Bab 35

9.3K 882 35
                                        

"Liana sudah menipuku, An. Dia menjebakku dengan kehamilannya. Anak yang ia kandung bukan darah dagingku."

Aku hanya terdiam mendengar cerita Theo. Di sinilah sekarang kami berada, di sudut sebuah kafe temaram di jantung kota Paris. Kafe yang tidak terlalu ramai, karena inipun merupakan kafe eksklusif di kota ini.

Theo membawaku ke sini dengan paksaan dan menceritakan semua yang terjadi dengannya tanpa aku inginkan.

Apa maksudnya menceritakan semua itu padaku? Kisah diantara kami sudah berakhir, aku tidak ingin mengetahui kisah hidupnya. Atau kisah pernikahannya dengan Liana, apapun yang terjadi dengannya. Itu bukan lagi urusanku.

"Theo, bagaimana kamu yakin itu bukan anakmu? Apa kau sudah melakukan tes DNA?" tanyaku yang merasa bosan dengan segala omong kosong Theo.

Dia sudah tidur dengan Liana. Bagaimana mungkin itu bukan anaknya?

"Untuk apa tes DNA bila bayi yang ia lahirkan berambut pirang dan bermata biru?" Suara Theo terdengar emosi. Lagi-lagi aku dibuat terkejut dengan ucapannya.

Berambut pirang dan bermata biru? Jadi Liana...

"Dia punya pacar di Amerika. Pria beristri yang ternyata dosennya sendiri. Liana hamil tapi pacarnya tidak mau bertanggung jawab. Ia pulang ke Indonesia dan menjebakku untuk menikahinya. Membuatku harus bertanggung jawab untuk benih di rahimnya yang bahkan bukan milikku..."

Aku tidak tahu harus berkata apa. Tidak tahu apa aku harus bersimpati pada Theo, atau justru bersorak senang untuk semua kebodohannya selama ini.

Melihat wajahnya yang terlihat kuyu, dipenuhi dengan rasa sakit di wajahnya yang tidak bisa ia sembunyikan. Aku merasa iba.

Tapi jika teringat dengan semua perbuatannya padaku, yang tersisa hanya rasa sakit dan benci padanya. Apa ini yang dinamakan karma? Atau pembalasan untuk semua yang ia lakukan padaku?

Entahlah, aku tidak tahu. Meski Theo telah menyakitiku, tapi nyatanya aku tidak bisa bersorak untuk hal buruk yang kini menimpanya. Hatiku kini, hanya merasakan rasa hampa dan kosong.

"Mungkin Liana bukan wanita yang tepat untukmu. Tapi kurasa kamu bakal bertemu perempuan yang lebih baik dari dia Theo."

Theo menatapku dengan tatapan dalam, seakan tidak menyangka hanya ucapan itu yang aku keluarkan sebagai kata penghiburan untuknya.

"Aku sudah menemukannya, An. Wanita itu kamu, kamu yang jauh lebih baik darinya."

"Kamu salah Theo. Aku gak jauh lebih baik dari Liana. Aku yakin di luar sana, ada wanita yang sudah disediakan Tuhan untukmu."

"Wanita yang disediakan Tuhan untukku itu kamu, An. Kamu tahu kenapa aku terbang jauh-jauh dari Jakarta ke Milan. Lalu ke Paris hanya untuk mencarimu?"

"Untuk apa kamu mencariku? Bukankah kamu sudah mendapatkan apa yang kamu inginkan?"

"Anjani, aku datang mencarimu untuk membawamu kembali bersamaku. Maukah kamu memaafkan aku? Kamu mau kembali ke Jakarta denganku kan? Kita akan menikah dan kamu bisa membuat labelmu sendiri. Itu impianmu kan? Kali ini, aku janji akan mewujudkan mimpimu itu."

Aku menatap Theo dingin. "Itu memang impianku, tapi di dalam impianku jelas tidak ada kamu di dalamnya."

"Apa kamu sungguh tidak mau memaafkanku?"

"Aku sudah memaafkanmu."

"Lalu kenapa kamu menolak lamaranku? Apa tidak ada kesempatan bagiku untuk memperbaiki kesalahanku?"

"Memaafkan dan menerimamu kembali itu dua hal yang berbeda Theo. Aku memaafkan perbuatanmu padaku, tapi aku tidak bisa menerimamu kembali."

"Jangan bilang kalau kamu sudah tidak mencintaiku, An. Aku tidak percaya bila cintamu padaku dapat hilang begitu saja."

"Kamu terlalu percaya diri. Bagaimana kamu yakin kalau cintaku tidak bisa hilang begitu saja?"

"Apa cowok bule itu yang sudah menggeser kedudukanku di hatimu?"

"Aku tidak harus menjawab pertanyaanmu kan?"

"Sejak kapan kamu selalu menjawab pertanyaanku dengan pertanyaan pula? Apa ini kebiasaan barumu setelah tinggal di negara asing?"

"Kamu tidak perlu tahu semua kebiasaan baruku kan? Seperti aku yang juga tidak ingin tahu semua kebiasaan barumu."

"Tidak bisakah kamu bersikap sedikit simpati padaku, An? Kamu tahu, sikap dinginmu ini sangat menyakitiku."

"Theo, aku bukan malaikat. Aku tidak bisa berpura-pura bersimpati padamu, apalagi setelah semua yang kau lakukan padaku. Perceraianmu dan Liana..itu bukan urusanku. Dan aku juga tidak ingin tahu. Jika kamu jadi aku, kamu akan tahu betapa menyakitkannya apa yang sudah kamu lakukan padaku.

"Dua tahun kita bertunangan. Selama dua tahun itu apa kamu pernah mencintaiku? Pernahkah kamu menganggap aku sebagai kekasihmu? Pernahkah kamu membelaku di depan kedua orang tuamu yang sering memojokan aku? Pernahkah kamu memprioritaskan aku diatas kepentingan teman-temanmu?

"Di hatimu selama ini hanya ada Liana. Hingga tidak ada celah untukku masuk. Dan saat kini dia mengecewakanmu, menyakitimu. Kamu datang kembali mencariku, meminta maaf dan ingin kembali padaku?

"Jika kamu jadi aku, apa kamu akan semudah itu menerima orang yang sudah mengkhianatimu? Kalau kamu bisa, kenapa kamu tidak mencoba untuk memaafkan Liana dan menerimanya kembali? Menerima anak yang sudah dilahirkannya? Anak itu tidak berdosa bukan?

"Dengan cinta yang kamu miliki untuk Liana, bukankah sangat mudah bagimu untuk memaafkan dan menerimanya kembali?

"Sedangkan aku, tidak memiliki cinta sebesar itu untuk menerimamu kembali. Karena aku juga tidak mau menerima sisa-sisa yang sudah ditinggalkan istrimu."

Love Is Blue (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang