"Kalau ada apa-apa, telpon mas."
"Iya," Nalya mengangguk paham mendengar ucapan Afka, sedangkan pria itu masih saja berdiri sambil berbicara menghadap pada sang istri yang duduk di tepi ranjang.
"Ingat yah, jangan kemana-mana." Katanya lagi dan Nalya menghela nafas.
Huh..
"Nalya?"
"Iya, nggak kemana-mana."
"Kemarin juga kamu bilang gitu, 'iya mas nggak kemana-mana.' tapi taunya malah ke empang milik ibu kostnya Laila," ujar Afka mengingatkan membuat Nalya ingin kembali tertawa karena kejadian kemarin.
"Awas ngompol lagi," peringat Afka sambil tertawa kecil dan Nalya hanya berdehem menanggapi.
Afka yang sudah rapih itu kemudian merendahkan tubuhnya berjongkok tepat di hadapan Nalya, tangan kanannya terarah menyentuh perut istrinya yang baru akan memasuki minggu ke 36.
Afka mengelus perut Nalya dengan lembut, sesekali dirinya tersenyum ketika merasakan pergerakan pada bayi di dalam perut istrinya.
"Apa nggak sebaiknya kamu ikut aja?" Afka sedikit mendongak untuk menatap wajah Nalya.
"Enggak deh, mending tidur."
"Yakin? Tapi mas nggak tenang ninggalin kamu, ikut aja yah?"
"Ada bunda sama ayah di rumah, lagian mas juga cuman 2 hari di Kendari. Kalau Aku ikut, yang ada tambah beban aja."
"Atau mas batalin aja jadi narasumber seminarnya?"
"Kenapa lagi?"
Nalya kembali menghela nafas panjang karena Afka, suaminya itu semakin membatasi diri untuk kemana-mana. Pria itu menjadi lebih siaga dan terus menempeli Nalya untuk mengawasinya, terlebih kemarin dirinya tidak pamit pada Afka saat pergi bersama Laila, Wilan dan Saqif ke empang membuat Afka semakin menempel bahkan hanya untuk ke kamar mandi pun pria itu ikut masuk bersama Nalya.
Afka ini memang sudah setuju akan mengisi seminar di salah satu kampus di kota Kendari, Nalya sendiri tidak keberatan sama sekali di tinggal Afka tapi pria itu yang kini merengek memintanya ikut pagi ini bersamanya dengan alasan tidak tenang.
"Perasaan mas nggak enak, takut kamu kenapa-kenapa kalau mas nggak ada."
"Itu cuman perasaan mas aja. Kali ini aku janji nggak akan keluar rumah kalau mas belum pulang, siur." Nalya mengangkat jari tengah dan telunjuknya membentuk huruf V sebagai tanda bahwa dia serius akan ucapannya.
"Oke, mas percaya."
Pada akhirnya Afka mengalah, Nalya juga pasti akan kerepotan jika ikut bersamanya dengan keadaan sekarang. Perut yang besar, tubuh yang lemah dan kaki yang mudah bengkak menjadi pertimbangan Nalya untuk tidak ikut pergi. Lagi pula di rumah selain Afka, ada bunda Dania dan ayah Ahmad yang juga amat memperhatikannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pak Hakim - (ngeselin!)
Ficción GeneralKalau kata Nalya, pak Afka itu cocoknya dipanggil pak Hakim. Karena, selain nama tengahnya memang Hakim, pria itu juga selalu menghakiminya dengan tugas dan waktu pengumpulan yang tidak masuk akal. "Pak?" "Kumpulkan tugas makalah kamu besok." "Tapi...