"Ekhm, p-pak?" Nalya memberanikan diri memanggil pria yang sejak tadi memeluknya ini dengan erat, rasanya tulang Nalya yang kecil sampai berbunyi karenanya."Oh, m-maaf." Bukan hanya Nalya yang berubah gagap, tapi Afka juga. Ketika dirinya tersadar telah memeluk Nalya, pria itu kemudian melepas pelukannya dan mundur sedikit untuk menciptakan jarak antara mereka.
Nalya sampai menggaruk tengkuknya yang tidak gatal akibat kebingungan yang melanda, sejujurnya Nalya ingin melarikan diri kembali dari kamar ini namun dirinya harus mengurungkan niat ketika Afka malah lebih dulu berdiri.
"Kamu istirahat aja, saya akan tetap di sini biar kamu tidak merasa bosan."
***
Suasana kamar mendadak canggung setelah Afka melepaskan pelukannya pada Nalya, mereka masih berada di dalam kamar bersama dengan Nalya yang dipaksa berbaring di ranjang dan Afka yang duduk di sebuah kursi kerja dalam kamarnya itu.
"Gue udah berasa kaya orang yang sakti parah." Batin Nalya.
Nalya sedikit melirik pada Afka yang memunggunginya, yang benar saja. Apakah dia akan terus berbaring disini dan bermalas-malasan? Jika Elma sang mama sampai tahu, tamat sudah riwayatnya jika pulang nanti.
Nalya beberapa kali menghela nafas untuk mencoba bersikap seperti biasa dan menganggap tidak terjadi apapun barusan, walaupun ucapan Afka masih teringat jelas di ingatannya.
"Pak?" Panggil Nalya tapi Afka tak menanggapinya.
"Pak Afka?"
"Pak Hakim?"
"Budek yah nih orang?" Nalya kembali membatin dibuatnya.
Afka seolah bertingkah bahwa dia sama sekali tak mendengar panggilan itu sampai Nalya greget sendiri ingin melemparinya dengan bantal.
Nalya diam sejenak untuk berpikir, sepertinya ada sesuatu yang terlupakan olehnya.
"Oh, gue tahu. Ini orang nggak mau di panggil bapak, tapi gue panggil apa yah? Bab*? Bang*at?"
"Asal jangan berharap gue panggil sayang, geli gue. Pengen muntah rasanya."
Nalya larut dalam pikirannya sampai dirinya tak sadar malah menggigit kuku pada ibu jari sebelah kanannya.
"AU!!!" Nalya menjerik tatkala dirinya merasa nyeri pada luka di lepak tangan kananya.
"Kamu kenapa!?" Afka langsung berbalik dan menghampiri Nalya di tempat tidur, pria itu duduk di sebelah kiri tempat tidur yang kosong. Afka meraih tangan kanan Nalya untuk melihat luka pada telapak tangan itu.
"Astagfirullah, Nalya? Kita ke rumah sakit sekarang."
"Nggak usah, nanti juga sembuh sendiri."
"Itu sudah melepuh Nalya, kalau tidak diobati tangan kamu bisa diamputasi." Afka kini sudah berdiri di sebelah kanan Nalya, pria itu turun dari ranjang dan meminta Nalya untuk ke rumah sakit bersamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pak Hakim - (ngeselin!)
General FictionKalau kata Nalya, pak Afka itu cocoknya dipanggil pak Hakim. Karena, selain nama tengahnya memang Hakim, pria itu juga selalu menghakiminya dengan tugas dan waktu pengumpulan yang tidak masuk akal. "Pak?" "Kumpulkan tugas makalah kamu besok." "Tapi...