46. Aran dan Arania

78.4K 5.3K 168
                                    

Afka masih betah berdiri di depan pintu kamar rawat Nalya, setelah seorang perawat membawa anak laki-lakinya Afka masih tetap tinggal di depan sana sendirian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Afka masih betah berdiri di depan pintu kamar rawat Nalya, setelah seorang perawat membawa anak laki-lakinya Afka masih tetap tinggal di depan sana sendirian.

Afka kehilangan keberaniannya untuk bertemu dengan Nalya, dia takut salah memilih kata dalam bicara dan berakhir dengan kekacauan.

Tangis Nalya tidak lagi terdengar sejak beberapa saat lalu. Walaupun begitu, Afka masih merasa tak tenang takut Nalya merasa stress memikirkan bayi perempuan mereka.

Afka mengusap wajahnya gusar bersamaan dengan pintu kamar rawat Nalya yang terbuka, Savian keluar dari sana dan menghela nafas panjang setelah melihat adik ipar yang sejak tadi ditunggu ternyata berdiri di depan pintu.

"Kenapa lo nggak masuk?" Savian berdiri di hadapan Afka. Tidak dapat dipungkiri, menenangkan Nalya yang sejak tadi menangis juga membuat Savian sakit pinggang.

"Kenapa?" Savian menatap ada yang tidak beres dari ekspresi wajah Afka, pria itu bahkan diam saja tanpa menjawab pertanyaan Savian. Lama menunggu jawaban dari Afka, Savian juga memilih bungkam, sepertinya Afka memang tak ingin membagi beban pikirannya dengan orang lain.

"Saya masuk dulu," ujarnya pada Savian. Tanpa menunggu balasan Afka masuk ke dalam ruang rawat dan berjalan mendekati Nalya.

Istrinya itu sedang terdiam menatap langit-langit kamar, Afka berhenti sejenak mengambil nafas lalu menghembuskannya dengan gusar sebelum akhirnya duduk di kursi sebelah tempat tidur Nalya.

"Nalya?"

Nalya tak menanggapi, bahkan untuk sekedar melirik saja dia tak sempat. Entah apa yang sedang dipikirkan wanita itu sekarang.

"Arania akan baik-baik aja, mas yakin dia akan tumbuh dengan sehat." Afka berucap pelan, air mata jatuh dari sudut mata Nalya setelah mendengar perkataan Afka.

'Semoga, semoga semuanya benar akan baik-baik saja.'

"Namanya Arania, sedangkan kakaknya bernama Aran. Nama yang memang sudah kita siapkan untuk mereka," Afka mengepalkan tangannya kuat untuk menahan rasa sesak di dadanya, dia tidak boleh memperlihatkan sedikitpun kesedihannya pada Nalya. Afka tau bahkan bukan hanya fisik Nalya yang lelah, tapi juga mentalnya. Dengan memperlihatkan kesedihan yang dia rasakan pada istrinya, itu hanya akan membuat Nalya semakin cemas.

"Kalau kamu mau ketemu Arania, mas bisa antar kamu ke sana besok."

Nalya langsung menoleh pada Afka, pria itu tersenyum kecil dan mengangguk untuk meyakinkan Nalya.

"Apa dia...benar baik-baik aja?"

"Hm, hanya karena berat badannya rendah makanya dia di tempatkan di inkubator. Nggak ada masalah atau penyakit lain yang membahayakan, ukuran tubuhnya hanya lebih kecil dari Aran."

Pak Hakim - (ngeselin!)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang