"Kamu butuh waktu berapa lama untuk berpikir? Apa kamu terus akan bersikap egois seperti ini, Nalya?"
Sudah sejak 10 menit panggilan itu tersambung, namun Nalya belum juga menjawab satupun pertanyaan dari Savian. Yah, kakak Nalya itu tak berhenti menelponnya hanya untuk memastikan apakah Nalya sudah berpikir kembali mengenai jalan keluar masalahnya atau Nalya malah belum melakukan apapun untuk itu.
"1 kali aja, kasih kesempatan untuk Afka agar kamu bisa menilainya sendiri apakah dia benar-benar pantas untuk kamu atau tidak. Selebihnya, abang tidak akan ikut campur terlalu jauh."
"Tapi..."
"Kamu tetap akan berjalan ditempat jika tak berani melawan rasa takut."
"Itu nggak semudah yang abang pikir, mungkin abang bisa lawan rasa takut abang, tapi Nalya?"
"Afka sangat mencintai kamu, Nalya."
-
"Ada tidak yang ingin kamu makan?"
Pertanyaan Afka membuyarkan lamunan Nalya, wanita itu sedang duduk di atas ranjang sambil bersandar. Sedangkan suaminya duduk di pinggir ranjang menatapnya dengan pertanyaan yang terus berulang sejak tadi.
Sekarang sudah pukul 8 malam, Nalya sebenarnya bosan terus berada di kamar tanpa melakukan apapun selain membaca buku, bermain ponsel atau mengamati setiap sudut dalam kamar. Jangan tanyakan di mana Nalya makan malam, karena jawabannya yah di kamar ini.
"Kamu mau makan apa sekarang?" Tanya Afka penuh harap, pria itu sangat ingin Nalya meminta sesuatu padanya.
"Nggak ada."
"Mangga muda mungkin?"
"No."
"Rujak?"
"Nggak."
"Kamu nggak ngidam?"
"Udah berapa kali mas nanya gitu? Saya capek jawabnya."
Sungguh, kesabaran Nalya yang setipis kertas hvs itu selalu saja Afka uji. Entah itu pertanyaan tidak penting atau kekhawatiran berlebih pria itu tentangnya.
"Saya hanya tanya, siapa tau aja kamu mau tapi nggak enak ngomongnya."
"Dari pada mas nggak ada kerjaan di sini, lebih baik upload nilai matakuliah untuk kelas saya di siakad. Dari kemarin Saqif nggak berenti neror wa saya!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Pak Hakim - (ngeselin!)
General FictionKalau kata Nalya, pak Afka itu cocoknya dipanggil pak Hakim. Karena, selain nama tengahnya memang Hakim, pria itu juga selalu menghakiminya dengan tugas dan waktu pengumpulan yang tidak masuk akal. "Pak?" "Kumpulkan tugas makalah kamu besok." "Tapi...