Extra chapter 4 (Last)

89K 2.8K 89
                                    

Akan ada perubahan waktu dan tahun yang dilakukan secara cepat, jadi mohon untuk membacanya dengan pelan agar kalian bisa paham alurnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Akan ada perubahan waktu dan tahun yang dilakukan secara cepat, jadi mohon untuk membacanya dengan pelan agar kalian bisa paham alurnya.

***


Pukul 10:12

Afka dengan suka rela mengantar Nalya hingga ke bandara, Aran tidak ikut bersamanya dengan alasan tidak enak badan. Afka tahu Aran hanya beralasan, tapi dia tidak bisa memaksakan kehendaknya untuk meminta Aran memaafkan atau meminta maaf pada Nalya. Biarkan anak itu mengerti dengan perlahan adalah keputusan terbaik.

"Terimakasih sudah mengantar saya sampai ke bandara, maaf sudah banyak merepotkan."

"Tidak apa-apa, saya juga kebetulan ada keperluan di dekat sini. Jangan merasa terbebani," Afka tersenyum singkat dan Nalya mengangguk sebagai respon.

"Nalya?"

"Iya, kenapa?" Nalya menatap Afka menunggu apa yang akan pria itu bicarakan sebelum dirinya pergi meninggalkan kota ini kembali.

"Saya, saya akan terus menunggu sampai kamu kembali lagi pada saya."

Nalya diam, dia mengalihkan pandangannya ke arah lain. Beberapa kali mengambil nafas dengan menghembuskannya dengan gusar.

"Saya masih mencintai kamu hingga saat ini, terlepas dari apa yang orang-orang pikirkan tentang kamu. Saya masih berharap banyak agar kamu kembali pada kami, Nalya."

Nalya membuka tasnya dan menyerahkan secarik kertas itu pada Afka.

"Saya hanya akan terus menggoreskan luka di hati mas karena ke egoisan saya, hidup masing-masing seperti ini jauh lebih baik."

"Nalya?"

"Maaf, tapi saya tidak ingin kalian hidup lebih menderita dari ini karena saya. Aran butuh sosok seorang ibu yang sehat, bukan seperti saya."

Sungguh, rasanya sedikit nyeri pada hati Afka ketika Nalya mengatakan hal itu. Bukan hanya tentang penolakannya, tapi tentang bagaimana kondisinya saat ini. Sakit yang sulit sembuh dalam hati Nalya benar-benar membuat Afka khawatir.

"Apa pun itu, saya akan tetap menunggu kamu pulang. Nalya, kamu masih punya kami."

Tatapan mata Nalya menyiratkan kesedihan, kedua matanya berkaca-kaca. Tapi, bibirnya tersenyum lebar. Nyatanya, Nalya cukup sulit untuk bersikap kuat dan tegar di hadapan Afka, pria itu selalu mengerti dirinya namun kenapa Nalya baru menyadari hal itu sekarang?

"Hm," Nalya mengangguk menanggapi ucapan Afka.

"Itu nomor telpon dan alamat rumah saya, tolong berikan itu pada Aran. Saya belum tau kapan bisa kembai ke sini. Jadi, saya harap semua akan baik-baik saja bahkan ketika saya telah pergi."

Senyum lebar itu belum juga pudar di bibir Nalya, Afka hanya tersenyum sekilas tepat setelah kata terakhir itu terucap perasaan Afka semakin khawatir.

"Saya sudah harus pergi, titip salam pada Aran dan Ania. Maaf tidak bisa mendatangi mereka dan berpamitan secara langsung."

Pak Hakim - (ngeselin!)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang