Lessandro menyodorkan segelas air putih untukku. Melihatku yang terbatuk-batuk karena tersedak makanan, ia mengusap punggungku lembut.
"Apa kata-kataku terlalu mengagetkanmu, hingga reaksimu berlebihan begini?"
"Berlebihan?" Aku meletakan gelas berisi air putih yang diberikan Lessandro setelah meneguk isinya separuh. "Buat omongan seorang bocah kayak kamu, itu sudah melebihi kata berlebihan."
"Bocah?" Mata Lessandro menyipit berbahaya. Ia terlihat shock mendengar ucapanku. Ups, apa aku salah ngomong?
"Kamu bilang aku bocah? Bocah darimananya?"
"Usiamu lebih muda tiga tahun dariku. Aku lebih pantas jadi kakakmu."
"Siapa yang ingin menjadikanmu seorang kakak?" Lessandro meletakan garpu ke piring dengan suara agak keras. Ehm..apa ia marah? Melihat wajahnya yang seperti ada badai sepertinya iya.
"Kamu tahu, aku bahkan pernah berkencan dengan wanita yang usianya sepuluh tahun lebih tua dariku. Dan aku tidak masalah. Dan ada apa dengan masalah umur sialan ini? Apa kalian para wanita harus merasa insecure dengan perbedaan usia pasangannya? Umur itu cuma angka!"
"Tapi umur mempengaruhi kedewasaan seseorang."
"Omong kosong! Dewasa itu tidak terpengaruh dengan usia! Tapi mental dan pengalaman orang yang bersangkutan. Banyak orang muda berpikiran dewasa, tapi banyak juga orang tua yang bertingkah seperti anak-anak."
Oke, ucapan Lessandro benar. Usia seseorang memang tidak bisa menjadi patokan untuk kedewasaan seseorang. Tapi aku yang sudah terlanjur berbicara seperti itu, tidak bisa menarik ucapanku lagi kan?
"Dan sekedar informasi, aku ini anak sulung. Punya tiga orang adik. Dua laki-laki dan satu perempuan. Dan aku tidak butuh seorang kakak perempuan. Karena aku memiliki ibu yang luar biasa."
Lessandro bersandar di kursi, tangannya terlipat di depan dada. Sepertinya tidak ada niat untuk melanjutkan makan lagi, sedangkan aku cuma mempermainkan garpu di tangan. Suasana yang tadi santai, lenyap entah kemana. Tergantikan dengan aura dingin Lessandro. Apa ia benar-benar marah kupanggil bocah? Serius?
"Kamu tahu kan, An. Kalau aku menyukaimu? Tertarik padamu?"
Tentu saja aku tahu! Aku kan bukan perempuan bodoh dan nggak peka!
"Kami, pria Sisilia tidak suka bertele-tele. Kami mengejar apa yang kami suka, membuang apa yang kami benci."
Aku menatapnya datar, apa itu artinya ia bakal membuangku kalau ia sudah mendapatkanku?
"Tapi aku pria keras kepala. Kalau aku menginginkan sesuatu, aku harus mendapatkannya. Ayahku yang mengajarkanku, kami sebagai pria. Tidak boleh pantang menyerah saat mengejar wanita yang kami sukai. Wanita yang benar-benar kami sukai. Jadi jangan memakai alasan usia yang lebih muda darimu untuk menolakku. Karena itu tidak akan mempan!"
"Lessandro." Aku mencoba berbicara. Meski merasakan tekanan dari aura yang ia keluarkan. "Aku sungguh-sungguh dengan perkataanku. Aku lebih tua darimu. Kamu harus mencari wanita yang seusia denganmu. Lagipula, aku bukan mainan. Aku gak mau jadi bagian dari koleksimu."
"Aku tahu kamu punya segudang pengalaman dengan wanita di luar sana. Dengan apa yang kamu miliki saat ini, tidak akan sulit mendapatkan wanita mana saja yang kamu inginkan. Yang cantik, kaya, seksi. Semua antri buat jadi pacarmu. Wanita banyak memujamu dan kaum pria menyembahmu seperti dewa.
"Kamu tampan, kaya, terkenal. Tapi aku tidak ingin menjadi bagian dari duniamu itu. Aku hanya ingin hidup tenang. Damai. Tanpa rasa khawatir dan menjadi pusat perhatian berlebihan. Jadi, selain persahabatan. Tidak ada yang bisa aku tawarkan padamu. Tolong, jangan jadikan aku salah satu koleksimu ya?"
Lessandro menatapku lama. Sangat lama hingga aku tidak berani lagi menatap matanya. Jika ia tersinggung dengan ucapanku, aku tidak peduli. Aku sudah mengatakan apa yang aku ingin katakan. Setelah ini, kuharap ia bakal mundur. Melupakanku. Berhenti mengejarku.
Aku tidak keberatan ia mencari buruan lain untuk ia kejar. Asal bukan aku, asalkan bukan diriku targetnya. Luka yang kumiliki masih basah. Meski hampir tertutup, tapi belum menutup sempurna.
Air mataku belum lagi kering. Apa harus ditambah lagi dengan air mata baru?
Tolong, biarkan aku menyembuhkan lukaku dulu. Biarkan aku sendiri untuk menyembuhkan luka di hatiku. Tanpa harus bersinggungan lagi dengan yang namanya cinta atau sebuah hubungan!
"Menarik." Tiba-tiba suara Lessandro terdengar. Aku kembali menoleh menatapnya. Ku lihat ia menatapku dengan seringai lebar di bibirnya. Ada apa dengan seringai itu?
"Tesoro, kamu benar-benar menarik perhatianku. Kamu perempuan pertama yang berani menolakku. Dan itu membuatku semakin bertekad untuk mengejarmu. Jadi jangan salahkan aku bila aku tidak akan menyerah untuk mendapatkanmu."
Aku tersenyum miring mendengar ucapan Lessandro, sebagai seorang pria sejati. Mengejar apa yang sulit ia dapatkan mungkin merupakan suatu tantangan yang menarik baginya. Dan ia menganggapku sebagai tantangan yang menarik itu.
Demi Tuhan, aku tidak pernah berniat untuk menjadi tantangan yang menarik untuknya. Tidak berniat untuk menjadi seorang perempuan yang ia pikir sulit untuk didapat.
Aku hanya butuh waktu. Waktu untuk menyembuhkan lukaku. Waktu untuk membangun lagi kepercayaanku atas nama cinta. Dan saat ini, aku masih tidak ingin menjalin hubungan apapun dengan pria lain. Sampai hatiku yang tertutup perlahan terbuka untuk menerima cinta yang baru.
"Apa yang sedang kamu pikirkan, carissima? Kenapa aku selalu merasa, tubuhmu ada di sini. Tapi pikiranmu tidak?"
Aku tersentak mendengar ucapan Lessandro, yang kini menatapku tajam.
"Siapa pria yang saat ini sedang kau pikirkan, mio caro? Aku berada tepat di depanmu, tapi kau memikirkan pria yang sudah menyakiti hatimu?"
Apakah Lessandro ini seorang cenayang? Ia bisa membaca pikiran? Bagaimana ia bisa tahu aku sedang memikirkan pria yang telah melukai hatiku?
"Matamu...sudah menjelaskan semuanya padaku. Mio caro, apa yang terjadi padamu?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Love Is Blue (END)
General FictionDua tahun lamanya Anjani bertunangan dengan Theo. Meski ada perbedaan jurang yang sangat besar dalam status sosial mereka, tapi Anjani berusaha menutup mata dan telinganya atas segala cemooh yang datang dari orang-orang disekelilingnya. Dari keluarg...