Aku sama sekali tidak terkejut, ketika keesokan harinya Theo muncul di depan kamarku. Aku juga enggan bertanya dari mana dia tahu nomor kamar tempatku menginap.
Karena aku yakin, pertemuan kami saat di restoran kemarin bukanlah kebetulan semata. Instingku yang mengatakan itu.
Hanya yang mengherankan, kenapa dia sengaja melakukan itu? Kenapa dia mencariku?
"Ada apa lagi?" Tanyaku dengan nada suara sesinis mungkin. "Kupikir pertemuan kita di restoran cuma kebetulan kan?"
"Ternyata aku gak bisa membodohimu ya?"
"Kamu sudah cukup membodohiku selama dua tahun ini. Kenapa kamu mencariku?"
"Gak mau mempersilakan aku masuk dulu? Apa kita harus bicara di luar kayak gini?"
"Kenapa dengan bicara di luar? Kurasa itu jauh lebih aman dari pada mengundang seorang pengganggu untuk masuk. Kamu pasti gak lupa kan, kalau aku gadis single dan kamu pria yang sudah menikah. Aku gak mau ada gosip buruk tentang kita."
"Tapi gak bakal ada yang tahu kalau kamu sekedar mengundangku untuk masuk."
"Maaf, aku gak berniat untuk menjadi pelakor dan dituduh yang macam-macam sama istri kamu. Aku juga wanita yang menjunjung kesetiaan dalam suatu hubungan."
"Kamu menyindirku?"
"Oh, bagus deh kalau kamu merasa tersindir." Aku hendak menutup pintu kamar, menyesal kenapa tadi membuka pintu kamar begitu saja tanpa melihat siapa yang datang.
Tapi Theo lebih cepat, kakinya kirinya cepat mengganjal pintu yang mau aku tutup.
"Theo! Kamu apa-apaan sih?"
"Aku cuma mau ngajak kamu makan malam, An. Tolong jangan abaikan aku."
"Aku sudah kenyang! Minggir, jangan ganggu aku lagi, Theo!"
"Kamu menganggap aku sebagai pengganggu?"
"Jika bukan pengganggu, lalu apa sebutanmu?"
"Jangan bersikap seperti ini padaku, An."
"Kau ingin aku bersikap seperti apa?" Amarahku meledak tanpa dapat kutahan lagi. Kesal melihat betapa keras kepalanya Theo. Tidak bisakah ia pergi dan meninggalkanku sendiri? Tidak bisakah ia lihat, bila aku tidak ingin lagi melihatnya!
Tapi sepertinya Theo tidak peduli dengan kemarahan yang kutunjukan padanya. Sikapnya sama sekali tidak terpengaruh.
"Ada yang ingin kubicarakan denganmu, An."
"Tidak ada lagi yang perlu kita bicarakan, Theo."
"Apa kamu tidak ingin mengetahui kabarku selama beberapa bulan ini setelah kita berpisah?"
"Itu bukan urusanku lagi!" Seruku sengit. Sial, tenaganya kuat sekali hingga aku yang dari tadi berusaha menutup pintu kamar tidak berhasil.
"Tapi ini urusanku, An. Aku ingin menjelaskan semuanya sama kamu. Aku ingin kita bicara. Please?"
"Simpan saja penjelasan itu buat kamu sendiri. Aku gak mau dengar dan gak mau tahu."
"Tapi ini penting, An. Ini menyangkut masa depan kita berdua."
"Sejak kapan masa depanku jadi urusan kamu?"
"Sejak aku sadar bila satu-satunya perempuan yang aku cintai di dunia ini adalah kamu."
"Jangan membuatku tertawa, Theo. Bukankah satu-satunya perempuan yang kamu cintai di dunia itu Liana? Kenapa berubah jadi aku?" Aku tertawa sinis. "Kalau kamu pikir kamu bisa membodohi aku lagi, kamu salah besar."
"Aku tidak ingin membodohimu, An. Aku hanya ingin memberi penjelasan."
"Penjelasan apa lagi?"
"Penjelasan kenapa aku bercerai dengan Liana!"
Aku terkejut mendengarnya. Theo bercerai dengan Liana? Lelucon apa lagi ini?
"Itu bukan urusanku lagi!" Bentakku sengit.
"Aku tidak percaya!"
"Peduli apa kamu percaya atau tidak?"
"Semua yang berhubungan denganmu, itu menjadi urusanku. Karena kamu milikku!"
"Aku bukan milik siapa-siapa!"
"Juga bukan milik cowok bule itu kan?"
Aku terkejut.
"Kemarin malam dia cuma mengantar sampai ke depan kamarmu." Ada senyum kemenangan di bibir Theo. "Jadi dia bahkan belum berhasil naik ke ranjangmu?"
"Aku bukan perempuan murahan yang bisa tidur dengan pria mana saja."
"Apa itu berarti dia juga belum berhasil mencium mu? Padahal dulu, kita sering berciu.."
Jengkel aku melayangkan tangan untuk menamparnya, tapi Theo lebih cepat lagi. Ia berhasil menghindari tamparan itu dan malah menggenggam tanganku erat.
"Sayang, kamu sekarang begitu galak. Tapi aku suka."
"Lepas, Theo!"
"Kalau aku tidak mau?"
"Maka aku akan mematahkan tanganmu!" Tiba-tiba saja suara Lessandro terdengar dari belakang Theo. Dingin dan sinis.
Namun entah kenapa, aku merasa lega melihatnya.
*******
Obat kangen saya sama kalian. Padahal bocil masih SAS, tapi entah kenapa keinginan buat nulis gak bisa lagi terbendung.
Setelah update di Fizzo, sekarang saya update cerita ini di wattpad. Semoga kalian terhibur ya. Dan maaf kalau masih banyak kekurangan.
Jangan lupa kunjungi saya juga di Fizzo. Masih nama pena yang sama kok bestie.
Salam sayang selalu,
Eykabinaya

KAMU SEDANG MEMBACA
Love Is Blue (END)
General FictionDua tahun lamanya Anjani bertunangan dengan Theo. Meski ada perbedaan jurang yang sangat besar dalam status sosial mereka, tapi Anjani berusaha menutup mata dan telinganya atas segala cemooh yang datang dari orang-orang disekelilingnya. Dari keluarg...