus kulakukan. Terutama saat kompetisi semakin dekat. Menenggelamkan diri dalam kesibukan, satu-satunya cara untuk mengalihkan patah hatiku.
Di malam kompetisi perancang muda berbakat Indonesia, meski tidak menyabet juara satu. Tapi aku berhasil menjadi runner up. Persaingan dalam kompetisi ini begitu ketat. Pesertanya para desainer muda berbakat lainnya yang berasal dari seluruh Indonesia. Menghadirkan rancangan-rancangan spektakuler yang bahkan karya rancangan mereka lebih bagus dariku.
Awalnya aku kurang percaya diri, tapi Kak Mel memberiku semangat. Ia duduk diantara para juri. Ternyata selain Simoneta Monelo, ada juga juri yang berasal dari Prancis. Perwakilan brand ternama asal negeri itu.
Dan yang lebih membuat acara ini semakin bergengsi, acara ini juga ditayangkan di televisi swasta nasional! Salah satu televisi terbesar di Indonesia.
Aku mungkin tidak berhasil menyabet gelar juara, tapi berita yang aku dapatkan dari Kak Mel sungguh mengejutkanku.
Simoneta Monelo tertarik dengan hasil rancanganku. Dan ingin menawarkan kontrak kerja padaku, menjadi desainernya di bawah naungan rumah mode Monelo.
Tawaran ini tentu saja menggiurkan. Siapa yang tidak tahu brand Monelo? Siapa yang tidak tahu Milan? Yang merupakan salah satu kota mode dunia selain Paris, London dan New York!
Jika aku menerima tawaran ini, itu artinya kesempatanku untuk berkiprah di kancah Internasional terbentang lebar. Aku akan dapat memiliki banyak pengalaman, koneksi dan mungkin juga penghasilan yang besar!
Lalu..bagaimana dengan Kak Mel?
"Kenapa denganku?" tanya Kak Mel yang tahu mengenai keraguan terbesar di dalam hatiku. Aku terlalu banyak berhutang budi padanya. Peran serta Kak Mel dalam membentukku menjadi seperti sekarang ini, tidak bisa kuabaikan begitu saja. Haruskah demi ambisiku, aku mengabaikan semua kebaikannya?
"Buang jauh-jauh, apapun yang saat ini ada di kepalamu, An. Ini kesempatan besar yang tidak akan datang dua kali. Aku tahu Simoneta. Dia perempuan paling perfeksionis yang pernah aku kenal. Sekaligus bertangan dingin. Ia tidak akan sembarangan merekrut orang untuk bekerja padanya, kalau dia tidak melihat potensi yang dimiliki orang itu.
"Ia bilang kau bakat langka. Berlian yang belum diasah. Jika kau bekerja padanya, aku yakin kau akan semakin berkembang. Semakin sukses. Ini mimpimu kan?"
"Kak Mel..gak keberatan aku pergi?"
"Kenapa aku harus keberatan? Jika itu semua untuk masa depanmu sendiri. Kamu gak usah khawatir, gak usah berpikir kalau kamu orang yang gak tahu diri, kacang lupa kulitnya. Aku tidak pernah berpikir kamu seperti itu.
Pergilah, An. Raih masa depanmu.
Saat ini yang kamu butuhkan, adalah pergi jauh dari sini bukan?"Rasanya aku ingin menangis mendengar ucapan Kak Mel. Ternyata masih ada orang yang begitu baik dan peduli padaku. Betapa beruntungnya aku bertemu Kak Mel.
Dan tentu saja aku tahu, apa yang ia maksud dengan yang aku butuhkan adalah pergi jauh dari sini.
Berita pernikahan Theo dan Liana yang akan dilangsungkan beberapa minggu lagi, telah diberitakan di surat kabar.
Meski biasanya berita pernikahan artis yang lebih menarik perhatian, untuk diberitakan. Entah kenapa, berita mereka berdua diberitakan juga di surat kabar. Bahkan televisi. Apa ini pengaruh dari ketenaran Niken, yang notabene seorang artis dan model terkenal di Indonesia? Jadi berimbas pada pemberitaan anggota keluarganya yang lain?
Padahal saat aku bertunangan dengan Theo, tidak ada pemberitaan apapun. Bahkan pesta pertunangan kami begitu sederhana. Hanya dihadiri kerabat dan teman dekat. Tapi sekarang, pesta pernikahan Theo dan Liana akan diadakan secara megah dan besar-besaran. Yang kudengar lagi akan menelan biaya yang fantastik.
Tentu saja aku bisa tahu semua itu bukan dari Theo, tapi dari Nita. Tanpa kuduga, Nita datang keacara kompetisi yang kuikuti. Memberi ucapan selamat dan buket bunga untukku.
Wajahnya tersenyum tapi aku bisa melihat sinar sedih di matanya.
"Aku selalu berharap Kak An yang bakal menjadi kakak iparku suatu hari nanti. Tapi ternyata Tuhan gak mengabulkan harapanku." Nita menggigit bibirnya, berusaha mengulas senyum. "Selamat untuk kemenangannya Kak An. Kakak hebat."
"Aku gak jadi juara. Cuma posisi kedua."
"Tapi Kak An tetap hebat."
"Kok kamu bisa dateng ke acara ini? Kamu dateng sendiri?" Memangnya dengan siapa Nita bakal datang, Anjani? Theo? Saat ini, ia pasti sedang sibuk dengan persiapan pernikahannya. Kau sudah tidak ada lagi di dalam pikirannya. Dan juga hidupnya. Sadarlah!
"Iya, sendiri. Aku dapat undangan acara ini dari Kak Mel. Dengan sedikit paksaan tentunya. Aku kepengin lihat Kak An di atas panggung secara langsung. Kak An cantik sekali, semua rancangan Kakak bagus. Empat jempol buat Kak An."
"Terima kasih buat pujiannya. Mulut kamu manis banget deh, Nit." Aku terkekeh mendengar pujiannya. Nita terlihat terpaku menatapku.
"Eh, kenapa ngeliatinnya kayak gitu?"
"Nggak. Aku senang Kak An masih bisa tertawa seperti ini, gak terlalu terpuruk karena putus dari Kak Theo..."
Sekarang, aku yang tertegun mendengar ucapan Nita. Ah, andai kamu tahu Nita. Kalau semua tidak semudah kelihatannya. Seandainya kamu tahu, malam-malam sepi yang aku habiskan dengan menangis. Dengan hati sesak setiap mengingat kenanganku bersama Theo. Dan betapa sulitnya aku untuk menata kepingan hatiku kembali, yang telah dihancurkan Theo.
Tapi hidup memang terus berjalan bukan?
"Sekarang...apa rencana Kak An selanjutnya?"
Aku tersenyum menatapnya. "Terbang tinggi, memetik bintang. Itu rencana Kak An selanjutnya."

KAMU SEDANG MEMBACA
Love Is Blue (END)
General FictionDua tahun lamanya Anjani bertunangan dengan Theo. Meski ada perbedaan jurang yang sangat besar dalam status sosial mereka, tapi Anjani berusaha menutup mata dan telinganya atas segala cemooh yang datang dari orang-orang disekelilingnya. Dari keluarg...