Nalya hanya bisa merutuki dirinya atas kebodohan beberapa saat lalu. Kini, wanita itu berdiri di hadapan Afka dengan pria itu yang masih duduk di kursinya tanpa mengatakan apapun.
"Huh..."
Helaan nafas terdengar dari bibir pria itu, Afka hampir kehilangan kesabaran dan memarahi Nalya habis-habisan. Afka bahkan berpikir bahwa Nalya ini memang tidak punya sopan santun sama sekali.
"Kamu tahu kesalahan kamu kali ini?" Tanya Afka pada Nalya yang dengan posisi menundukkan kepala.
"Angkat kepala kamu dan lihat saya," Nalya memberanikan diri untuk menatap kedua mata yang kini menatapnya dengan tatapan tajam.
"Apa kesalahan kamu kali ini?"
"Membanting makalah di atas meja?" Nalya menjawab pertanyaan itu dengan pertanyaan lain.
"Selain itu?"
Nalya sempat berpikir setelah mendengar pertanyaan pak dosennya kembali, namun dia tak menemukan jawabannya.
"Tidak ada pak," jawabnya sembari menggelengkan kepalanya.
Afka hanya mampu memijat pelipisnya akibat hipertensi yang kembali kambuh hari ini.
"Bapak kenapa, sakit?" Nalya masih dengan santainya bertanya bahkan ketika Afka kini mendelik tajam ke arahnya.
Nalya-Nalya, wanita dengan nyali besar ini memang benar-benar di luar nalar. Afka sampai tak bisa berkata-kata dibuatnya.
"Besok kalau saya masuk rumah sakit itu semua gara-gara kamu!"
"Lah ko saya pak?"
"Saya hampir serangan jantung kalau kamu lupa, dan lagi. Tugas kamu saya tolak!"
"Tap..."
"Keluar dari ruangan saya, SEKARANG!!" Afka berteriak tepat di depan Nalya membuat Wanita itu refleks melangkah ke belakang kemudian berlari keluar dari ruangan sang dosen tanpa protes lagi.
Nalya mungkin berpikir kemarin adalah hari yang sial untuknya, namun nyatanya hari ini lebih sial lagi. Dia sudah susah-susah mengerjakan tugasnya, berlari menuju ruangan sang dosen dan berakhir ditolak tanpa keterangan yang jelas. Padahal, 'kan Nalya sudah tepat waktu, lalu apa yang salah sebenarnya?
"Gimana Nal?" Laila berlari menghampiri Nalya yang baru saja turun dari lantai 2.
"Gagal, tugas gue ditolak." Bibir Nalya melengkung ke bawah tanda dirinya benar-benar sedih dan sepertinya akan menangis sebentar lagi.
"Terus makalahnya mana Nal?" Tanya Wilan ketika tak menemukan makalah yang tadi di bawa sahabatnya itu.
"Gue buang di tong sampah ruangan pak Hakim."
"Udah, sabar yah. Nanti Saqif coba ngomong sama pak Hakim deh, bisakan Saq?" Laila memeluk Nalya untuk menenangkannya yang kini sudah banjir air mata tanpa perduli menjadi tontonan orang-orang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pak Hakim - (ngeselin!)
General FictionKalau kata Nalya, pak Afka itu cocoknya dipanggil pak Hakim. Karena, selain nama tengahnya memang Hakim, pria itu juga selalu menghakiminya dengan tugas dan waktu pengumpulan yang tidak masuk akal. "Pak?" "Kumpulkan tugas makalah kamu besok." "Tapi...