"Bagaimana kota Milan?" tanya Kak Mel saat pagi itu aku melakukan panggilan video dengannya. Di Milan saat ini menunjukan jam delapan pagi, berarti di Jakarta kira-kira sekitar pukul dua siang.
Aku duduk di meja makan. Menghadapi sepiring panini dan secangkir capuccino. Orang Italia gemar minum kopi. Bila orang Inggris penggemar teh, maka orang Italia penggemar kopi.
Aku, si pecinta kopi, tentu saja sangat senang dimanjakan dengan beragam cita rasa kopi yang ada di Italia. Capuccino, espresso, machiatto. Ah, sejak kapan aku suka kopi? Mungkin sejak dulu sering lembur bila mengerjakan desain baru. Karena kopi kuanggap sahabat setia untuk teman lembur.
"Ada cowok Italiano yang nyantol gak? Cowok Italia kan ganteng-ganteng. Masa satupun gak ada yang kamu taksir?"
"Repot, kak. Kalo setiap ketemu yang ganteng aku langsung naksir. Kan Kak Mel sendiri yang bilang. Cowok Italia ganteng-ganteng. Tapi aku gak mungkin naksir mereka semua kan?"
"Aih, kamu tuh. Emang dingin banget sama cowok. Belum bisa ngelupain yang satu itu apa?"
Aku menatap layar ponsel di mana terpampang wajah Kak Mel yang sedang video call denganku, dengan senyum getir. Aku tahu sekali siapa yang dia maksud dengan yang 'satu' itu.
"Ya ampun. Salah ngomong aku, maaf, An. Kakak gak ada maksud buat..."
"Nggak apa-apa Kak Mel. Udah gak sesakit dulu lagi kok, tapi memang masih butuh waktu."
"Yang penting kamu harus kuat ya, An. Dan coba terus buat ngelupain dia. Tapi beneran gak ada satupun yang kamu taksir begitu? Ini Italia loh, gudangnya cowok ganteng dan keren. Ih, jadi pengin liburan ke Milan.."
Aku terkekeh mendengar ucapan Kak Mel. Naksir? Apa ada cowok yang aku taksir?
"Kalau yang naksir kamu, ada kan? Kamu cantik loh, An. Masa gak ada yang naksir, gak percaya ah."
"Nggak ada Kak Mel.." aku ragu-ragu mengatakannya. Naksir aku? Apa kiriman bunga dan coklat setiap hari dari cowok jangkung bermata coklat, dengan nomor punggung sepuluh itu bisa diartikan dia naksir aku?
"Tentu saja Lessandro Cannavaro itu naksir kamu, An." Ucap Miuccia gemas, saat aku menerima sekotak coklat dan setangkai mawar untuk kesekian kalinya. "Memangnya buat apa seorang pria tampan mengirimi seorang gadis cantik bunga mawar dan coklat, kalau dia nggak naksir kamu? Kayak kurang kerjaan aja."
"Tapi dia masih anak-anak, Miu."
"Lessandro dua puluh satu tahun. Anak-anak darimananya?"
"Dia tiga tahun lebih muda dariku."
"Apa itu masalah? Bahkan tinggi tubuhnya saja lebih tinggi darimu. Kau seperti kanak-kanak di sisinya."
"Bisa gak, gak usah bawa-bawa tinggi badan? Dia itu yang terlalu tinggi!"
"Tingginya ideal kok buat seorang pemain sepak bola. 187 cm. Kamu tuh yang kelewat mungil. Kalau disandingkan dengan Lessandro, kamu yang dianggap masih kanak-kanak."
Aku ingin memutar bola mata di depan Miuccia. Mentang-mentang tinggi, ngatain orang pendek seenaknya. Padahal buat ukuran cewek Indonesia aku lumayan tinggi loh. Tinggi Kak Mel saja cuma 155 cm. Masih tinggi aku tiga senti kan?
