Bab 38

8.3K 728 7
                                        

Liburan di Cyprus aku malah ditemani Lessandro, yang ternyata banyak memiliki waktu luang dari yang kuperkirakan. Lagaknya sudah seperti pengangguran yang gak butuh pekerjaan.

Jalan-jalan di pantai, mengajakku pesta barbeque atau sekedar ngobrol di kafe pinggir pantai yang memang banyak bertebaran di daerah ini.

Daerah tempatku berlibur memang daerah pantai. Jadi jangan heran bila banyak acara dan kegiatan yang diselenggarakan pihak hotel untuk para tamu yang menginap. Yang rata-rata turis asing seperti kami. Aku dan Lessandro.

"Cyprus membosankan. Aku merindukan Sisilia." Ucap Lessandro dihari kedua kami berlibur. "Aku rindu madre, padre dan adik-adikku."

"Kenapa kamu tidak pulang untuk bertemu mereka? Katamu kan kamu sedang berlibur. Klub memberi kalian libur selepas piala champion kan? Nah, mumpung sedang diberi libur. Pulanglah, temui mereka. Daripada kamu lontang lantung gak jelas ngikutin aku liburan di sini."

"Aku malas pulang sendirian. Tapi lain halnya kalau ada signorina cantik yang mau menemaniku pulang." Lessandro melirikku penuh arti. "Gimana, An?"

"Gimana apanya?"

"Mau menemaniku pulang ke Sisilia? Untuk bertemu keluargaku?"

Heh? Apa katanya?

"Ngawur. Aku ini bukan siapa-siapa kamu, ngapain juga ikut nemenin kamu pulang kampung ke Sisilia?"

"Kita ini bakal jadi siapa-siapa kalau kamu ikut pulang ke Sisilia denganku. Kamu belum pernah ke Sisilia kan?"

"Meski belum pernah, aku tetap gak mau ikut kamu. Apa kata orang tuamu kalau tiba-tiba kamu pulang bawa perempuan? Perempuan asing lagi!"

"Paling mereka bakal mengiranya kamu calon menantu mereka." ucap Lessandro kalem. "Dan kalau mereka tanya, bilang aja iya. Kamu calon istriku."

"Tambah ngawur aja tuh omongan. Memangnya berapa banyak perempuan yang kamu perkenalkan pada orang tuamu dan kamu bilang calon istrimu?"

"Nggak ada. Nggak satupun." Raut wajah Lessandro mendadak serius saat menatapku tajam. Membuatku deg deg kan. "Orang tuaku itu termasuk kolot, An. Mereka orang Sisilia yang memegang teguh prinsip. Kalau mereka tahu aku banyak berhubungan dengan perempuan sebelum menikah. Padre bakal mematahkan kakiku dan mencambukku dengan ikat pinggang."

"Oh, jadi kamu pernah dipukul pakai ikat pinggang oleh ayahmu?"

"Dulu. Saat usiaku lima belas tahun. Aku ketahuan ciuman dengan seorang perempuan." Lessandro terlihat meringis. "Eh, tapi sumpah. Cuma ciuman aja. Gak lebih dari itu."

Aku kepengin memutar bola mata mendengar sumpahnya itu.

"Lalu kenapa sekarang malah ngajak aku untuk ke rumahmu? Bertemu orang tuamu. Gak takut kena cambukan lagi? Atau udah gak sayang sama kaki?" Sindirku.

Lessandro lagi-lagi meringis. "Kalau kali ini gak takut. Aku yakin kok sama kamu."

Yakin apanya? Pikirku bingung.

"An, kalau aku saja bisa menemukanmu di sini. Bagaimana dengan si bastardo itu? Apa kamu yakin dia gak bakal bisa nemuin kamu di sini? Bagaimana jika aku sudah pergi dan dia datang mencarimu di sini? Siapa yang akan melindungimu? Apa yang akan kamu lakukan?"

Aku tersentak mendengar ucapan Lessandro yang terdengar masuk akal. Theo bisa datang menemukanku kapan saja. Jika ia bisa menemukanku di Paris. Tidak mustahil ia bisa menemukanku di sini. Dan jika ia benar-benar datang. Lalu aku harus bagaimana? Kemana lagi aku bisa lari?

Aku seperti narapidana yang melarikan diri dari penjara. Tidak seharusnya aku takut dengan Theo. Tidak seharusnya aku lari.

Tapi jauh di lubuk hatiku. Aku lari bukan karena takut dengan Theo. Tapi takut dengan perasaanku sendiri bila nanti ia goyah karena permohonan Theo yang menyedihkan.

Sebelum hatiku kuat. Sebaiknya aku memang menghindarinya. Agar tidak menyesali keputusan yang akan kuambil.

"Kalau kamu ikut denganku ke Sisilia, aku bisa melindungimu. Sekalian kamu berlibur dan mengunjungi Sisilia yang cuma kamu tahu dari film-film." Lagi-lagi Lessandro membujukku. Ia mungkin melihat keraguan di wajahku.

"Aku gak yakin..."

"Apalagi yang bikin kamu ragu?"

"Lessandro, kamu tahu kan aku ini seorang perempuan. Jika orang tuamu kolot dan masih memegang teguh norma-norma lama. Lalu apa kata mereka bila tiba-tiba kau pulang membawa seorang perempuan, yang jelas-jelas tidak memiliki ikatan apa-apa denganmu?"

"Aku kan tinggal jelaskan kalau kamu itu calon istriku."

"Jangan bercanda."

"Lalu apa kamu mau tetap di sini sampai si bastardo itu menemukanmu? Kalau itu sampai terjadi, aku juga tidak akan tenang meninggalkanmu sendiri di sini."

Aku menatap Lessandro ragu-ragu.

"Aku janji gak akan ngapa-ngapain kamu, tesoro. Setidaknya sampai kita resmi menjadi suami istri."

Aku melirik sebal mendengar omongannya yang terdengar seenaknya.

"Apa kamu yakin aku bakal aman ikut kamu ke Sisilia?"

"Tentu saja. Aku akan melindungimu. Dan kalau perlu, aku bakal minta keluarga Capone buat melindungimu!"

See, Lessandro memang gak pernah serius!

"Kapan kita berangkat?" Akhirnya aku bertanya, mencoba mengabaikan kata-katanya yang nyeleneh.

"Bagaimana kalau malam ini?"

"Malam ini? Tapi kita belum pesan tiket.."

"Jangan khawatir, itu sih masalah gampang. Semuanya sudah diurus. Kamu tinggal duduk manis aja."

"Maksudnya?"

"Nanti juga kamu bakal tahu." Lessandro tersenyum manis, seakan menyembunyikan sesuatu.

Oke, aku bakal tunggu dan lihat apa yang dia maksud dengan 'nanti juga kamu bakal tahu'.

Love Is Blue (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang