Bab 20

9.5K 803 4
                                    

Aku baru saja duduk di depan meja kerjaku, menghadapi kertas-kertas sketsa yang terbengkalai saat ponselku berbunyi meminta panggilan video dari nomor yang tidak dikenal.

Tapi dari kode areanya masih wilayah Milan. Bukan dari luar negeri. Padahal aku baru saja mengakhiri panggilan videoku dengan Kak Mel. Siapa yang kini menelponku? Panggilan video lagi. Bukan penipu kan?

Namun karena khawatir itu panggilan penting, mungkin dari Simoneta atau Franscesco, menggunakan nomor telpon berbeda yang aku tidak tahu. Kuangkat juga panggilan itu. Sambil berdoa dalam hati semoga bukan orang jahat.

"Amore mio!" Seraut wajah luar biasa tampan dengan peluh di wajahnya menyeringai lebar saat aku menerima panggilan video itu. Ia masih mengenakan seragam latihannya. Aku tercengang, jadi panggilan video ini dari Lessandro? Oke, tidak perlu bertanya darimana ia mendapatkan nomor telponku.

Miuccia, siapa lagi?

"Senang sekali melihat wajah cantikmu selesai latihan berat." Lessandro berkata sambil tidak lupa memamerkan senyum patennya. Senyum yang bisa membuat wanita mana saja langsung klepek-klepek.

Tapi anehnya senyum itu tidak berpengaruh untukku. Di mataku, senyum itu ibarat senyum bocah yang sedang merayu minta dibelikan permen.

"Apa kau menelponku hanya untuk merayuku ?"

"Tidak. Itu bukan rayuan, tapi pujian tulus, mio caro."

Rasanya aku ingin memutar bola mataku mendengar kata-katanya. Tadi ia memanggilku amore mio, yang artinya cintaku. Sekarang dia memanggilku mio caro, yang artinya sayangku. Itu tidak disebut rayuan gombal?

Ah, aku lupa. Bukankah pria Italia memang jagonya merayu perempuan? Tapi aku, yang hatinya pernah diremukkan oleh cinta. Dan beribu rayuan, mendengar panggilan-panggilan itu hanya menatap datar pada Lessandro.

Dan sepertinya, pemuda itu menyadari tatapan datarku. Senyumnya menghilang, begitu pula dengan sinar jahil di matanya.

"Maaf, apa aku mengganggumu?"

"Aku sedang membuat sketsa pakaian saat kau telpon. Menurutmu mengganggu tidak?"

Lessandro tertawa. "Sedingin biasanya. Ini week end. Apa kau juga harus tetap bekerja?"

"Kau sendiri tetap latihan di hari week end?"

"Kami berbeda. Piala champion sebentar lagi. Kami tetap harus berlatih meski ada hujan badai."

"Seserius itu?"

"Piala champion bukan main-main. Setelah ini akan ada piala eropa lalu piala dunia."

"Kau sangat sibuk," kataku prihatin. Yang tidak menyangka menjadi pemain sepak bola ternyata sesibuk itu. Jadwal mereka dipenuhi dengan beragam kompetisi ke kompetisi lainnya. Bila tidak ada pertandingan, maka mereka akan disibukan dengan latihan. Kapan mereka mendapatkan libur?

"Yeah..begitulah. Setiap mendekati kompetisi, kami sangat sibuk. Berlatih tiga kali lipat lebih berat dari biasanya. Tapi jangan khawatir, mio caro. Meski sibuk, aku tidak akan melupakan untuk menelponmu."

Hah? Dia ngomong apa sih? Kenapa bicaranya seolah-olah ia sedang bicara dengan kekasihnya?

"Hari ini pelatih memberi kami libur setengah hari. Aku baru selesai berlatih, ingin sekali mengajakmu makan siang bareng. Mau ya?"

"Makan siang? Ini baru jam sebelas." Aku melihat jam dinding yang ada di ruang kerjaku. "Kau baru selesai latihan. Apa tidak lelah?"

"Tidak. Kau tahu, amore mio. Aku pandai membuat pasta. Bagaimana kalau aku membawa bahan-bahan untuk memasak pasta ke tempatmu? Aku akan memasak, kau bisa mencicipi masakan buatanku. Oke?"

Lessandro mau datang? Bukan cuma itu, ia juga mau memasakan aku pasta. Kedengarannya menarik. Tapi mengundang seorang pria ke apartemen gadis lajang yang tinggal sendiri, rasanya kurang pantas. Apalagi aku tahu tujuan Lessandro ingin ke tempatku. Ia sedang mengejarku dan ini salah satu misinya dalam mengejarku.

"Amore mio. Liga champion sebentar lagi akan berlangsung. Selama satu bulan penuh aku tidak akan bisa melihatmu, karena kami akan dikarantina. Kita hanya bisa berhubungan lewat telpon. Jadi ini satu-satunya kesempatanku untuk memasakanmu pasta buatanku. Jadi per favore, jangan menolak. Oke?"

Lessandro seakan bisa membaca keraguan di hatiku, yang mungkin tersirat di wajahku. Jadi menggunakan kata-kata kumohon seperti itu dengan wajah memelas.

Aku mengeluh dalam hati, ia benar-benar memohon. Sepertinya Lessandro memang paling ahli meluluhkan hati wanita. Dan sedang mencoba jurusnya kepadaku.

Membuatku tak sampai hati untuk menolak. Maka dengan resiko penyesalan belakangan, aku akhirnya mengangguk setuju.

"Oke. Kau boleh datang. Akan ku kirim alamat apartemenku agar kau tidak tersasar."

"Tidak usah. Aku sudah tahu kok." Wajah Lessandro langsung berseri-seri mendengar persetujuanku.

Dia sudah tahu alamat rumahku? Memang hebat agen Miuccia yang digunakan Lessandro untuk mengorek informasi tentangku.

Aku jadi ingin tahu, apa Miuccia sudah mendapatkan imbalan yang dia inginkan. Mengingat usahanya memberikan informasi tentangku pada Lessandro.

Kalau belum, berarti dia yang rugi.

Love Is Blue (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang