Bab 40

9K 778 30
                                        

Lessandro ternyata membawa banyak buah tangan untuk keluarganya. Untuk kedua orang tuanya, kakek nenek dan ketiga adik-adiknya.

Dan satu hal yang baru aku tahu, Lessandro terlihat sangat jelas menyayangi keluarganya dan memiliki hubungan yang sangat akrab dengan ketiga adiknya.

Si kecil Agnolia begitu lengket padanya, dan Samuele jelas-jelas begitu memuja Lessandro. Sedangkan si tsundere Filippo, meski tidak mau mengakui jelas-jelas sangat antusias mendengarkan cerita Lessandro. Mengenai pengalamannya di AC Milan.

Lalu tibalah saat makan malam. Ternyata Lessandro memiliki keluarga besar. Selain anggota keluarga yang tinggal di rumah itu, orang tua Giacomo yang merupakan paman dan bibi Lessandro juga datang.

Giacomo memiliki dua kakak laki-laki yang sudah menikah, satu kakak perempuan yang juga sudah berumah tangga dan seorang adik perempuan sebaya Filippo.

Dengan banyaknya anggota keluarga yang berkumpul, suasana di meja makan begitu meriah dan hangat. Orang-orang dewasa saling mengobrol dan anak-anak kecil sebaya Agnolia ikut meramaikan suasana.

Melihat suasana kekeluargaan yang begitu hangat, aku jadi teringat dengan keluarga Kak Mel di Jakarta.

Dulu, saat aku masih di Jakarta, setiap imlek tiba mereka pasti mengundang aku untuk ikut acara makan malam bersama mereka. Keluarga Kak Mel juga keluarga besar seperti ini.

Aku, yang yatim piatu dan tidak memiliki sanak saudara yang dekat denganku, tiba-tiba saja merasakan kehangatan di hatiku. Apalagi saat mereka begitu tertarik dengan kehadiranku.

Pusat perhatian malam ini selain Lessandro tentu saja aku. Mereka sepertinya tertarik denganku yang notabene berasal dari negara asing.

"Ayo, kau harus makan yang banyak. Kau begitu kurus, pasti selama ini tidak memperhatikan makanmu. Bekerja boleh saja, tapi jangan lupa makan." Ibu Lessandro menaruh lagi makanan ke piringku yang bahkan belum kosong.

Di atas meja penuh hidangan lezat khas Italia. Dan ibu Lessandro tidak henti-hentinya menawariku makanan, mengisinya ke atas piringku. Aku hanya memandang makanan dipiringku dengan tidak berdaya.

Apa aku sanggup menghabiskan semuanya?

"Madre, tubuh Anjani memang mungil. Bukan karena kurang makan," kata Lessandro yang melihat tatapan tidak berdayaku. Setengah geli, setengah kasihan melihat ibunya memberiku makan banyak. "Apa madre mau membuat perutnya meledak karena kekeyangan?"

"Omong kosong, porsi makannya bahkan tidak ada setengah porsi makanku. Nuora, makan yang banyak. Kau memang mungil tapi tubuhmu terlalu kurus."

Nicholina sepertinya memang menganggapku calon menantunya hingga tidak mempedulikan ucapan Lessandro. Aku mencoba menghabiskan makananku dengan susah payah.

Lessandro yang melihat itu hanya menghela napas, dan saat tidak ada yang melihat atau ibunya tidak lihat ia cepat-cepat mengambil makanan dipiringku. Membantuku menghabiskan makananku. Untung saja ia duduk di sampingku.

Meski sempat tercengang dengan tindakannya, tapi aku tidak melarang. Kalau tidak dibantu Lessandro bagaimana aku bisa menghabiskan makananku?

"Wuah, fratello mio, kau sangat romantis. Makan sepiring berdua dengan cognata!" Seru Samuele yang ternyata selama ini memperhatikan tindakan Lessandro yang membantuku menghabiskan makanan.

