"Saya akan menggugurkannya, dan kita akan bercerai setelahnya."
Ucapan Nalya itu terus terngiang di kepala Afka, setelah mendengar ucapan istrinya, Afka memilih masuk ke dalam kamar tanpa membalas ucapan Nalya.Afka kini duduk di lantai dan bersandar pada ranjang, sesekali pria itu mengusap wajahnya gusar. Dia tak bisa berpikir jernih, Nalya sudah mengambil keputusan tanpa pikir panjang dan dirinya tak bisa berbuat apa-apa.
Entah dia bisa merelakan itu atau tidak, yang pasti Afka kehilangan arah.
***
Di ruang tamu, Nalya dan Savian masih berdebat. Savian masih mencoba untuk menasehati dan meminta Nalya berpikir, Tapi kali ini Nalya benar-benar tidak ingin mendengarkan siapapun.
"Nalya udah nggak bisa, abang denger sendirikan apa kata dia?"
"Kalian cuman sama-sama emosi."
"Ucapan dia barusan menandakan kalau dia juga nggak siap untuk menjadi seorang ayah. Lalu, apa yang bisa Nalya harapkan dari pria seperti itu?"
"Lebih baik dia tidak lahir dari pada dia harus hidup menderita."
Savian menghela nafas panjang, Nalya benar-benar dikuasai emosi. Nalarnya tidak lagi berfungsi dengan baik, bahkan jika Savian memukul kepala Nalya, adiknya itu pasti tetap akan membela diri.
Yang harus Savian perbuat hanya melakukan pendekatan secara emosional, menyadarkan Nalya dengan perkataan sarkasme.
"Kamu tahu Nalya, selama ini ternyata mama menjalani hidupnya dengan perasaan bersalah, dia merasa bersalah karena tidak bisa menjaga Savina dan dia juga merasa bersalah karena melampiaskan semua perasaan marah itu pada orang yang salah. Lantas, kalau kamu mengambil keputusan untuk tidak melahirkan bayi itu, apa kamu bisa menjamin hidup kamu akan lebih baik setelahnya?"
"Kamu melihat dan merasakannya langsung, bagaimana anak-anak kecil itu tertinggal sendirian tanpa orang tua. Kamu melihat setiap ekspresi sedih mereka, apa kamu tega melihat kelak anakmu mengalami hal yang sama?"
"Jika kamu membunuhnya, kamu tetap akan melihatnya."
"Tapi..." Nalya berusaha membuka suara namun Savian seakan tak memberi cela untuknya berpendapat.
"Kamu masih terlalu muda untuk mengambil keputusan sebesar ini secara sepihak, jangan mengatai orang lain egois jika kamu sendiri masih seperti itu."
"Abang tahu perasaan kamu, tapi bukan berarti kamu harus menjadi seorang pembunuh hanya karena takut kejadian di masa lalu itu terulang kembali. Papa tetap papa
dan Afka adalah Afka, kamu tidak bisa menyamaratakan semua orang hanya karena kamu pernah terluka oleh orang lain!""Kalau kamu takut akan bersikap sama seperti mama nantinya, maka jangan mengikutinya dan berbuatlah hal yang sebaliknya."
Nalya kehabisan kata, Savian memang selalu menjadi pemenang di setiap pembicaraan. Savian berharap setidaknya Nalya memikirkan kata-katanya barusan, akan ada baiknya kalau Afka dan Nalya kembali bicara dengan kepala dingin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pak Hakim - (ngeselin!)
General FictionKalau kata Nalya, pak Afka itu cocoknya dipanggil pak Hakim. Karena, selain nama tengahnya memang Hakim, pria itu juga selalu menghakiminya dengan tugas dan waktu pengumpulan yang tidak masuk akal. "Pak?" "Kumpulkan tugas makalah kamu besok." "Tapi...