Nalya mengangkat tangan kanannya dengan perasaan marah, ingin sekali dirinya menampar pria di sebelahnya dengan kuat namun mengingat Afka sedang menyetir mobil maka Nalya hanya mampu mengepalkan tanggannya untuk melampiaskan amarahnya.
"Kalau kamu mau nampar saya, kamu bisa lakuin itu ketika kita sampai di rumah."
"Berhenti di sini," pintanya pada Afka yang masih tetap setia menatap jalanan.
"GUE BILANG BERHENTI!!" Nalya kehilang kesabaran, pergalangan tangannya yang dicengkraman oleh Afka tadi terasa sakit. Pria itu benar-benar keterlaluan padanya, lihat saja apa yang akan Nalya berikan sebagai balasan jika pria itu memberhentikan mobilnya.
"Saya nggak akan pernah memaafkan anda seumur hidup saya, kalau anda tidak menghentikan mobilnya sekarang."
Afka melipat bibirnya kedalam mendengar ucapan Nalya, tak ada pilihan untuknya. Lebih baik menepikan mobilnya di jalan kawasan Wiskul yang sepi dan..
PLAK!
Satu tamparan kuat mendarat di pipi Afka, wajahnya sampai menoleh ke samping dengan rasa perih yang menjalar dari tamparan itu.
"Anda orang yang nggak tau diri! Dasar bajingan!"
Nalya memandang Afka dengan tajam, perasaan marahnya tak bisa dia tahan lebih lama dan berakhir meledak dengan tamparan kuat di pipi suaminya.
Nalya kemudian membuka pintu dan menurunkan sebelah kakinya. Namun belum sampai dirinya berhasil keluar, Afka kembali memegangi lengannya dan berakhir Nalya kembali duduk dengan Afka yang menutup pintu lalu menguncinya lagi.
Nalya memukul tangan Afka agar pegangannya pada lengan Nalya terlepas tapi bagaimana pun Nalya memukulnya dengan keras Afka tetap tak melepaskannya, tulang lengan Nalya yang kecil itu rasanya akan remuk sebentar lagi.
"Kalau kamu terus bersikap seperti ini, masalah tidak akan selesai."
"Dan kalau anda terus bersikap kasar pada saya, bahkan bersujud di kaki saya pun tidak akan mengubah keputusan saya."
Afka melepaskan lengan Nalya setelah mendengar balasan dari wanita itu terhadap perkataannya, rahangnya mengeras melihat bagaimana Nalya kini bergeser lebih jauh darinya dan memegangi lengan kanannya yang memerah.
Hati Nalya berdenyut sakit, matanya kini berkaca-kaca. Dia tak ingin lagi menangis namun air mata itu jatuh begitu saja. Nalya adalah wanita kuat, dia pasti bisa bertahan seperti sebelumnya tapi kenapa? Kenapa dia sangat cengeng belakangan ini belum lagi perasaannya yang mudah berubah, Nalya tak bisa mengendalikan dirinya.
"Saya minta maaf," hanya 3 kata itu yang terucap dari bibir Afka, Nalya sama sekali tidak menanggapinya.
"Nalya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Pak Hakim - (ngeselin!)
General FictionKalau kata Nalya, pak Afka itu cocoknya dipanggil pak Hakim. Karena, selain nama tengahnya memang Hakim, pria itu juga selalu menghakiminya dengan tugas dan waktu pengumpulan yang tidak masuk akal. "Pak?" "Kumpulkan tugas makalah kamu besok." "Tapi...