Aku bukan orang yang gemar menceritakan masalah pribadiku pada orang lain dengan mudah, kecuali orang yang benar-benar dekat denganku. Seperti Kak Mel.
Bahkan dengan Miuccia yang cukup akrab denganku dan teman pertamaku di Milan, tidak pernah sekalipun aku bercerita mengenai kehidupan percintaanku saat di Indonesia.
Ia tidak pernah tahu mengenai kehidupanku sebelum datang ke Milan dan juga tidak pernah bertanya. Aku pun enggan untuk bercerita.
Namun sekarang, ketika aku menatap mata Lessandro yang seakan bisa mengetahui tabir rahasia yang aku sembunyikan. Lidahku kelu. Apakah ia yang terlalu berpengalaman dalam menghadapi perempuan atau kah memang di mata dan wajahku semua telah terbaca begitu jelas?
Dan kenapa cuma Lessandro yang bisa melihatnya?
"Siapa namanya?"
"Theo..."
"Pria ini..apakah dia tampan?"
"Semua orang bilang dia tampan."
"Dan menurutmu?"
"Ya, dia tampan."
Aku mendengar Lessandro mengumpat dalam bahasa Italia. Matanya kembali menatapku.
"Apa yang membuat kalian berpisah?"
Lalu tanpa dapat kucegah, cerita itu mengalir keluar dari bibirku. Ekspresi yang diberikan Lessandro beragam. Kadang mengernyit, kadang geram, tapi juga sedikit iba. Iba kah dia padaku? Iba kah ia mendengar diriku yang dicampakan lelaki karena wanita lain yang disebut sebagai cinta pertama lelaki itu?
Iba kah dia mendengar tunanganku yang menghamili wanita lain, memutuskan pertunangan kami dan akhirnya harus menikahi wanita itu?
"Pria brengsek! Jika ia tidak mencintaimu kenapa harus memberi harapan? Dan apa maksudnya dengan menjadikan dirimu pengganti, hanya karena wajahmu mirip dengan mantan kekasihnya? Yang disebutnya cinta pertama? Menggelikan!"
"Bukankah kau pun sama, suka memberi perempuan harapan?"
"Aku dan bastardo itu berbeda! Aku tidak pernah mendekati wanita, wanita yang mendekatiku! Kecuali kamu, carissima. Ini pertama kali aku mendekati dan mengejar wanita."
"Bisa tidak sehari saja kau tidak ngegombal dan bersikap narsis?"
"Aku tidak sedang menggombal. Ini kenyataan. Aku memang tidak pernah mengejar wanita. Wanita yang mengejarku."
"Ya, ya. Kau pria tampan sedunia." Aku membereskan piring dan gelas kotor bekas kami makan. Tidak habis pikir darimana sikap narsistic yang dimiliki Lessandro. Lebih tak habis pikir lagi kenapa aku bercerita tentang Theo kepadanya? Kenapa aku mudah sekali mempercayainya dan menceritakan soal kehidupan asmaraku yang getir padanya?
Lessandro tertawa geli melihat tampangku yang terlihat bosan dengan gaya narsisnya. "Oke, maaf. Tingkat percaya diriku memang terlalu tinggi. Itu pasti menakutkanmu. Tapi aku bicara jujur. Amore mio, kamu satu-satunya perempuan yang aku kejar."
"Apa aku harus bersorak mendengarnya?"
"Fiuh, sinis benar nadanya. Tahu tidak kenapa aku pertama kali ini mengejar seorang wanita? Dan wanita itu kamu, carissima?"
"Kenapa?"
"Karena cuma kamu satu-satunya perempuan yang kebal dengan pesona yang aku miliki! Tahu tidak, saat kamu bersikap dingin dan tidak menanggapi godaanku tempo hari, waktu kau datang ke markas Ac Milan. Aku benar-benar frustasi. Aku penasaran. Dan sekarang aku tahu sebabnya. Apakah karena kamu belum bisa melupakan bastardo itu, mio caro?"
"Aku hanya tidak mau kembali terluka bila berhubungan lagi dengan seseorang, terlalu cepat. Maaf, hatiku bukan terbuat dari baja."
"Aku jadi penasaran, seperti apa tampang bastardo itu, yang begitu teganya menyakiti wanita secantik kamu, carissima."
"Penasaran?"
"He-eh, seperti apa sih tampangnya hingga bisa mengalahkanku untuk mendapatkanmu."
"Dia tidak mengalahkanmu. Kan tadi aku bilang, aku yang belum mau menjalin hubungan baru. Dengan lelaki mana saja. Meski pria yang mendekatiku bukan kamu, aku tetap belum bisa. Aku masih harus menata hatiku lagi."
"Itu tandanya kamu belum bisa melupakan si bastardo itu, carissima."
"Belum, tapi bukan tidak mungkin."
"Kalau begitu, yang aku perlukan cuma kesabaran kan?" Lessandro mengetuk dagunya sambil mengamatiku. "Begini saja. Mari kita membuat perjanjian."
"Jangan aneh-aneh."
"Tidak aneh-aneh kok. Begini carissima, kau harus berjanji satu hal padaku. Bila Ac Milan memenangkan piala champion, kau harus bersedia berkencan denganku. Dan aku akan berusaha mencetak gol terbanyak dan membawa timku menjadi juara."
"Bagaimana bila kau gagal dan Ac Milan tidak memenangkan piala champion?"
"Maka aku akan mundur dan tidak akan mengganggumu lagi. Aku akan menghilang dari hadapanmu seperti asap," ucap Lessandro dengan suara yang mantap. Tanpa keraguan sama sekali. "Tapi bila klubku tampil menjadi juara, kau harus memenuhi janjimu. Berkencan denganku dan menjadi pasanganku di pesta kemenangan kami nanti."
Aku menatap manik mata Lessandro. Ada rasa percaya diri dan keyakinan yang amat besar di sana. Seakan apa yang ia ucapkan barusan bukan isapan jempol belaka, bila ia bisa melakukannya. Dan pasti bisa.
Dan seperti terhipnotis, aku menyetujui perjanjian yang ia buat diantara kami. Setuju dengan begitu mudahnya. Tanpa memikirkan konsekuensi yang akan aku tanggung.
*************
Saya sudah menyelesaikan outline dari cerita ini sampai end. Dan akan saya usahakan update setiap hari, tapi tidak janji ya bestie. Tergantung kegiatan bocil saya di sekolah.
Saya juga ingin cepat menyelesaikan cerita saya yang lain Bitter sweet love, yang lama terlantar. Dan sedang mencicil membuat outline lanjutan hingga mudah bagi saya untuk menulis.
Belum lagi sibuk revisi Serenada Biru, yang sudah ditagih editor platform sebelah. Maaf karena belum sempat terselesaikan.
Tidak terbayangkan menjadi penulis ternyata sesibuk ini ya. Tapi saya menikmatinya. Rasa lelah saya rasanya terbayar bila ingat masih ada yang setia menunggu lanjutan cerita-cerita yang saya buat.
Terima kasih untuk dukungan kalian semua, tetap jaga kesehatan ya.
Salam sayang,
Eykabinaya

KAMU SEDANG MEMBACA
Love Is Blue (END)
Ficção GeralDua tahun lamanya Anjani bertunangan dengan Theo. Meski ada perbedaan jurang yang sangat besar dalam status sosial mereka, tapi Anjani berusaha menutup mata dan telinganya atas segala cemooh yang datang dari orang-orang disekelilingnya. Dari keluarg...