Melarikan diri dari orang yang kau cintai mungkin hal terkonyol dalam hidup yang harus kau lakukan.
Terutama saat otakku mengatakan kau harus menghindarinya, namun hatimu malah ingin bergerak mendekat padanya.
Dengan segala pertimbangan akal sehat yang masih tersisa di kepalaku. Aku melarikan diri dari Theo.
Cyprus adalah tempat yang aku pilih untuk sembunyi.
Sejak malam di mana Theo berhasil menemukanku di tengah gemerlapnya kota Paris. Ia tidak berhenti menggangguku, hingga kejadian itu diketahui Simoneta.
Kalau tidak ingat keberadaanku di Paris untuk bekerja, mungkin sudah lama aku kabur dari sana. Tapi aku tidak bisa. Karena acara Paris Fashion Week yang masih berlangsung. Dan aku juga tidak bisa meninggalkan Simoneta sendiri.
"Pria itu mengerikan." Ucap Simoneta saat mengetahui keberadaan Theo yang menggangguku. "Seperti suami ketigaku. Seorang bajingan yang pura-pura setia."
Simoneta lalu menatapku dengan prihatin. "Kamu harus pergi diam-diam dari sini, An. Hindari dia sampai pria itu berhenti mengganggumu."
"Tapi signora...bagaimana dengan pekerjaan di sini?"
"Jangan khawatir, aku sudah meminta Franscesco untuk datang. Ia akan menggantikanmu."
Atas persetujuan Simoneta aku pergi secara diam-diam dari Paris ke Cyprus. Meski saat ini kami sedang dalam kesibukan tingkat tinggi karena acara Paris Fashion Week, tapi aku bersyukur Simoneta memberiku ijin untuk pergi.
"Nona, minuman untuk anda." Seorang pelayan meletakan segelas minuman dingin di depanku. Aku yang sedang duduk-duduk di teras restoran tepi pantai, sambil memandang orang-orang yang berenang di laut melihat minuman itu dengan bingung. Lalu melihat ke si pelayan restoran.
"Saya kan tidak pesan minuman. Ini, minuman yang tadi saja masih setengah."
"Ini diberikan oleh tuan yang duduk di sebelah sana itu nona." Pelayan memberitahuku.
Aku cepat menoleh dan mendapati seorang pemuda luar biasa tampan, bercelana putih dan kemeja putih. Lengkap dengan kaca mata hitam bertengger di hidungnya.
Kehadirannya sungguh mencolok orang-orang disekitarnya.
Lessandro menyeringai lebar dan berjalan menghampiriku.
"Signorina, apa boleh saya menemani anda duduk di sini?"
Aku pura-pura berpikir sambil memegangi dagu. "Bagaimana kalau saya bilang, saya tidak ingin diganggu?"
"Saya yakin signorina tidak akan merasa terganggu dengan kehadiran pria tampan ini. Lagipula jarang loh ada pria setampan saya yang masih lajang."
"Bukankah biasanya pria memang mengaku lajang bila bertemu perempuan lain, padahal buntutnya saja sudah tiga?"
"Tapi pria yang satu ini dijamin seratus persen lajang, signorina. Tidak punya istri apalagi buntut. Anda bisa membuktikannya." Lessandro berucap penuh arti. Aku pura-pura tidak mengerti.
"Kok bisa tahu aku ada di sini?" tanyaku mengalihkan perhatiannya.
"Simoneta. Saat kamarmu kosong, aku segera diberitahu Simoneta kau pergi ke Cyprus. Kenapa kamu tidak memberitahuku bila ingin liburan? Kita bisa berlibur bersama."
"Maaf, waktu itu aku buru-buru."
"Melarikan diri dari seseorang?"
"Kamu sudah tahu aku melarikan diri dari siapa kan?"
"Kalau kamu menerima lamaranku, aku jamin dia bakal menyerah mengejarmu. Ia tidak mungkin mengganggu wanita yang bersuami."
"Jangan bercanda. Apa kamu pikir menikah itu urusan gampang? Kamu belum terlalu lama mengenalku. Dan aku juga belum tahu keluargamu. Apa bisa segampang itu menikah?"
"Apa itu artinya kamu tidak menolak lamaranku tapi hanya ingin mengenal keluargaku lebih dulu?"
"Bukan hanya itu. Tapi ada beberapa faktor lainnya yang membuat pernikahan tidak semudah yang kamu bayangkan. Seperti latar belakang dan adat istiadat yang berbeda. Kebiasaan dan jangan lupakan aku adalah gadis asing yang memiliki keyakinan berbeda denganmu."
"Ucapanmu terlalu rumit. Hei, di klub kami, banyak kok pemain sepak bola yang menikah dengan gadis yang berbeda negara. Itu tidak masalah. Dan soal keyakinan. Aku tidak masalah berpindah keyakinan seperti yang kamu anut."
Oke, kenapa kepalaku bertambah pusing mendengar ucapannya? Seakan semua yang ia katakan itu begitu mudahnya dijalankan. Padahal kenyataannya begitu sulit. Ciri khas omongan bocah yang belum dewasa.
"Aku ini bukan bocah, An. Aku tersinggung loh mendengar omonganmu yang menyebutku bocah yang belum dewasa. Meski lebih muda usiaku darimu, tapi aku bakal jadi suami yang bertanggung jawab. Dan bakal menafkahimu, tidak akan membuatmu menderita!"
Hah, kok dia bisa tahu pikiranku? Rupanya itu tidak kuucapkan di dalam hati, tapi malah kuocehkan langsung di depan wajahnya! Pantas ia bisa tahu!
"Dan kalau kamu masih menganggapku bocah, aku bisa membuktikan sama kamu. Aku ini laki-laki dewasa yang tahu bagaimana membuat perempuan mengerang. Gimana? Mau membuktikan keperkasaanku di atas ranjang? Biar kamu yakin aku bukan bocah ?
????
Tolong siapapun, siram kepala Lessandro dengan air dingin!

KAMU SEDANG MEMBACA
Love Is Blue (END)
General FictionDua tahun lamanya Anjani bertunangan dengan Theo. Meski ada perbedaan jurang yang sangat besar dalam status sosial mereka, tapi Anjani berusaha menutup mata dan telinganya atas segala cemooh yang datang dari orang-orang disekelilingnya. Dari keluarg...