Sontak perhatian semua orang teralih pada kami berdua. Entah semerah apa warna wajahku. Aduh malunya saat mereka melihatku dengan senyum-senyum simpul. Apalagi saat Giacomo bersiul pelan menggoda, padahal pacarnya saja duduk di sebelahnya.

"Kenapa kalian melihatku seperti itu? Wajarkan aku makan sepiring berdua dengan calon istriku?" Lessandro rupanya memang tidak punya malu. Ia malah ngomong begitu yang membuat suasana bertambah riuh.

"Sepertinya rumah ini sebentar lagi bakal ada pesta pernikahan besar," ucap ayah Giacomo. "Hei, Benicio. Kau bakal punya cucu sebentar lagi."

Ayah Lessandro tersenyum lebar. "Tentu, memangnya cuma kau yang bisa punya cucu, Emmanuel? Lihat calon menantuku, cantik dan mungil. Anak-anak mereka pasti bakal cantik."

"Cantik dan tampan maksudmu?" Ibu Giacomo meralat.

"Aku harap anak mereka nanti perempuan. Anak lelaki itu cuma menyusahkan! Tapi anak perempuan selalu manis, lihat contohnya bambiniku, Agnolia. Dan nuoraku, Anjani." Benicio dengan bangganya berkata.

Kenapa pembicaraan mereka jadi perihal pernikahan dan cucu? Astaga, kan tadi awalnya cuma makan sepiring berdua. Itu juga tidak benar-benar sepiring berdua, hanya Lessandro yang berinisiatif menghabiskan makananku.

"Omong-omong soal pesta, untunglah kalian pulang sekarang . Karena lusa adalah ulang tahun nenek." Nicholina berkata cukup mengalihkan perhatian mereka. "Kita akan membuat pesta yang meriah untuk nenek."

Lalu pembicaraan beralih kerencana membuat pesta meriah untuk perayaan ulang tahun nenek. Membuatku bisa menarik napas lega tidak lagi menjadi bahan pembicaraan.

Orang Italia memiliki kebiasaan makan malam sampai larut. Biasanya mereka mengobrol sambil minum anggur.

Dengan menahan kantuk yang melanda, aku mencoba ikut dalam obrolan dan bertahan di meja makan.

Tapi rupanya Nicholina menyadari hal itu. Apalagi saat tanpa disengaja, dilihatnya aku menguap karena menahan kantuk.

"Ah, Anjani sudah mengantuk rupanya. Kamu pasti sangat lelah. Lessandro, antarkan Anjani ke kamarnya. Kasihan ia mengantuk."

"Ya, madre." Lessandro segera berdiri, memberi isyarat padaku agar mengikutinya. Meski aku merasa tidak enak karena sebagai tamu malah tidur lebih dulu daripada tuan rumah, namun aku benar-benar lelah dan mengantuk. Hingga mau tidak mau berpamitan pada mereka semua.

"Ini kamarmu." Kata Lessandro membawaku ke kamar tamu yang terlihat luas dan bersih. "Sekedar informasi, kamarku disebelah kamarmu. Kamu bisa mengetuk pintunya bila butuh sesuatu."

"Kenapa kamu pikir aku membutuhkan sesuatu?"

"Barangkali kamu merasa kesepian?" Lessandro mengedipkan matanya. "Kamu tidak bisa menghindar lagi, tesoro. Mereka sudah menganggapmu sebagai calon menantu mereka."

"Itu karena kamu yang membuat kesalah pahaman seperti ini."

"Apa kamu keberatan?" Lessandro menatapku serius. "Kamu keberatan dengan kesalah pahaman ini?"

"Aku..." Aku tidak tahu harus berkata apa. Sejujurnya, aku sama sekali tidak keberatan. Aneh sekali.

"Aku tahu." Ucap Lessandro pelan. Lalu tiba-tiba saja ia memajukan wajahnya dan mencium bibirku!

Love Is Blue (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang