Nadira duduk di sofa ruang tamu bersama Nisa kedua kakak ipar sekaligus dua keponakan kecilnya. Mereka sudah terlihat sangat akrab meskipun baru menjadi keluarga beberapa bulan yang lalu.
Kejadian tadi siang membuat Nadira percaya kalau mertuanya ini memang perempuan yang sangat baik. Tetapi ada hal lain yang membuat Nadira ragu, kalau Nisa tahu kenyataan Nadira bukan anak kandung dari Dina, apa Nisa bisa menerimanya?
Pertanyaan seperti itu membuat Nadira melamun. Nisa menoleh. Mengerti menantunya seperti itu, ia menegur
"Kenapa, Nak? Jangan melamun, ndak baik" Ucap Nisa. Nadira tersadar, ia mengangguk kemudian
"Ndak usah dipikirkan, Nak. Kamu masih mikirin Tamara, ya?"
Nadira tersenyum. Rasanya ingin sekali bertanya kepada Nisa tentang pilihan mertuanya itu memilihnya menjadi seorang menantu. Tetapi bagaimana ia harus mengawali. Ia takut Nisa kecewa
"Emm, Ma" Panggilnya pelan
"Iya?"
"Saya ingin tanya sesuatu"
Nisa mengangguk "Iya, tanya saja. Gimana?"
Nadira memosisikan duduknya agar lebih nyaman. Di sampingnya Zoya dan Keysha sibuk dengan buah hatinya masing-masing. Nadira menoleh pada Nisa.
"Saya ndak memikirkan soal itu, kok, Ma. Tetapi, lebih kepada diri saya sendiri" Kata Nadira. Nisa mengangguk
"Saya ingin bertanya, selain karena saya orang yang kebetulan menolong Pak Hasan waktu itu, apa yang membuat Mama meminta saya untuk menjadi menantu?" Tanya Nadira pelan. Ia menggigit bibir setelah berbicara
Nisa tersenyum. Perempuan itu menghembuskan nafasnya perlahan
"Karena kamu perempuan baik. Sudah, memang itu alasannya." Jawab Nisa
Nadira belum puas dengan jawaban itu. Nisa tahu kalau menantunya belum bisa menerima hanya dengan pernyataan itu
"Karena Mama juga yakin, kamu bisa menjadi istri yang shalihah untuk Ali"
Tidak hanya Nadira, Zoya dan Keysha juga ikut mendengarkan. Tetapi berbeda dengan Zoya yang tampak ikut senang, Keysha hanya mendengus pelan
Nadira sedikit merutuki pertanyaannya beberapa detik lalu. Sebenarnya bukan itu yang ia maksud. Tetapi daripada pembahasan ini lebih panjang, sebaiknya mungkin ia akhiri saja
"Mama dan Papa milih kamu buat jadi menantu itu ya dari sudut pandang itu saja. Kalau Tamara, Mama memang sudah kenal sebelumnya. Dia berasal dari keluarga baik-baik tapi perilakunya yang tidak baik." Tukas Nisa tersenyum
"Tidak dari asal kamu bagaimana, tetapi karakter dan sikap kamu yang buat Mama kagum"
Nadira merunduk. Rasanya air mata itu ingin saja keluar. Ia mengalihkan matanya kemana-mana. Ia tidak boleh menangis
Harapan Nisa begitu besar kepadanya. Dan dia tidak bisa membuat dirinya menjadi lemah. Ia harus kuat
Ceklek
"Ma?"
Ali masuk begitu saja ke dalam rumahnya. Semua yang ada di ruang tamu menoleh.
"Sudah pulang?" Tanya Nisa. Ia menengok jam dinding yang menujukkan pukul tiga sore
"Iya" Ali mendekat dan menciun punggung tangan ibunya
"Tadi katanya, Ali disuruh kesana, sekarang kenapa Mama yang kesini?" Tanya Ali masih belum mengerti
Nisa tersenyum "Kamu udah kerumah Mama?"
"Iya. Kata Bi Sarah Mama ke rumah"
"Ya udah duduk sini"
KAMU SEDANG MEMBACA
Nadira
General Fiction[BELUM TAHAP REVISI] "Aku tidak suka perempuan berjilbab!" Kata laki-laki itu kian tajam. "Lalu apa yang harus saya lakukan?" "Melepas jilbabmu. mungkin aku bisa saja terbuka karena itu" Tidak menunggu jarak sedikitpun, lelaki itu pergi, melewati pe...