Tapi memang jika dibandingkan dengan Miuccia, atau cewek-cewek Italia lainnya. Aku termasuk pendek. Jangan bandingkan dengan para pemain Ac Milan yang kami temui untuk ukur baju. Mereka semua galah, sedangkan aku liliput!
" Kamu tahu, An. Lessandro itu merupakan bintang muda berbakat di Ac Milan. Nomor punggung sepuluh yang ia gunakan itu bukan main-main. Itu nomor punggung yang didambakan semua pemain sepak bola. Itu artinya ia seorang play maker.
"Yang memiliki insting tajam dalam permainan. Memiliki penglihatan tajam dalam membaca serangan lawan, memiliki operan bola yang sangat baik. Pokoknya banyak lagi yang bisa dilakukan pemain dengan nomor punggung sepuluh.
"Intinya, Lessandro memiliki peran penting dalam sebuah tim. Itu sebabnya meski masih sangat muda, tapi ia sudah masuk tim inti Ac Milan di laga champion tahun ini. Padahal baru satu tahun bergabung."
Sepertinya Miuccia memang sangat ahli dalam dunia sepak bola. Terutama informasi mengenai para pemain Ac Milan.
Apakah yang ia katakan mengenai Lessandro itu benar? Sungguhan sepenting itu arti nomor punggung bagi pemain sepak bola?
"Eh, kok malah bengong?" Tiba-tiba suara Kak Mel di telpon mengusik kesadaranku. "Ayoo..siapa nih yang lagi kamu pikirin? Sampai aku panggil-panggil gak dengar. Jadi beneran ada yang naksir kamu? Ganteng gak? Cerita dongg.."
"Nggak ada Kak Mel. Siapa yang naksir aku? Cewek Italia itu cantik-cantik. Mana mau cowok Italia ngelirik aku kalau cewek negara mereka saja cantiknya udah kayak miss universe?"
"Jangan sok ngerendah. Justru cowok bule biasanya lebih tertarik sama cewek asing berwajah asia kayak kamu, An. Kan di negara mereka, jarang ketemu cewek asing. Yang bukan bule tentunya."
"Teori darimana itu?"
"Teorinya Melisa," sahut Kak Mel cuek. "Awas aja kamu kalo pulang ke Indonesia, tahu-tahu bawa suami cowok Italia. Padahal sempat gak yakin kalau bisa ditaksir cowok Italia."
"Gimana kabar Michael, Kak Mel?" Oke, daripada makin kacau dan ngelantur omongan Kak Mel mending aku bertanya tentang Michael. Putra semata wayangnya.
Terbukti wajah Kak Mel langsung berseri-seri. "Baik. Sekolahnya lancar, tapi masih susah makan sayur. Kemarin ngambek minta dibeliin jerseynya Ac Milan. Soalnya tahu sebentar lagi piala champion. Dan Ac Milan masuk sebagai tim unggulan. Kamu tahu kan, biar masih kecil. Michael itu pecinta sepak bola. Dan fansnya Ac Milan!"
Ups, kenapa lagi-lagi aku mendengar nama Ac Milan disebut? Dan salah satu fansnya ternyata putra semata wayang Kak Mel. Kok baru tahu Michael penggemar Ac Milan?
Atau ini cuma kebetulan saja?
**********
Yeay...Piala Dunia 2022 di Qatar sebentar lagi. Sudah siap mendukung negara yang kalian jago kan?
Masih bermimpi Indonesia masuk piala dunia. Tapi..hiks..sudahlah.
Ada di sini yang pecinta bola?
Salam sayang,
Eykabinaya
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Is Blue (END)
General FictionDua tahun lamanya Anjani bertunangan dengan Theo. Meski ada perbedaan jurang yang sangat besar dalam status sosial mereka, tapi Anjani berusaha menutup mata dan telinganya atas segala cemooh yang datang dari orang-orang disekelilingnya. Dari keluarg...