Mmhh...
Suara leguhan bangun tidur terdengar samar, cahaya matahari masuk memalui cela gorden membuat wanita dengan tangan kanan yang masih diperban itu kini membuka mata dengan perlahan.
"Gue bukan di kos an?" Gumamnya ketika mendapati sekeliling kamar bukanlah tempat yang dirinya tinggali.
Nalya kemudian bangun terduduk di atas tempat tidur, wanita itu sedikit meringis ketika luka sayatan di tangan kanannya terasa nyeri.
"Akhh!" Ringisnya dalam hati sembari meniup luka itu dengan pelan.
"Sudah sadar?"
Nalya menoleh kebelakang, mendapati Afka yang sudah rapih dengan kemeja putih dan celana kain berwarna hitam yang pria itu kenakan.
Ketika tak mendapatkan jawaban dari Nalya, Afka memilih mendekat dan duduk di pinggir ranjang berhadapan dengan sang istri.
"Lukanya masih nyeri?" Afka meraih tangan kanan Nalya dengan lembut, kejadian semalam membuatnya berakhir dimarahi oleh sang bunda.
Afka tentu sangat khawatir saat mendapati Nalya pingsan semalam, dirinya bahkan memaksa untuk membawa istrinya ke rumah sakit tapi ayahnya mengatakan untuk melakukannya besok saja. Dania hanya memanggil seorang dokter kenalannya untuk ke rumah dan merawat luka menantunya.
"Lain kali, tolong dengarkan apa kata saya. Jangan melukai diri kamu seperti ini," Afka kemudian menatap wajah Nalya yang entah sejak kapan sudah mulai memerah, wanita itu juga terlihat gelisah membuat Afka kebingungan.
"Apa perlu kita ke rumah sakit untuk jahit lukanya?"
"NO! Nggak usah, makasih."
Nalya menarik tangannya dengan cepat setelah mendengar kata 'jahit', dia hanya pernah membayangkan betapa sakitnya proses itu dan Nalya tidak akan mau melakukannya sampai kapan pun.
"Kalau begitu, kamu nggak perlu kuliah hari ini. Tinggal aja di rumah untuk istirahat," Afka masih tetap pada posisinya berhadapan dengan Nalya walaupun kini tangannya tidak lagi menggenggam tangan kanan Nalya.
"Tapi, saya ada 2 kelas hari ini. Belum lagi saya ada urusan yang belum selesai sama kak Dimas," Nalya hampir saja lupa dengan Dimas, bagaimana keadaan pria itu sekarang?
"Dimas? Dimas siapa?"
"Kak Dimas, presiden mahasiswa."
"Sejak kapan kamu punya urusan sama dia?"
"S-sejak kemarin, mungkin?"
Afka menatap Nalya curiga, pria itu sudah bisa menebak bahwa ada yang tidak beres dengan wanita di hadapannya. Terbukti, ketika Afka akan kembali bicara Nalya lebih dulu mengalihkan pembicaraan.
"Semalam anda tidur di mana?"
"Anda?"
"Iya, anda." Nalya berucap sambil mengarahkan dagunya pada Afka, dari pada menunjuk pria itu dengan tangan kiri? Pasti akan terlihat sangat tidak sopan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pak Hakim - (ngeselin!)
Fiksi UmumKalau kata Nalya, pak Afka itu cocoknya dipanggil pak Hakim. Karena, selain nama tengahnya memang Hakim, pria itu juga selalu menghakiminya dengan tugas dan waktu pengumpulan yang tidak masuk akal. "Pak?" "Kumpulkan tugas makalah kamu besok." "Tapi...