Bab 39

8.5K 789 15
                                        

Rasanya sulit dipercaya saat aku akhirnya setuju untuk ikut Lessandro ke Sisilia.

Dengan pesawat jet pribadi pinjaman dari teman sesama pemain sepak bolanya, yang entah siapa. Kami terbang menuju Sisilia. Kampung halaman Lessandro.

Kami tiba di bandara Catania dan dijemput dengan mobil jeep wrangler beserta supirnya. Supirnya seorang pria tampan yang terlihat sangat antusias saat melihatku.

"Hei, cugino. Siapa signorina cantik ini?" tanya pria itu tanpa memelankan suaranya. Bertanya pada Lessandro dalam bahasa Italia. "Cantik dan mungil."

"Dia cognatamu." Sahut Lessandro sambil melirikku.

"Serius?"

"Buat apa aku bercanda?"

"Lessandro cuma bercanda kok, jangan dengarkan," kataku dalam bahasa Italia. Pria itu tercengang menatapku, mungkin dia pikir tadi aku tidak bisa berbicara bahasa Italia. Ia menggaruk kepalanya dengan malu.

"Signorina bisa berbahasa Italia rupanya. Maaf."

"Tesoro, ini Giacomo. Sepupuku yang konyol." Lessandro mengenalkan kami. "Dan ini cognatamu, Anjani."

"Piacere." Giacomo menyalamiku canggung. "Maaf tadi aku bersikap tidak sopan, saudara ipar."

Oke, rasanya kedua pria ini tidak akan mendengarkan apapun bantahanku. Dia masih memanggilku cognata.

Setelah menaruh barang-barang kami di bagasi mobil, mobil segera menggelinding ke jalan. Menuju rumah Lessandro.

Aku duduk di belakang bersama Lessandro. Sepertinya Lessandro enggan duduk dengan sepupunya itu. Anehnya, Giacomo juga tidak protes diperlakukan seperti supir. Kurang ajar memang Lessandro.

"Signorina. Anda pasti akan kerasan tinggal di sini. Sisilia sangat indah, aku akan menjadi pemandu anda untuk menunjukan keindahan Sisilia. Khususnya Catania." Kata Giacomo yang sedang mengemudi.

"Apa ada yang memintamu untuk menjadi pemandu mio caro?" Lessandro bertanya sinis. "Kalau kau lupa, aku ini juga orang Sisilia. Aku masih hapal setiap sudut Sisilia. Keramahanmu tidak diperlukan!"

"Aku hanya ingin menunjukan keramahan orang Sisilia, kenapa kau begitu cemburu?"

"Sudah kubilang tidak diperlukan! Oh, ya. Bagaimana kabar Pietra? Kudengar kalian akan segera menikah."

Dari kaca depan aku bisa melihat raut wajah Giacomo yang cemberut.

"Kau merusak kesenanganku, cugino."

"Ingat, kau sudah memiliki kekasih. Jadi jangan coba-coba merayu kekasihku."

Aku hampir tersedak mendengar ucapan Lessandro yang begitu frontal. Sempat kudengar gerutuan Giacomo yang mengatakan Lessandro pencemburu, posesif, dan tidak menghargai kebaikannya.

Sedangkan yang dikeluhkan nampak tidak peduli. Menatapku sambil tersenyum, tidak peduli dengan pelototanku karena dengan entengnya menyebutku kekasih di depan sepupunya.

********

Rumah Lessandro terletak di pinggir kota Catania. Daerah yang relatif tenang dan sepi.

Saat mobil melewati pintu gerbang, terlihat sebuah bangunan besar dengan halamannya yang luas. Bangunan khas Italia yang terkesan kuno, mungkin memang berasal dari abad pertengahan.

Giacomo membunyikan klakson mobil dan dari dalam rumah muncul penghuninya. Suasana langsung meriah.

"Kakak!" Seorang anak perempuan berusia sekitar enam tahun berlari menghampiri mobil kami. Lessandro segera turun dari mobil dan menyambut gadis cilik itu dengan pelukan.

"Agnolia!" Lessandro mengangkat gadis cilik bernama Agnolia itu. Lalu memutar-mutarnya di udara selama beberapa saat. Terdengar cekikan tawa geli dari gadis cilik.

Lalu berturut-turut anggota keluarga yang lain mendekati Lessandro. Seorang pria berusia sekitar empat puluhan dan berjanggut memeluk dan menepuk bahu Lessandro dengan senyum lebar. Seorang wanita yang kira-kira berusia sama nampak berlinangan air mata.

Lalu pria tua, seorang wanita tua dan dua orang anak lelaki yang kira-kira berusia tiga belas dan lima belas tahun.

"Kakak."

"Hai, bambino." Lessandro memukul pipi kedua anak lelaki itu main-main. Ada cinta persaudaraan yang amat kuat diantara mereka. "Senang bertemu denganmu."

"Aku bukan bambino! Aku sudah besar, jangan memanggilku bambino!" Dengus anak lelaki yang lebih tua.

"Baik, aku panggil kau Filippo yang konyol!"

"Kakak!"

Semenjak tadi, aku hanya berdiri di samping memperhatikan Lessandro melepas rindu dengan keluarganya. Kedua orang tua, kakek nenek dan ketiga adiknya.

Aku tidak ingin mengganggu momen keluarga yang begitu hangat itu. Sedikit merasa iri, melihat Lessandro memiliki keluarga lengkap yang sangat menyayanginya.

Lalu mata mereka melihat kearahku yang selama ini hanya menjadi latar belakang, tanpa bersuara sepatahpun. Jelas sekali ada rasa ingin tahu di mata mereka.

"Ini.."

"Oh, kenalkan ini Anjani. Anjani, ini padreku Benecio, madreku yang cantik Nicholina. Ini nonno dan nonnaku, Roberto dan Oriana. Sedangkan ini adik-adikku. Filippo, Samuele, dan yang paling cantik bambini, Agnolia."

Dengan sopan aku menjabat tangan orang-orang tua itu, sedangkan adik-adik Lessandro terutama Agnolia, nampak malu-malu menanggapi uluran tanganku.

"Apakah ini calon cognata kami?" tanya Samuele dengan polosnya. Membuat semuanya serius memandangku dan Lessandro secara bergantian.

"Benar, ini cognata kalian. Padre, madre, kenalkan ini Anjani. Kalian bisa memanggilnya nuora. Menantu perempuan."

Aku melihat semua anggota keluarga Lessandro nampak terkejut, lalu ibu Lessandro memekik gembira sambil memelukku.

"Nuora." Katanya dengan mata kembali berlinang.

Ya, ampun. Bisa tidak aku menghilang detik ini juga?

Love Is Blue (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang