Di kursi meja makan di rumah pak Hakim, sang dosen yang tadi menolak tugasnya di kampus ini lah sekarang Nalya berada. Bersama dengan dua wanita paruh baya yang sedang sibuk mengobrol sembari membuat adonan kue kering di dapur.Nalya hanya bisa terdiam menyanggah kepalanya dengan tangan yang berada di atas meja, dia hanya disuruh diam di sana sembari melihat sang mama sedang asik temu kangen dengan teman lamanya yang ternyata adalah ibunda dari Afka.
"Ck! Tau gini gue jemput pas abis sholat isya aja." Gumam Nalya berdecak sebal karena merasa lelah dan bosan.
"Nalya udah semester berapa sekarang?" Tanya Dania, dia sedikit menoleh kebelakang di mana Nalya masih duduk dengan bosan di meja makan sendirian.
"Baru semester 5 tante," jawab Nalya sedikit berteriak.
"Kuliah di USN, kan?" Dania kembali bertanya namun kali ini Elma yang menjawab pertanyaan itu mewakili putrinya.
"Iya, ambil jurusan Hukum loh dia padahal keluarga yang lain minta dia untuk ambil teknik pertambangan aja."
Dania mengangguk sebagai respon sedangkan Nalya di belakang sana kembali mendengus sebal, dia tahu kalau pembicaraan selanjutnya pasti akan mengarah pada kepribadiannya yang buruk. Lihat saja, apa lagi mamanya itu orang yang cerewet.
"Kuliah sesuai minat itu penting Elma, anak-anak juga akan lebih serius belajar kalau itu memang jurusan yang mereka ingin 'kan. Beda lagi kalau memang dari awal mereka tidak cocok, pasti ujung-ujungnya yah kalau nggak malas yang berhenti."
"AKU SETUJU APA KATA TANTE!" Nalya berseru semangat ketika mendengar ucapan Dania. Akhirnya ada yang bisa menyampaikan kata-kata itu pada mamanya.
Nalya yang tadinya bosan kini dengan samangat berdiri dan beralih ke meja bar dapur untuk ikut mengobrol, bagaimana tidak semangat orang dari dulu dirinya hanya bisa diam dan mendengar omelan Elma tapi sekarang akhirnya ada yang bisa membelanya.
"Seneng banget kayanya ada yang belain," sindir Elma pada Nalya yang kini mulai tersenyum pada kedua wanita di hadapannya.
"Mama tuh harusnya bisa berpemikiran sama kaya tante Nia, mama harus percaya aja sama aku."
"Masalahnya kamu ini suka bohong. Mana bisa mama percaya lagi 100% sama kamu?" Timpal Elma membela diri.
"Itu, 'kan pas masih SMA. Sekarang udah nggak pernah bohong lagi."
"Mana ada, kemarin kamu bohongin saya." Seseorang di belakang sana ikut menimpah obrolan membuat ke tiga wanita beda usia itu beralih menatapnya.
"Pak Hakim kampret!" Batin Nalya mengumpat ketika Afka kini duduk di sebelahnya.
"Nak Afka kenal dengan Nalya?" Tanya Elma sembari menatap Nalya dan Afka bergantian.
"Dia mahasiswi saya di kampus, Nalya ini mahasiswi yang punya prestasi yang bagus di kampus." Ujar Afka jujur membuat Nalya seakan terbang mendengar pujian itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pak Hakim - (ngeselin!)
General FictionKalau kata Nalya, pak Afka itu cocoknya dipanggil pak Hakim. Karena, selain nama tengahnya memang Hakim, pria itu juga selalu menghakiminya dengan tugas dan waktu pengumpulan yang tidak masuk akal. "Pak?" "Kumpulkan tugas makalah kamu besok." "Tapi...