Bagian 52

13.9K 738 71
                                    

Pelupuk mata lelaki itu terbuka. Dadanya langsung bergemuruh sejak pertama kali dirinya terbangun. Tubuhnya yang bersandar pada kursi mobil kini mulai bangkit. Hawa hatinya tiba-tiba tidak tenang entah mengapa. Saat ini ia hanya diam untuk mencoba membuat dirinya tenang.

Suara azan berkumandang. Ia kembali terperanjat. Pukul berapa ini? Sekarang matanya sibuk mencari ponsel. Ia selalu lupa dimana meletakkan benda itu. Dicari di kursi mobil sampingnya tidak ada. Di kantong celana pun tidak ada.

Cting.

Suara dan layar yang menyala dari benda yang dicarinya itu akhirnya mampu membuat Ali sadar kalau ponselnya jatuh. Diabaikan saja pesan dari grup itu, meskipun itu yang membuatnya menemukan benda pipih ini.

Pukul empat lewat empat menit pagi hari. Ya, Ali memang sengaja tidak pulang. Ia tidur di mobil di halaman samping masjid yang berbeda dari tadi malam. Sambil mendengarkan suara azan yang menggema ia mencoba menarik nafas panjang dan menghembuskan berulang kali. Ternyata sangat sulit untuk menenangkan dirinya saat ini.

Beberapa saat kemudian Ali memutuskan untuk membuka pintu dan turun dari mobil. Tidak lupa ia juga membawa sarung yang selalu dibawa kemana-mana guna melaksanakan sholat. Lelaki ini berharap semoga setelah ia melaksanakan sholat hatinya juga akan tenang.

🌺🌺🌺🌺

Masih dengan mobil hitam itu lagi. Pukul tujuh lewat lima belas menit pagi hari. Ali sudah berada di halaman rumah mertuanya. Sebelum kemari ia sempat pulang ke rumah untuk mandi dan berganti baju. Setelahnya ia pergi lagi untuk menyelesaikan urusan.

Kini Ali keluar dari mobilnya dan menyusuri halaman yang luas itu. Pintu rumah sejak tadi terbuka menghadirkan sosok perempuan yang baru saja keluar dari ambang pintu. Dia bukan Nadira, tetapi Kayla, adik iparnya.

Meskipun Ali cukup terkejut, ternyata yang menemuinya bukan istrinya.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumussalam." Jawab Kayla singkat.

Perempuan berusia lima belas tahun itu menatap Ali dengan tatapan yang tak biasa. Ia juga tidak ramah seperti biasanya. Padahal beberapa kali jika mereka bertemu Kayla yang lebih banyak bicara ataupun bertanya. Tetapi kali ini tidak. Dan Ali pun memahaminya.

"Mama sama Papa mana?" Tanya Ali mencoba biasa saja.

"Di dalam." Jawab Kayla lagi.

Tidak ada embel-embel bertanya balik. Ia hanya berdiri di depan pintu yang terbuka seolah-olah menjaga agar lelaki ini tidak masuk.

Ali mengangguk-angguk mengerti. Tetapi ada hal yang perlu ia tanyakan lagi.

"Kakak juga?"

Kayla hanya mengangguk.

"Ada perlu apa?" Tanya gadis berusia sekitar lima belas tahun itu.

Raut wajah Kayla yang malas cukup membuat Ali mengerti kalau adik iparnya ini marah padanya. Lagipula siapa yang tidak marah jika salah satu anggota keluarganya disakiti? Apalagi selama ini Kayla dirasa dekat dengan Kakaknya.

"Emm ini, tadi nggak sengaja liat di jalan. Terus mampir." Ujar Ali sambil tangan kanannya menyerahkan bingkisan kepada Kayla.

Bingkisan itu berisi gado-gado dan mie kocok yang Ali beli sebelum berangkat kemari. Bukan kebetulan sebenarnya. Ia memang mencari, tetapi untung saja pagi-pagi seperti ini sudah ada yang menjual makanan lengkap dalam satu kedai.

Kayla menerimanya tanpa basa-basi.

"Makasih."

"Iya."

NadiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang